Pendidikan Seks Bukan Tabu
Pernyataan M. Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang mengatakan bahwa Pendidikan Seksual dan Reproduksi masih merupakan hal yang tabu dan belum diperlukan sangat disayangkan. Faktanya, kasus HIV/ AIDS, kehamilan tidak direncanakan, pelecehan seksual, sampai perkosaan di kalangan remaja sangat tinggi.
Hal tersebut terjadi karena negara mengabaikan hak kesehatan seksual reproduksi remaja. Pengabaian tersebut berdampak pada tidak adanya akses informasi yang bertanggung jawab mengenai isu kesehatan seksual reproduksi untuk remaja, sehingga remaja seringkali mendapatkan informasi dari sumber yang tidak tepat dan tidak dapat dipercaya. Selanjutnya, M. Nuh juga menambahkan bahwa pendidikan seksual reproduksi mestinya diajarkan oleh keluarga saja karena akan menimbulkan kontroversi besar jika pendidikan ini dimasukkan ke kurikulum sekolah. Pada kenyataannya, pendidikan ini menuntut partisipasi semua pihak, baik orang tua, sekolah, serta pemerintah.
Kasus pemerkosaan yang terjadi pada seorang siswi 14 tahun di Depok baru-baru ini sebenarnya mendesak agar pendidikan kesehatan seksual reproduksi diajarkan sejak dini. Pernyataan M. Nuh bahwa terkadang kasus pemerkosaan dilakukan karena suka sama suka tapi kemudian mengaku diperkosa ketika menanggapi kasus pemerkosaan itu memicu protes. Pada hari Rabu, 17 Oktober 2012, Aliansi Perempuan Tolak Pemerkosaan melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Kemdikbud, Jakarta untuk memprotes pernyataan M. Nuh yang seksis dan diskriminatis itu. Faiza Mardzoeki, salah seorang pengunjuk rasa mengatakan "Kami meminta agar Mendikbud membuat pernyataan ulang dengan subtansi melindungi remaja perempuan dari kekerasan seksual dan diskriminasi. Serta tidak menyudutkan remaja perempuan atas kehamilannya."
Salah satu isi dari Pernyataan Sikap Aliansi Perempuan Tolak Pemerkosaan adalah perlunya pendidikan kesehatan seksual reproduksi untuk remaja sebagai bagian dari rencana kurikulum pendidikan. Jika remaja mendapatkan pengetahuan yang memadai mengenai hak kesehatan seksual reproduksi, maka kasus perkosaan tersebut bisa dicegah karena remaja akan mampu mengidentifikasi pelecehan seksual. Dengan memiliki pengetahuan tersebut, remaja juga akan mampu membuat keputusankeputusan yang tepat dan bertangungjawab untuk dirinya.
Sudah bukan saatnya lagi mengidentifikasi pendidikan seksual reproduksi sebagai sesuatu yang tabu. Pendidikan ini penting sebagai usaha preventif agar remaja bisa mengidentifikasi pelecehan dan kekerasan seksual. Remaja berhak untuk tahu hakhaknya, sehingga bisa mengetahui konsekuensi atas pilihan-pilihan yang dibuatnya. Terlebih lagi, Indonesia sudah meratifikasi CEDAW (Konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan) dalam UU No. 7 tahun 1984, Konvensi Hak Anak dalam UU No. 22 tahun 2002, serta HAM dalam UU No. 39 tahun 1999. Undang-undang tersebut menjamin hak remaja perempuan yang berhak atas pendidikan termasuk pendidikan seksual reproduksi serta hak untuk tidak didiskriminasi dalam bentuk apapun.
(Ditulis oleh Khanifah, disarikan dari www.thejakartapost.com 18 Oktober 2012, www.republika.co.id 17 Oktober 2012)