Ina Hunga: Pendidikan Politik Kritis Dorong Partisipasi Politik Substantif
Perempuan perlu berpolitik karena sebagai warga negara—dengan jumlah lebih dari 50 persen penduduk Indonesia—perempuan masih termarginalkan dalam berbagai aspek dan pemenuhan hak asasi-nya sebagai manusia/warga negara masih terabaikan. Untuk itu keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan atas suatu kebijakan adalah hal mutlak. Pernyataan ini disampaikan Arianti Ina Restiani Hunga Ketua Pusat Penelitian dan Studi Gender Universitas Kristen Satya Wacana (PPSG-UKSW) sekaligus Ketua Sahabat Jurnal Perempuan (SJP) Daerah Jawa Tengah dalam acara Pendidikan Publik Jurnal Perempuan dengan tema “Perempuan Politisi” yang diselenggarakan Sabtu (14/6) di UKSW Salatiga.
Lebih lanjut Ina Hunga mengatakan budaya patriarki yang mendominasi sistem perpolitikan nasional menjadi penyebab hambatan pemenuhan kuota 30 persen keterwakilan perempuan seperti tercermin dari rekrutmen caleg, penempatan nomor dan kapasitas politik perempuan. Karena itu pendidikan politik kritis bagi caleg perempuan akan menjadikan kehadiran mereka memiliki makna substantif serta mendorong partisipasi aktif dan strategis mereka yang pada akhirnya akan menghasilkan produk kebijakan yang berpihak pada kebutuhan dan kepentingan perempuan serta mendorong tumbuhnya keadilan dan kesetaraan gender di berbagai aspek kehidupan. (Anita Dhewy)
Lebih lanjut Ina Hunga mengatakan budaya patriarki yang mendominasi sistem perpolitikan nasional menjadi penyebab hambatan pemenuhan kuota 30 persen keterwakilan perempuan seperti tercermin dari rekrutmen caleg, penempatan nomor dan kapasitas politik perempuan. Karena itu pendidikan politik kritis bagi caleg perempuan akan menjadikan kehadiran mereka memiliki makna substantif serta mendorong partisipasi aktif dan strategis mereka yang pada akhirnya akan menghasilkan produk kebijakan yang berpihak pada kebutuhan dan kepentingan perempuan serta mendorong tumbuhnya keadilan dan kesetaraan gender di berbagai aspek kehidupan. (Anita Dhewy)