Perempuan dan Politik: Kontribusi Perempuan terhadap Bangsa
Berita yang kami angkat kali ini adalah mengenai Acara Sahabat Jurnal Perempuan Gathering yang
mengangkat tema “Perempuan dan Politik”,
Minggu, 26 Mei 2013 di Kediaman Gusti Kanjeng Ratu Hemas, anggota DPD RI, istri
dari Sri Sultan Hamengkubuwono X. Bukan hanya sebagai tuan rumah saja, tetapi
Ratu Hemas berkenan untuk berbagi pengalamannya di dunia politik Tanah Air.
Acara yang banyak dihadiri oleh para anggota SJP ini juga turut dihadiri
beberapa tokoh perempuan yang duduk di DPD RI, yaitu perempuan yang terlibat
dalam Kaukus Perempuan atau perempuan yang terlibat dalam partai politik, serta
dari Yudikatif yaitu ibu Maria Farida Indrati yang merupakan anggota hakim Mahkamah
Konstitusi RI dan satu-satunya hakim perempuan di Mahkamah Konstitusi dan akan
berakhir masa jabatannya di bulan Agustus ini. Terdapat pula anggota SJP lain
yang berasal dari majalah Cosmopolitan,
editor Good House Keeping, serta ibu
rumah tangga, akademisi, mahasiswa, dan aktivis perempuan. Setiap anggota SJP
memperkenalkan diri dan berbagi pengalaman tentang keahlian masing-masing,
berhubungan dengan isu perempuan dan politik.
Acara gathering sengaja digelar oleh Jurnal Perempuan setiap tiga bulannya sebagai wadah pertemuan bagi para anggota SJP untuk menambah ikatan sosial, komunitas perempuan dari berbagai kalangan untuk bertukar pikiran dan pendapat mengenai masalah perempuan Indonesia. Selain itu, di acara gathering ini, banyak yang belum menjadi anggota telah mendaftarkan diri sebagai SJP.
Acara gathering kali ini juga dipandu oleh Ida Ruwaida Noor, dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Sosiologi UI yang juga merupakan anggota SJP, sekaligus Mitra Bestari Jurnal Perempuan. Dalam pembukannya, Ida menjelaskan mengapa ada program Sahabat Jurnal Perempuan. Menurutnya, selain untuk membantu secara finansial keberadaan Jurnal Perempuan, juga sebagai medium, atau media yang dapat mempromosikan pencerahan kepada masyarakat, termasuk laki-laki, tentang kesetaraan gender. Dan di usianya yang sudah ke- 17 tahun ini Jurnal Perempuan perlu mendapatkan support dari SJP supaya kehadiran Jurnal Perempuan dapat terus berlangsung.
Mengawali acara ini, Ratu Hemas yang juga tuan rumah dalam diskusi kali ini mengungkapkan bahwa dia memulai aktivitasnya di berbagai organisasi sosial pada tahun 1976 dengan berperan aktif di berbagai yayasan yang peduli dan konsen terhadap masalah perempuan, kesehatan, dan anak-anak, dan dalam kegiatan yang ia jalani selalu bersentuhan dengan politik sehingga menjadi alasan beliau untuk maju menjadi anggota DPD RI mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2004. Mengapa beliau terjun ke dunia politik melalui jalur DPD RI bukan DPR RI? Karena DPD memungkinkan dimasuki oleh non partai sedangkan DPR RI itu harus melalui partai. Ratu Hemas mengatakan bahwa ia tidak suka dengan partai politik. Kemudian beliau juga mengatakan bahwa dia sangat sedih karena sampai sekarang partai politik belum bisa memberikan kesempatan dan kepercayaan yang serius terhadap perempuan untuk berpolitik. Sampai saat ini, Ratu Hemas melihat posisi keterwakilan perempuan di legislatif baru 1:3 dengan laki-laki, dan ini yang akan diperjuangkannya agar di tahun 2014 mendatang posisi perempuan dan laki-laki menjadi sama besar posisinya. Menurutnya masalah perempuan masih banyak seperti Perda-Perda yang sangat diskriminatif terhadap perempuan dan keberadaan perempuan di ranah politik juga masih diragukan keberadaannya. Di akhir obrolan pembuka diskusinya, Ratu Hemas mengatakan pentingnya keberadaan Jurnal Perempuan sebagai penyambung suara perempuan dalam upaya kesetaraan gender di Indonesia.
Perbincangan ini dilanjutkan dengan sharing dari Ibu Maria Farida Indrati dari Mahkamah Konstitusi atau Lembaga Yudikatif. Maria Farida menceritakan alasannya maju menjadi hakim konstitusi karena dorongan dari teman-teman aktivis perempuan. Dan beliau berharap dapat menyuarakan keadilan bagi perempuan Indonesia. Menurutnya, kelebihan di Mahkamah Konstitusi adalah dalam setiap pengambilan keputusan bila ada satu hakim yang menolak suatu putusan, maka hakim yang lainnya tidak bisa mengintervensi keputusannya, karena itu Maria Farida menginginkan lebih banyak lagi perempuan yang terjun ke ranah politik dan hukum.
Dilanjutkan oleh Fira Basuki, Pemimpin Redaksi Majalah Cosmopolitan yang menyatakan mengapa dirinya masih ragu dan enggan untuk masuk ke partai politik karena masih banyaknya stigma-stigma negatif kalau perempuan masuk ke ranah politik. Seringkali ada yang mengajaknya masuk partai, tetapi Fira ragu karena kebanyakan yang mengajaknya adalah laki-laki. Fira khawatir bila ia dimanfaatkan untuk kepentingan mereka untuk tujuan yang tidak baik. Menjawab keraguan dari Fira Basuki, Gusti Kanjeng Ratu Hemas mengatakan bahwa sesungguhnya perempuan memiliki potensi yang besar untuk berkontribusi untuk bangsa ini, maka dari itu untuk para perempuan Indonesia jangan takut untuk masuk dalam ranah politik.
Giliran Ibu Siti Chatijah politisi perempuan dari partai Hanura mengatakan bahwa kegemarannya berorganisasi di sekolah membuat ia memiliki kemampuan dasar untuk belajar tentang dunia politik di Indonesia, kemudian ia juga menjawab keluhan Fira Basuki, bahwa tak perlu ragu, yang penting memiliki motivasi untuk menunjukkan bahwa perempuan tidak kalah dari laki-laki dalam berkontribusi untuk bangsa dan negara ini, dan jangan pernah ragu memulai karir dalam ranah politik dan mari jadikan diri kita pantas untuk menyuarakan kepentingan perempuan.
Putu Oka Sukanta, seorang penulis dan juga anggota SJP mengatakan bahwa seharusnya perempuan tidak menjadikan izin suami sebagai penghambat keinginan dirinya untuk berkontribusi dalam dunia politik, karena dalam kehidupan sehari-hari, perempuan khususnya ibu rumah tangga sudah memainkan peranan politik dalam setiap pengambilan keputusan dalam rumah tangga. Putu Oka Sukanta bercerita bahwa pada tahun 60-an, istri-istri yang berpolitik tidak pernah izin kepada suami, tetapi prinsipnya adalah berkomunikasi. Karena suami-istri memerlukan komunikasi dalam menjalankan rumah tangga, bukannya meminta izin.
Diskusi berkembang semakin menarik, baik ibu rumah tangga, aktivis, sampai pegawai swasta yang juga anggota SJP yang hadir saat itu, menyatakan opininya tentang politik. Ratu Hemas menegaskan bahwa justru pekerjaan pejabat publik adalah pekerjaan rumah tangga, sebetulnya ibu rumah tangga paling mungkin untuk duduk di politik. Sementara Siti Chatijah menegaskan, setiap masuk partai, pelajari peta dan tujuan kita duduk di sana, dan pahami AD/ART nya sehingga bila ada apa-apa kita tidak menjadi kambing hitam. Begitupula Ratu Hemas menambahkan bila kita masuk di lembaga legislatif, perlu tahu betul apa yang harus kita kerjakan dan tujuan politiknya.
Selanjutnya Ibu Pinky Saptandari, staf ahli dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyatakan pentingnya pendidikan politik untuk mendorong kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam ranah politik di Indonesia, dan meminta masyarakat dengan segala potensi yang dimilikinya membantu upaya penyadaran perempuan untuk tidak menjadi apolitik. Menurutnya Jurnal Perempuan punya peran dalam mendidik, menyediakan referensi dan bahan bacaan untuk membantu memberikan pencerahan tentang masalah-masalah perempuan.
Diskusi ditutup dengan tanggapan dari Nur Iman Subono Dewan Redaksi Jurnal Perempuan yang menyatakan bahwa isu kesetaraan gender bukanlah isu anti laki-laki serta bukan juga sebagai penanda perang antara perempuan dan laki-laki. Masalah perempuan dan politik menurutnya adalah pemahaman akan kebutuhan perempuan dan anak sebagai modal sosial utama yang sesungguhnya dimiliki perempuan jika terjun ke dalam dunia politik. Dari kegiatan gathering ini para anggota SJP banyak memberikan inspirasi, dan semua berharap agar Jurnal Perempuan terus terbit dan merasa kita semua memiliki Jurnal Perempuan dan Jurnal Perempuan adalah perahu bersama untuk memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender.
Ditulis oleh Nur Hasan
Acara gathering sengaja digelar oleh Jurnal Perempuan setiap tiga bulannya sebagai wadah pertemuan bagi para anggota SJP untuk menambah ikatan sosial, komunitas perempuan dari berbagai kalangan untuk bertukar pikiran dan pendapat mengenai masalah perempuan Indonesia. Selain itu, di acara gathering ini, banyak yang belum menjadi anggota telah mendaftarkan diri sebagai SJP.
Acara gathering kali ini juga dipandu oleh Ida Ruwaida Noor, dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Sosiologi UI yang juga merupakan anggota SJP, sekaligus Mitra Bestari Jurnal Perempuan. Dalam pembukannya, Ida menjelaskan mengapa ada program Sahabat Jurnal Perempuan. Menurutnya, selain untuk membantu secara finansial keberadaan Jurnal Perempuan, juga sebagai medium, atau media yang dapat mempromosikan pencerahan kepada masyarakat, termasuk laki-laki, tentang kesetaraan gender. Dan di usianya yang sudah ke- 17 tahun ini Jurnal Perempuan perlu mendapatkan support dari SJP supaya kehadiran Jurnal Perempuan dapat terus berlangsung.
Mengawali acara ini, Ratu Hemas yang juga tuan rumah dalam diskusi kali ini mengungkapkan bahwa dia memulai aktivitasnya di berbagai organisasi sosial pada tahun 1976 dengan berperan aktif di berbagai yayasan yang peduli dan konsen terhadap masalah perempuan, kesehatan, dan anak-anak, dan dalam kegiatan yang ia jalani selalu bersentuhan dengan politik sehingga menjadi alasan beliau untuk maju menjadi anggota DPD RI mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2004. Mengapa beliau terjun ke dunia politik melalui jalur DPD RI bukan DPR RI? Karena DPD memungkinkan dimasuki oleh non partai sedangkan DPR RI itu harus melalui partai. Ratu Hemas mengatakan bahwa ia tidak suka dengan partai politik. Kemudian beliau juga mengatakan bahwa dia sangat sedih karena sampai sekarang partai politik belum bisa memberikan kesempatan dan kepercayaan yang serius terhadap perempuan untuk berpolitik. Sampai saat ini, Ratu Hemas melihat posisi keterwakilan perempuan di legislatif baru 1:3 dengan laki-laki, dan ini yang akan diperjuangkannya agar di tahun 2014 mendatang posisi perempuan dan laki-laki menjadi sama besar posisinya. Menurutnya masalah perempuan masih banyak seperti Perda-Perda yang sangat diskriminatif terhadap perempuan dan keberadaan perempuan di ranah politik juga masih diragukan keberadaannya. Di akhir obrolan pembuka diskusinya, Ratu Hemas mengatakan pentingnya keberadaan Jurnal Perempuan sebagai penyambung suara perempuan dalam upaya kesetaraan gender di Indonesia.
Perbincangan ini dilanjutkan dengan sharing dari Ibu Maria Farida Indrati dari Mahkamah Konstitusi atau Lembaga Yudikatif. Maria Farida menceritakan alasannya maju menjadi hakim konstitusi karena dorongan dari teman-teman aktivis perempuan. Dan beliau berharap dapat menyuarakan keadilan bagi perempuan Indonesia. Menurutnya, kelebihan di Mahkamah Konstitusi adalah dalam setiap pengambilan keputusan bila ada satu hakim yang menolak suatu putusan, maka hakim yang lainnya tidak bisa mengintervensi keputusannya, karena itu Maria Farida menginginkan lebih banyak lagi perempuan yang terjun ke ranah politik dan hukum.
Dilanjutkan oleh Fira Basuki, Pemimpin Redaksi Majalah Cosmopolitan yang menyatakan mengapa dirinya masih ragu dan enggan untuk masuk ke partai politik karena masih banyaknya stigma-stigma negatif kalau perempuan masuk ke ranah politik. Seringkali ada yang mengajaknya masuk partai, tetapi Fira ragu karena kebanyakan yang mengajaknya adalah laki-laki. Fira khawatir bila ia dimanfaatkan untuk kepentingan mereka untuk tujuan yang tidak baik. Menjawab keraguan dari Fira Basuki, Gusti Kanjeng Ratu Hemas mengatakan bahwa sesungguhnya perempuan memiliki potensi yang besar untuk berkontribusi untuk bangsa ini, maka dari itu untuk para perempuan Indonesia jangan takut untuk masuk dalam ranah politik.
Giliran Ibu Siti Chatijah politisi perempuan dari partai Hanura mengatakan bahwa kegemarannya berorganisasi di sekolah membuat ia memiliki kemampuan dasar untuk belajar tentang dunia politik di Indonesia, kemudian ia juga menjawab keluhan Fira Basuki, bahwa tak perlu ragu, yang penting memiliki motivasi untuk menunjukkan bahwa perempuan tidak kalah dari laki-laki dalam berkontribusi untuk bangsa dan negara ini, dan jangan pernah ragu memulai karir dalam ranah politik dan mari jadikan diri kita pantas untuk menyuarakan kepentingan perempuan.
Putu Oka Sukanta, seorang penulis dan juga anggota SJP mengatakan bahwa seharusnya perempuan tidak menjadikan izin suami sebagai penghambat keinginan dirinya untuk berkontribusi dalam dunia politik, karena dalam kehidupan sehari-hari, perempuan khususnya ibu rumah tangga sudah memainkan peranan politik dalam setiap pengambilan keputusan dalam rumah tangga. Putu Oka Sukanta bercerita bahwa pada tahun 60-an, istri-istri yang berpolitik tidak pernah izin kepada suami, tetapi prinsipnya adalah berkomunikasi. Karena suami-istri memerlukan komunikasi dalam menjalankan rumah tangga, bukannya meminta izin.
Diskusi berkembang semakin menarik, baik ibu rumah tangga, aktivis, sampai pegawai swasta yang juga anggota SJP yang hadir saat itu, menyatakan opininya tentang politik. Ratu Hemas menegaskan bahwa justru pekerjaan pejabat publik adalah pekerjaan rumah tangga, sebetulnya ibu rumah tangga paling mungkin untuk duduk di politik. Sementara Siti Chatijah menegaskan, setiap masuk partai, pelajari peta dan tujuan kita duduk di sana, dan pahami AD/ART nya sehingga bila ada apa-apa kita tidak menjadi kambing hitam. Begitupula Ratu Hemas menambahkan bila kita masuk di lembaga legislatif, perlu tahu betul apa yang harus kita kerjakan dan tujuan politiknya.
Selanjutnya Ibu Pinky Saptandari, staf ahli dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyatakan pentingnya pendidikan politik untuk mendorong kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam ranah politik di Indonesia, dan meminta masyarakat dengan segala potensi yang dimilikinya membantu upaya penyadaran perempuan untuk tidak menjadi apolitik. Menurutnya Jurnal Perempuan punya peran dalam mendidik, menyediakan referensi dan bahan bacaan untuk membantu memberikan pencerahan tentang masalah-masalah perempuan.
Diskusi ditutup dengan tanggapan dari Nur Iman Subono Dewan Redaksi Jurnal Perempuan yang menyatakan bahwa isu kesetaraan gender bukanlah isu anti laki-laki serta bukan juga sebagai penanda perang antara perempuan dan laki-laki. Masalah perempuan dan politik menurutnya adalah pemahaman akan kebutuhan perempuan dan anak sebagai modal sosial utama yang sesungguhnya dimiliki perempuan jika terjun ke dalam dunia politik. Dari kegiatan gathering ini para anggota SJP banyak memberikan inspirasi, dan semua berharap agar Jurnal Perempuan terus terbit dan merasa kita semua memiliki Jurnal Perempuan dan Jurnal Perempuan adalah perahu bersama untuk memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender.
Ditulis oleh Nur Hasan