Kesetaraan Gender
(28 April 2014)
(28 April 2014)
Persepsi yang kurang tepat mengenai kesetaraan gender telah menghalangi peran perempuan dalam kehidupan sosial. Selama ini masyarakat menganggap perempuan memiliki keterbatasan kesempatan berdasarkan perbedaan ciri biologis primer. Sementara itu, Guru Besar Bidang Komunikasi Gender Institut Pertanian Bogor Aida Vitayala S Hubies mengungkapkan, persepsi mengenai perbedaan laki-laki dan perempuan berdasarkan ciri biologis primer (fisik) telah membudaya, sehingga memengaruhi cara pandang masyarakat. Padangan itu juga yang membatasi peran perempuan dalam tatanan sosial. Ciri biologis primer itu memungkinkan perempuan memiliki kemampuan 2H-2M (haid, hamil, melahirkan, dan menyusui). Hal itu menyebabkan mereka diposisikan berperan di rumah. Masih menurut Aida, dalam ciri biologis sekunder (kuat-lemah atau maskulin-feminin) tidak ada perbedaan mencolok.
Demi meraih hak sama di segala bidang, perempuan mengharapkan kesetaraan gender. Kesetaraan disini bukan berarti tuntutan perempuan untuk menyamakan fungsi perempuan dan laki-laki. Kesetaraan disini, dimana perempuan ingin memiliki akses dan kesempatan yang sama sesuai dengan kompetensinya, hal itu terkait erat dengan profesi di dunia kerja. Berdasarkan data survei angkatan kerja nasional (2012), dari 118 juta penduduk perempuan Indonesia, sebanyak 47,91 persen atau 56 juta perempuan bekerja. Jumlah itu cenderung stagnan sejak 2001, sementara itu sebanyak 36,97 persen perempuan mengurus rumah tangga. Sedangkan berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (2012), angka lulusan perguruan tinggi laki-laki dan perempuan nyaris seimbang 6,43 persen untuk laki-laki dan 6,11 persen untuk perempuan. Namun persentase perempuan yang tidak memiliki ijazah pendidikan masih lebih tinggi, yakni 27,66 persen, sedangkan untuk laki-laki 22,38 persen.
(Disarikan oleh Hasan Ramadhan dari Harian Kompas, Sabtu 19 April 2014)
Demi meraih hak sama di segala bidang, perempuan mengharapkan kesetaraan gender. Kesetaraan disini bukan berarti tuntutan perempuan untuk menyamakan fungsi perempuan dan laki-laki. Kesetaraan disini, dimana perempuan ingin memiliki akses dan kesempatan yang sama sesuai dengan kompetensinya, hal itu terkait erat dengan profesi di dunia kerja. Berdasarkan data survei angkatan kerja nasional (2012), dari 118 juta penduduk perempuan Indonesia, sebanyak 47,91 persen atau 56 juta perempuan bekerja. Jumlah itu cenderung stagnan sejak 2001, sementara itu sebanyak 36,97 persen perempuan mengurus rumah tangga. Sedangkan berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (2012), angka lulusan perguruan tinggi laki-laki dan perempuan nyaris seimbang 6,43 persen untuk laki-laki dan 6,11 persen untuk perempuan. Namun persentase perempuan yang tidak memiliki ijazah pendidikan masih lebih tinggi, yakni 27,66 persen, sedangkan untuk laki-laki 22,38 persen.
(Disarikan oleh Hasan Ramadhan dari Harian Kompas, Sabtu 19 April 2014)