Ini memang bukan Aku-nya karya Chairil Anwar. Aku versi aku. Pernah merasakan waktu kecil menggeliat di lantai pusat perbelanjaan, meraung-raung karena tidak dibelikan barang yang diinginkan? Iya itu aku. Saat itu aku berumur 6 tahun dan ingin sekali punya gaun warna merah muda yang roknya megar-megar seperti princess. Tapi mama tidak membelikan karena, selain aku punya banyak di rumah, waktu itu memang pergi ke perbelanjaan bukan untuk belanja. Namanya juga aku masih kecil, jadi yang egonya. Kalau sudah ingin sesuatu pokoknya harus dipenuhi. Tapi mama tetap tidak membelikan walaupun aku sudah nangis-nangis, meraung-raung, menggeliat di lantai. Alhasil karena malu dicuekin mama aku pun diam seribu bahasa dan berhenti menangis. Sampainya aku di rumah, suasana hati langsung berantakan. Aku juga diomelin mama. “Kamu tahu gak sih kalau kamu itu keras kepala? Kamu sudah bikin mama malu dengan menggeliat di lantai mall. Lain kali kalau mama pergi lebih baik gak usah ajak kamu!”. Namanya juga anak kecil, diomelin hanya bisa merespons dengan tangisan. Karena takut tidak diajak lagi ke mall, aku kemudian belajar untuk tidak menangis lagi ketika tidak dibelikan sesuatu yang aku mau.
Aku dari kecil sudah banyak mau. Sampai remaja pun aku malah lebih banyak kemauan. Apa yang diinginkan pokoknya harus didapatkan, bagaimanapun caranya. Suatu kali, waktu aku SMA, aku ketahuan punya sebungkus Malboro Menthol di tasku. Aku membelinya dengan duit jajan yang dikasih orang tua. Papaku, yang maksudnya memarahiku, berkata, “Kalau kamu sudah berani membeli dan merokok, jangan pernah beli rokok pakai duit jajan yang mama dan papa kasih! Kalau kamu mau merokok, beli pakai duit yang kamu hasilkan sendiri!”. Memang dasar aku si keras kepala. Bukannya takut dan berhenti merokok, aku justru mencari kerja part time di sebuah rumah makan. Akhirnya, aku bisa menghasilkan duit sendiri buat merokok. Awalnya memang cuma karena ingin bisa beli rokok sendiri, tapi akhirnya keterusan. Aku tidak pernah minta uang jajan lagi sama orang tua. Mandiri sih, cuma aku jadinya kebanyakan main dan berujung jadi bandel. Aku ini orang yang keras kepala, egois, dan terlalu mudah percaya dengan orang lain. Ya, itu aku. Tapi dulu, ketika aku tidak pernah mendengarkan orang tua. Ketika disuruh sekolah, aku justru bolos. Untungnya lulus! Pinter sih tapi percuma kalau bolos terus. Lulus SMA disuruh kuliah, aku justru sok-sokan ingin cari duit dulu. Padahal, itu hanya alibiku agar bisa main saja. Saat bosen main, aku baru mau kuliah. Masuk kuliah dua semester, aku justru MBA (Married by Accident) sama pacar yang tidak seberapa itu. Ternyata pacar, yang kemudian menjadi suamiku, adalah bandar narkotika. Dia juga gemar berjudi, gemar perempuan, dan gemar melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Memang sebenarnya cerita mengenai si suami ini tidak perlu diperpanjang, hanya bikin sakit hati. Aku dibujuk-bujuk, dirayu-rayu, agar masuk ke lingkaran narkotikanya si suami. Aku diseret hingga tidak sanggup lagi untuk menghadapi kehidupan bersama si suami. Akhirnya, sekalian saja lah aku tenggelam di dalam keterpurukan, masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan karena si suami. Belum lama masuk, aku sudah diceraikan oleh si suami. Tidak apa-apa. Itu karena Tuhan sayang sama aku. Jadi, di tengah-tengah keterpurukan, aku sadar kalau jalan yang aku pilih itu salah. Salah banget. Aku belajar untuk tidak keras kepala lagi, tidak egois lagi, tidak cepat percaya sama orang, sekalipun orang itu dekat dengan aku. Ketika sudah di ujung jalan begini aku baru sadar: Mengejar keinginan dan tidak pernah puas itu salah. Aku banyak belajar tentang kehidupan. Kebanyakan yang aku pelajari adalah kesalahan yang aku lakukan agar tidak terulangi lagi. Ada pepatah yang mengatakan, “Kita harus bangkrut 7x dulu sebelum benar-benar menjadi pengusaha yang sukses”. Ibarat kehidupan, kita harus jatuh dulu biar tahu kalau jatuh itu sakit. Karena tahu jatuh itu sakit, aku akan lebih berhati-hati lagi dengan kehidupanku. Aku belajar untuk menerima kehidupanku apa adanya. Aku belajar menerima kehidupan sederhana, melihat dunia dari sudut pandang sederhana dan mempunyai keinginan yang juga sederhana. Keinginan sederhana itu adalah menjadi orang yang bahagia sampai nanti aku menutup mata. Ya, ini aku. Comments are closed.
|
AuthorKumpulan Cerpen Archives
October 2024
Categories |