Putri, Membela Diri dengan Mati
Pada tanggal 6 September 2012, Putri, seorang remaja berusia 16 tahun di Aramiah, Birem Bayeun, Aceh ditemukan meninggal di kamarnya. Hasil visum yang dilakukan di RSUD Langsa menunjukkan bahwa Putri positif gantung diri dan bahwa tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuhnya. Putri juga meninggalkan sebuah surat yang ditujukan kepada ayahnya.
Sebelumnya, Putri ditangkap oleh Dinas Syariat Islam dan Wilayatul Hisbah (Petugas penegak Syariat Islam di Aceh) pada pagi hari menjelang waktu Subuh tanggal 3 September 2012 karena dituduh menjual diri. Dalam surat yang ditulis Putri, Putri bersumpah bahwa dia tidak pernah menjual dirinya. Putri juga menjelaskan bahwa malam itu Putri begadang bersama teman-temannya setelah menonton kibot (keyboard) di Langsa. Di suratnya, Putri juga menyampaikan permintaan maaf kepada ayahnya karena tuduhan Dinas Syariat Islam dan Wilayatul Hisbah bahwa menjual diri itu memalukan sekali. Putri seperti tidak sanggup menanggung malu itu sehingga memutuskan untuk bunuh diri.
Aceh memang satu-satunya daerah di Indonesia yang menerapkan Qanun Jinayah atau hukum Syariat Islam. Namun penerapan hukumnya lebih sering dianggap kejam atau menakutkan. Hal ini diakui oleh Maimanah, seorang aktivis perempuan di Aceh, yang juga mengatakan bahwa sebenarnya mayoritas perempuan di Aceh menolak diberlakukannya Peraturan Daerah (Perda) Syariat atau Qanun Jinayah ini.
Masih lekat dalam ingatan ketika 65 anak Punk ditangkap di Aceh pada akhir tahun 2011 setelah menggelar konser di Taman Budaya. Mereka didakwa melakukan
kejahatan tanpa dibawa ke pengadilan. Komunitas ini kemudian dilarang, anggotanya dicukur dan tidak diperbolehkan lagi berpakaian dengan gaya Punk. Mereka dianggap berperilaku menyimpang dan bertentangan dengan Syariat Islam, serta merusak moral generasi muda.
Aceh kemudian menjelma tempat yang menakutkan, tempat dimana kebebasan berekspresi anak muda apalagi perempuan muda disebut dosa, dan tempat dimana Dinas Syariat Islam dan Wilayatul Hisbah berhak menempelkan tuduhan pada siapa saja yang dianggap melanggar Syariat Islam itu. Seperti Putri yang hanya ingin menikmati pertunjukan keyboard bersama teman-temannya, kemudian dituduh menjual diri karena berada di luar rumah sampai malam. Sementara di Aceh, perempuan tidaklah boleh berada di luar rumah sampai malam. Tuduhan tersebut menjadi pemicu rasa malu ketika suara tuduhan lebih keras dari suara pembelaan dirinya, bahkan pembelaan dirinya tidak didengar. Tuduhan itu dilekatkan, dan dianggap kebenaran.
Maka Putri memutuskan bunuh diri, berharap suaranya didengar, bahwa ia tidak bersalah, bahwa tuduhan Dinas Syariat Islam dan Wilayatul Hisbah itu tidak benar, bahwa meski dia perempuan yang keluar malam bersama teman-temannya, tapi dia tidak pernah menjual dirinya.
“Ayah…, maafin Putri ya yah, Putri udah malu-maluin ayah sama semua orang. Tapi Putri berani sumpah kalau Putri gak pernah jual diri sama orang. Malah itu Putri cuma mau nonton kibot (keyboard-red) di Langsa. Terus Putri duduk di lapangan begadang sama kawan-kawan Putri. Sekarang Putri gak tau harus gimana lagi, biarlah Putri pigi cari hidup sendiri, Putri gak da gunanya lagi sekarang. Ayah jangan cariin Putri ya..!!, nanti Putri juga pulang jumpai ayah sama Aris. Biarlah Putri belajar hidup mandiri, Putri harap ayah gak akan benci sama Putri, Ayah sayang kan sama putri..???, Putri sedih kali gak bisa jumpa Ayah, maafin Putri ayah….. Kakak sayang sama Aris, maafin kakak ya.. (Putri sayang Ayah).”
(Surat Putri kepada ayahnya)
(Ditulis oleh Khanifah disarikan dari Kompas.com, aceh.tribunnews.com, atjehpost.com)