Kibtiyah, Agen Ekonomi Keluarga
Pada awalnya, kegiatan membatik oleh para perempuan di desa Wukirsari hanya sebatas meneruskan tradisi dan tanpa nilai ekonomi. Tapi hal tersebut kini
berubah, tidak semata menjadi bentuk pelestarian terhadap seni membatik tulis yang menggunakan canting dan lilin, tapi juga sebagai bentuk tindakan ekonomi
yang bernilai uang dan menguntungkan. Kibtiyah, (40 tahun) sudah membatik sejak kecil, sejak kelas 4 SD, demikian dia mengingat. Pada mulanya adalah coba-coba, kemudian menjadi mahir. Sejak itu, Kibtiyah membatik sampai sekarang.
Ditemui di tempatnya membatik, yang dikenal dengan paguyuban Batik Kusumo, desa Wukirsari, kecamatan Imogiri, kabupaten Bantul, Kibtiyah menceritakan bahwa membatik membantunya mendapatkan penghasilan yang lumayan sehingga bisa membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga bahkan membiayai pendidikan anak-anaknya. Suami Kibtiyah sendiri bekerja dengan cara berdagang benda-benda seni berbahan dasar kuningan dan perak di daerah Malioboro, Yogyakarta. Kedua anak mereka masih bersekolah. Anak pertamanya, seorang perempuan, sekarang kuliah di UIN Sunan Kalijaga, dan adik laki-lakinya sekarang masih di sekolah dasar. Kibtiyah mengungkapkan bahwa pekerjaannya membatik, yang juga dilakukan oleh perempuan-perempuan lain merupakan bentuk tindakan ekonomi yang bernilai uang dan menguntungkan. Sayangnya, di Wukirsari, batik tulis yang mereka kerjakan bernilai jual murah, yaitu sekitar Rp400.000 per lembar, padahal ketika sampai di toko-toko dan galeri batik, harga per lembar batik tulis itu bisa mencapai 2 juta rupiah. Proses pembuatan batik tulis itu pun terbilang rumit.
Kibtiyah menjelaskan bahwa membuat satu kain batik tulis bisa menghabiskan waktu 2-3 minggu, namun karena dilakukan bersama-sama dengan perempuan-perempuan lainnya, dalam kurun waktu 2-3 minggu itu, mereka bisa menghasilkan lebih dari satu lembar batik tulis. Berawal dari kegiatan meneruskan tradisi, membatik yang terus dihidupkan oleh para perempuan di desa Wukirsari telah menghidupkan ekonomi perempuan, juga menghidupkan kehidupan generasi-generasi setelahnya. Sebab, kain batik Wukirsari yang bernilai ekonomi itu menjadi mata uang yang membantu para keluarga di sana untuk membeli pendidikan bagi anak-anaknya.
(Ditulis oleh Khanifah, berdasarkan wawancara dengan Kibtiyah, Agustus 2012)