Nunung Purwanti: “Perempuan Solo Ingin Pilpres Damai”
(7 Juli 2014)
(7 Juli 2014)
“Sesungguhnya suara itu tak bisa diredam/ mulut bisa dibungkam/ namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang/ dan pertanyaan-pertanyaan lidah jiwaku..”
Minggu (6/7/14) pagi di Plaza Sriwedari, Solo, sayup-sayup petikan gitar mengiringi lantunan bait “Sajak Suara” karya Wiji Thukul yang dibacakan dalam acara Doa bersama oleh Aliansi Perempuan Surakarta untuk Pilpres Damai. Berangkat dari keprihatinan atas maraknya Kampanye tidak sehat yang membuat suasana pilpres kali ini terasa mencekam, Nunung Purwanti selaku koordinator acara menuturkan bahwa dengan adanya dua kontestan Capres yang langsung berhadapan, bisa memicu potensi konflik setiap saat. Sehingga aksi ini mengajak semua pihak terutama perempuan yang mempunyai kontribusi sebagai pihak yang ikut mengendalikan keadaan. Nunung menambahkan jika peran perempuan belum terlihat kontribusinya dalam konteks visi misi Capres, misalnya tidak menjadi materi dalam perdebatan. Debat Capres masih normatif, artinya ke depan gerakan perempuan perlu berjuang lebih panjang lagi.
Acara diawali oleh renungan dan refleksi perorangan, diwakili ibu rumah tangga, aktivis perempuan dan anak muda. Renungan dibawakan secara testimoni akan pengalaman pemilu terdahulu dan pernyataan sikap untuk Pilpres kali ini. Setelah itu dilanjutkan acara musikalisasi puisi, oleh perwakilan anak muda dari PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), selain puisi mereka juga menyanyikan lagu “Bersoraklah”.
Acara ditutup dengan doa bersama dan pernyataan sikap yang dibacakan oleh Eliest Listiani, beberapa poin seruan diantaranya: mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk menggunakan hak pilih, tidak golput. Meminta Negara berupaya maksimal untuk memastikan proses dan dinamika pilpres 9 Juli 2014 nanti berlangsung damai, bersih, tanpa kekerasan, serta menjunjung nilai-nilai keberagaman dan keadilan gender. Capres dan Cawapres terpilih harus menjalankan program-program konkrit untuk menghapus berbagai bentuk ketidakadilan terhadap perempuan menuju penghidupan yang lebih adil dan bermartabat. (Fanny Chotimah)
Minggu (6/7/14) pagi di Plaza Sriwedari, Solo, sayup-sayup petikan gitar mengiringi lantunan bait “Sajak Suara” karya Wiji Thukul yang dibacakan dalam acara Doa bersama oleh Aliansi Perempuan Surakarta untuk Pilpres Damai. Berangkat dari keprihatinan atas maraknya Kampanye tidak sehat yang membuat suasana pilpres kali ini terasa mencekam, Nunung Purwanti selaku koordinator acara menuturkan bahwa dengan adanya dua kontestan Capres yang langsung berhadapan, bisa memicu potensi konflik setiap saat. Sehingga aksi ini mengajak semua pihak terutama perempuan yang mempunyai kontribusi sebagai pihak yang ikut mengendalikan keadaan. Nunung menambahkan jika peran perempuan belum terlihat kontribusinya dalam konteks visi misi Capres, misalnya tidak menjadi materi dalam perdebatan. Debat Capres masih normatif, artinya ke depan gerakan perempuan perlu berjuang lebih panjang lagi.
Acara diawali oleh renungan dan refleksi perorangan, diwakili ibu rumah tangga, aktivis perempuan dan anak muda. Renungan dibawakan secara testimoni akan pengalaman pemilu terdahulu dan pernyataan sikap untuk Pilpres kali ini. Setelah itu dilanjutkan acara musikalisasi puisi, oleh perwakilan anak muda dari PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), selain puisi mereka juga menyanyikan lagu “Bersoraklah”.
Acara ditutup dengan doa bersama dan pernyataan sikap yang dibacakan oleh Eliest Listiani, beberapa poin seruan diantaranya: mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk menggunakan hak pilih, tidak golput. Meminta Negara berupaya maksimal untuk memastikan proses dan dinamika pilpres 9 Juli 2014 nanti berlangsung damai, bersih, tanpa kekerasan, serta menjunjung nilai-nilai keberagaman dan keadilan gender. Capres dan Cawapres terpilih harus menjalankan program-program konkrit untuk menghapus berbagai bentuk ketidakadilan terhadap perempuan menuju penghidupan yang lebih adil dan bermartabat. (Fanny Chotimah)