Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024

Manneke Budiman: Perlunya Peranan Revolusioner Agama dalam Politik

PictureDok. Jurnal Perempuan
Mustahil untuk memisahkan agama dan politik. Bangunan agama dalam kesadaran manusia usianya sangat tua dan merupakan bagian dari evolusi psikologis kita yang tertanam sejak dari alam sebelum manusia dilahirkan. Agama lahir dari gagasan revolusioner yang mengubah paradigma berpikir manusia, dari masyarakat tidak beradab menuju peradaban. Namun potensi positif dan konstruktif agama dalam setiap sektor kehidupan belum terangkat. Roh agama pun menjadi mati, cenderung konservatif, dan bahkan  menjadi kekuatan represif. Yang kita perlukan, bukan menyingkirkan agama dari ranah publik, termasuk politik, namun revivalisasi agama atau pembaharuan yang memiliki kekuatan pencerahan.  Peranan revolusioner agama di dalam sejarah berfungsi menjaga akal sehat politik selama masih dipakai sebagai suatu sarana untuk pencerahan. Sebaliknya dengan revitalisasi agama yang justru mengukuhkan status quo.

Pendapat tersebut disampaikan oleh Manneke Budiman, angota Dewan Redaksi Jurnal Perempuan sekaligus pengajar di Universitas Indonesia, dalam acara Focus Group Discussion (FGD) bertema “Politik, Agama dan Status Perempuan”, bertempat di kantor Jurnal Perempuan pada hari Selasa, 1 Juli 2014. Acara diskusi tersebut dilanjutkan dengan buka puasa bersama. Manneke mengungkapkan bahwa semangat membebaskan dan revolusioner bisa menjadi kekuatan yang bisa menandingi  monopoli politik elit konservatif untuk berkuasa. Sebagai contoh bagaimana politik identitas bisa memiliki dua sudut pandang.  Politik identitas bisa membebaskan dan memiliki potensi membangun kesadaran kritis sejauh dilancarkan oleh kelompok minoritas yang selalu terancam oleh dominasi mayoritas. Politik identitas menjadi represif ketika dipakai oleh pihak mayoritas. Perempuan bisa memainkan peran dalam politik identitas, sebagai feminis misalnya. Dalam tradisi Katolik, Yesus berperan sebagai pendobrak yang “melawan” elit-elit agama seperti para imam. (Nataresmi)

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024