Menurunnya Jumlah Keterwakilan Perempuan di Parlemen
(19 Mei 2014)
(19 Mei 2014)
Senin 12 Mei 2014 bertempat di Auditorium Binakarna Hotel Bidakara Jakarta, Pusat Kajian Politik – Departemen Ilmu Politik FISIP UI (PUSKAPOL FISIP UI) menyelenggarakan seminar publik tentang analisis perolehan suara dalam pemilu 2014 dengan tema “Oligarki Politik Dibalik Keterpilihan Caleg Perempuan”. Seminar dibuka dengan paparan hasil riset tim PUSKAPOL UI oleh Dirga Ardhiansyah yang mempresentasikan jumlah perolehan suara caleg perempuan semua partai politik peserta pemilu 2014. Dari 12 partai nasional peserta pemilu 2014, jumlah peningkatan perolehan suara caleg perempuan yang paling signifikan adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan 22,33 persen. Sementara itu PDIP yang merupakan partai pemenang pemilu tahun 2014, persentase jumlah suara caleg perempuannya hanya 15,89 persen. Dan persentase jumlah suara caleg perempuan terendah adalah PKS dengan 13,20 persen, sementara untuk keseluruhan caleg perempuan yang terpilih pada pemilu tahun 2014 ini, diperkirakan hanya 14 persen atau sekitar 79 orang. Hal ini mengalami penurunan yang sangat siginifikan dibandingkan dengan hasil pemilu tahun 2009 yang lalu, dimana keterwakilan perempuan di DPR-RI berjumlah 103 orang atau 18 persen.
Lebih lanjut Dirga mengatakan hasil penurunan ini layak kita kritisi bersama, karena bila kita ukur berbanding terbalik dengan tingkat pencalonan perempuan di DPR-RI pada pemilu tahun 2009 yakni 33,6 persen, kemudian pada pemilu 2014 ini naik menjadi 37 persen, tetapi jumlah keterwakilannya justru menurun. Temuan ini menunjukkan bahwa hambatan dan tantangan bagi keterpilihan perempuan dalam parlemen tidak secara otomatis teratasi dengan dikeluarkannya peraturan teknis yang secara formal ditujukan untuk mengawal proses pencalonan perempuan. Sedangkan untuk caleg perempuan yang terpilih pada pemilu tahun 2014 kali ini, diperkirakan didominasi oleh wajah-wajah baru, karena dari 103 orang anggota parlemen perempuan petahana hanya ada 30 orang saja yang diperkirakan terpilih kembali, dengan kata lain hanya sekitar 34 persen saja.
Masih menurut Dirga kesenjangan antara perolehan suara perempuan dengan perolehan kursi perempuan semakin tajam, pada pemilu tahun 2009 tercatat 22,45 persen rata-rata perolehan suara perempuan untuk DPR RI dengan 18 persen hasil perolehan kursi perempuan. Sedangkan untuk pemilu tahun 2014 tercatat perkiraan 23,42 persen perolehan suara perempuan untuk DPR RI, namun hasil perolehan kursinya hanya mencapai sekitar 14 persen saja. Hal ini disebabkan oleh kebijakan internal partai dalam penentuan kursi yang menjadi aspek penting untuk didiskusikan kembali, bahkan layak diperiksa apakah peningkatan keterpilihan perempuan telah benar-benar menjadi bagian dari komitmen internal partai, atau hanya sekadar pemenuhan syarat adminstratif saja demi memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan sebagaimana ditetapkan Undang-undang Pemiu. (Hasan Ramadhan)
Lebih lanjut Dirga mengatakan hasil penurunan ini layak kita kritisi bersama, karena bila kita ukur berbanding terbalik dengan tingkat pencalonan perempuan di DPR-RI pada pemilu tahun 2009 yakni 33,6 persen, kemudian pada pemilu 2014 ini naik menjadi 37 persen, tetapi jumlah keterwakilannya justru menurun. Temuan ini menunjukkan bahwa hambatan dan tantangan bagi keterpilihan perempuan dalam parlemen tidak secara otomatis teratasi dengan dikeluarkannya peraturan teknis yang secara formal ditujukan untuk mengawal proses pencalonan perempuan. Sedangkan untuk caleg perempuan yang terpilih pada pemilu tahun 2014 kali ini, diperkirakan didominasi oleh wajah-wajah baru, karena dari 103 orang anggota parlemen perempuan petahana hanya ada 30 orang saja yang diperkirakan terpilih kembali, dengan kata lain hanya sekitar 34 persen saja.
Masih menurut Dirga kesenjangan antara perolehan suara perempuan dengan perolehan kursi perempuan semakin tajam, pada pemilu tahun 2009 tercatat 22,45 persen rata-rata perolehan suara perempuan untuk DPR RI dengan 18 persen hasil perolehan kursi perempuan. Sedangkan untuk pemilu tahun 2014 tercatat perkiraan 23,42 persen perolehan suara perempuan untuk DPR RI, namun hasil perolehan kursinya hanya mencapai sekitar 14 persen saja. Hal ini disebabkan oleh kebijakan internal partai dalam penentuan kursi yang menjadi aspek penting untuk didiskusikan kembali, bahkan layak diperiksa apakah peningkatan keterpilihan perempuan telah benar-benar menjadi bagian dari komitmen internal partai, atau hanya sekadar pemenuhan syarat adminstratif saja demi memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan sebagaimana ditetapkan Undang-undang Pemiu. (Hasan Ramadhan)