Perempuan Dianiaya, Kesadaran Hukum yang Lemah
Seorang perempuan berumur 32 tahun di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan yang juga Ibu dari 4 orang anak, dianiaya warga. Dia dipukuli, digunduli dan diikat ke tiang jemuran oleh warga karena dituduh mencuri di kompleks pasar tradisional Panyula di Kelurahan Panyula, Kecamatan Tanete Riattang Timur. Perempuan itu luka-luka sehingga harus dirawat di RS Bhayangkara Watampone. Sehari kemudian, pemberitaan media mengungkapkan bahwa perempuan yang dituduh mencuri itu tidak terbukti mencuri dan tidak ditemukan barang bukti dari tangan perempuan tersebut.
Terlepas dari benar tidaknya tindak pencurian tersebut, Indonesia adalah negara hukum, dan sebagai bagian dari itu, warga negara mestinya juga berpegang teguh pada hukum negara. Hukum kita mengedepankan asas praduga tak bersalah yang artinya, seseorang tidak bisa dikatakan bersalah sebelum terbukti bersalah di hadapan hakim dan pengadilan. Menilik definisi tersebut, penghakiman yang dilakukan warga Bone terhadap perempuan yang dituduh mencuri itu semestinya tidak terjadi jika warga memiliki kesadaran hukum.
Sebagai perempuan, yang juga adalah warga negara, kedudukannya adalah sama di mata hukum dan dilindungi secara hukum hingga pengadilan memutuskan apakah dia bersalah dan menentukan sanksi apa yang dibebankan jika ia bersalah. Rendahnya kesadaran hukum adalah sebuah tamparan keras kepada segala lapisan masyarakat dan pemerintah mengenai sangat kurangnya sosialisasi tentang hukum terhadap masyarakat. Perempuan, sebagai subjek hukum juga memiliki hak untuk dilindungi atas nama hukum dan negara dari segala bentuk penganiayaan.
Pelaku penganiayaan terhadap perempuan tersebut pun semestinya diproses secara hukum, sebab tindakan penganiayaan yang dilakukan itu adalah tindakan
melanggar hukum yang tidak bisa dibiarkan.
(Ditulis oleh Khanifah, disarikan dari regional.kompas.com., Sabtu 7 Juli 2012 dan Minggu 8 Juli 2012)