Undangan Menulis
Term of Reference (TOR) JP 109
Tenggat 12 Juli 2021
Tenggat 12 Juli 2021
Pencegahan Kekerasan Seksual di Indonesia
Latar belakang
Indonesia telah memiliki berbagai aturan hukum dan kebijakan untuk melindungi perempuan dari kekerasan berbasis gender. Berbagai aturan hukum telah dibuat seperti Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT dan diikuti oleh Undang-Undang Perlindungan Saksi No. 13 tahun 2006 yang menetapkan konseling untuk para penyintas. Pemerintahan Indonesia juga telah mengalokasikan sumber daya untuk melakukan survei kekerasan terhadap perempuan meski hasilnya belum keluar (laporan SIGI-OECD, 2019).
Regulasi Presiden No.75 mengenai RANHAM 2015-2019 dan juga telah menetapkan target pengarusutamaan gender yang memiliki target khusus seperti: (1) Meningkatkan kualitas hidup dan peranan perempuan dalam pembangunan, (2) meningkatkan perlindungan perempuan dari kekerasan dan trafiking, (3) meningkatkan kapasitas institusi untuk pengarusutamaan gender dan perlindungan kekerasan terhadap perempuan (ADB, 2016). Pemerintah Indonesia telah pula mengadopsi berbagai kebijakan dan strategi untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan melalui rencana nasional dalam hak asasi manusia periode 2011-2014 dan menetapkan 400 institusi yang menangani kekerasan terhadap perempuan di tingkat nasional, propinsi dan kecamatan (CEDAW, 2012).
Meskipun berbagai aturan hukum dan kebijakan ditetapkan, kekerasan seksual di Indonesia tetap meningkat. Laporan Komnas Perempuan pada tahun 2019 menunjukkan bentuk kekerasan seksual khususnya di ranah rumahtangga meningkat signifikan.
Dari grafik di samping tertera bahwa kasus perkosaan dan perkosaan dalam perkawinan sangat signifikan selain kasus inses dan eksploitasi seksual. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 258 menetapkan hukuman penjara untuk tindakan perkosaan berkisar antara 4-12 tahun. "Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.” Hukuman yang lebih berat dikenakan di dalam pasal 286-288 untuk kasus-kasus perkosaan yang lebih berat. Ada masalah di sini soal kata “bersetubuh” yang tidak secara langsung menyebut perkosaan, meskipun demikian di dalam UU Kekerasan Domestik No.23/2004 (pasal 8, 46, 47, dan 53) secara jelas menyebut perkosaan atau pemaksaan hubungan seksual dan dapat dihukum.
Hal lain yang menjadi masalah adalah implementasi hukum yang sangat mengecewakan. Laporan CEDAW tahun 2012 dan 2016 menyebutkan bahwa penyelesaian hukum dalam kasus perkosaan seringkali diselesaikan di luar jalur hukum dengan cara membayar ganti rugi atau pihak keluarga hanya menuntut korban untuk dinikahkan agar keluarga diselamatkan dari rasa malu. Lebih mengecewakan lagi, perkosaan dalam perkawinan tidak dikenal di dalam masyarakat dan dianggap bukan masalah. Kasus perkosaan dalam perkawinan dilihat sebagai kasus pribadi dan hanya perlu diselesaikan secara kekeluargaan.
Komnas Perempuan juga mencatat adanya kekerasan dalam pacaran (KDP) yang signifikan. Catahu Komnas Perempuan mendokumentasikan angka KDP sejumlah 1.873 pada tahun 2017 dan sejumlah 2.073 pada tahun 2018. Komnas Perempuan mencatat bentuk-bentuk KDP antara lain pemaksaan hubungan seks, ingkar janji nikah, kekerasan dalam bentuk cyber, kekerasan fisik dan kekerasan ekonomi (Catatan Komnas Perempuan, 2019).
Hal lain yang perlu diungkap adalah masalah pelecehan seksual. Saat ini Indonesia tidak memiliki perangkat hukum yang mengkriminalkan pelecehan seksual. Organisasi perempuan telah melaporkan persoalan pelecehan seksual di berbagai ranah terutama pelecehan seksual di kalangan pekerja migran. Sekjen SBMI (Serikat Buruh Migran Indonesia) memaparkan bahwa pekerja migran perempuan Indonesia mengalami perkosaan dan pelecehan seksual hingga depresi, bahkan ada yang sampai hari ini belum bisa pulih. (SBMI, 2018). Organisasi-organisasi lintas isu telah menyerukan pentingnya pengesahan RUU PKS yang hingga hari ini belum ada kejelasannya.
Melihat begitu besarnya persoalan kekerasan seksual di Indonesia, masih lemahnya standar hukum dan budaya hukum terkait kekerasan seksual, serta masih mengakarnya budaya patriarki di dalam masyarakat yang menimbulkan berbagai bentuk kekerasan seksual terhadap banyak kelompok, khususnya perempuan, anak, disabilitas, dan kelompok rentan lainnya, maka Jurnal Perempuan akan menerbitkan JP 109 yang mengangkat tema ‘Pencegahan kekerasan Seksual di Indonesia’.
Pembahasan
Jurnal Perempuan mendukung semua pembahasan yang berkaitan dengan masalah sebagai berikut:
Keterangan Jurnal Perempuan
Jurnal Perempuan merupakan jurnal publikasi ilmiah yang terbit setiap empat bulan dengan menggunakan sistem peer review (mitra bestari). Jurnal Perempuan mengurai persoalan perempuan dengan telaah teoretis hasil penelitian dengan analisis mendalam dan menghasilkan pengetahuan baru. Perspektif JP mengutamakan analisis gender dan metodologi feminis dengan irisan kajian lain seperti filsafat, ilmu budaya, seni, sastra, bahasa, psikologi, antropologi, politik dan ekonomi.
Jurnal Perempuan telah terakreditasi secara nasional dengan No. Akreditasi:36/E/KPT/2019, peringkat SINTA 2. Semua tulisan yang dimuat di JP 109 akan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diunggah di website www.indonesianfeministjournal.org
Tenggat Waktu
Semua tulisan diharapkan masuk ke email Jurnal Perempuan selambatnya pada hari Senin, 12 Juli 2021 melalui unggahan pada: http://indonesianfeministjournal.org/index.php/IFJ/about/submissions , dengan terlebih dahulu membuat akun penulis JP. Jika mengalami kesulitan atau ada pertanyan, penulis dapat menghubungi Redaksi Jurnal Perempuan di: [email protected]
Etika & Pedoman Publikasi Ilmiah Jurnal Perempuan
1. Artikel merupakan hasil kajian dan riset yang orisinal, otentik, asli dan bukan merupakan plagiasi atas karya orang atau institusi lain. Karya belum pernah diterbitkan sebelumnya.
2. Artikel merupakan hasil penelitian, kajian, gagasan konseptual, aplikasi teori, dan ide tentang perempuan dan gender (identitas gender, orientasi seksual, LGBT) sebagai subjek kajian.
3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia, sejumlah 10-15 halaman (5000-7000 kata), diketik dengan tipe huruf Calibri ukuran 12, Justify, spasi 1, pada kertas ukuran kwarto dan atau layar Word Document dan dikumpulkan melalui alamat email pada ([email protected]).
4. Sistematika penulisan artikel disusun dengan urutan sebagai berikut: Judul komprehensif dan jelas dengan mengandung kata-kata kunci. Judul dan sub bagian dicetak tebal dan tidak boleh lebih dari 15 kata. Nama ditulis tanpa gelar, institusi, dan alamat email, dicantumkan di bawah judul. Abstrak ditulis dalam dua bahasa: Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia secara berurutan dan tidak boleh lebih dari 100-150 kata, disertai 3-5 kata kunci. Pendahuluan bersifat uraian tanpa sub bab yang memuat: latar belakang, rumusan masalah, landasan konseptual, dan metode penelitian. Metode Penelitian berisi cara pengumpulan data, metode analisis data, serta waktu dan tempat jika diperlukan. Pembahasan disajikan dalam sub bab-sub bab dengan penjudulan sesuai dalam kajian teori feminisme dan atau kajian gender seperti menjadi ciri utama JP. Penutup bersifat reflektif atas permasalahan yang dijadikan fokus penelitian/kajian/ temuan dan mengandung nilai perubahan. Daftar Pustaka yang diacu harus tertera di akhir artikel.
5. Catatan-catatan berupa referensi ditulis secara lengkap sebagai catatan tubuh (body note), sedangkan keterangan yang dirasa penting dan informatif yang tidak dapat disederhanakan ditulis sebagai Catatan Akhir (endnote).
6. Penulisan Daftar Pustaka adalah secara alfabetis dan mengacu pada sistem Harvard Style, misalnya (Arivia 2003) untuk satu pengarang, (Arivia & Candraningrum 2003) untuk dua pengarang, dan (Arivia et al. 2003) untuk empat atau lebih pengarang.
Contoh:
Arivia, G 2003, Filsafat Berperspektif Feminis, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta.
Amnesty International (AI) 2010, Left Without a Choice: Barriers to Reproductive Health in Indonesia, diakses pada 5 Maret 2016, jam 21.10 WIB,
http://www2.ohchr.org/english/bodies/cedaw/docs/ngos/AmnestyInternational_for_PSWG_en_Indonesia.pdf
Candraningrum, D (ed.) 2014, Body Memories: Goddesses of Nusantara, Rings of Fire and Narrative of Myth, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta.
Dhewy, A 2014, “Faces of Female Parliament Candidates in 2014 General Election”, Indonesian Feminist Journal, vol. 2 no. 2, h. 130-147.
“Sukinah Melawan Dunia” 2014, KOMPAS, 18 Desember, diakses 20 Desember 2014, http://nasional.kompas.com/read/2014/12/18/14020061/Sukinah.Melawan.Dunia
7. Penulis wajib melakukan revisi artikel sesuai anjuran dan review dari Dewan Redaksi dan Mitra Bestari.
8. Kepastian pemuatan diberitahukan oleh Pemimpin Redaksi dan atau Sekretaris Redaksi kepada penulis. Artikel yang tidak dimuat akan diberitahukan via email. Penulis yang tulisannya dimuat akan mendapatkan dua eksemplar JP cetak.
Indonesia telah memiliki berbagai aturan hukum dan kebijakan untuk melindungi perempuan dari kekerasan berbasis gender. Berbagai aturan hukum telah dibuat seperti Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT dan diikuti oleh Undang-Undang Perlindungan Saksi No. 13 tahun 2006 yang menetapkan konseling untuk para penyintas. Pemerintahan Indonesia juga telah mengalokasikan sumber daya untuk melakukan survei kekerasan terhadap perempuan meski hasilnya belum keluar (laporan SIGI-OECD, 2019).
Regulasi Presiden No.75 mengenai RANHAM 2015-2019 dan juga telah menetapkan target pengarusutamaan gender yang memiliki target khusus seperti: (1) Meningkatkan kualitas hidup dan peranan perempuan dalam pembangunan, (2) meningkatkan perlindungan perempuan dari kekerasan dan trafiking, (3) meningkatkan kapasitas institusi untuk pengarusutamaan gender dan perlindungan kekerasan terhadap perempuan (ADB, 2016). Pemerintah Indonesia telah pula mengadopsi berbagai kebijakan dan strategi untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan melalui rencana nasional dalam hak asasi manusia periode 2011-2014 dan menetapkan 400 institusi yang menangani kekerasan terhadap perempuan di tingkat nasional, propinsi dan kecamatan (CEDAW, 2012).
Meskipun berbagai aturan hukum dan kebijakan ditetapkan, kekerasan seksual di Indonesia tetap meningkat. Laporan Komnas Perempuan pada tahun 2019 menunjukkan bentuk kekerasan seksual khususnya di ranah rumahtangga meningkat signifikan.
Dari grafik di samping tertera bahwa kasus perkosaan dan perkosaan dalam perkawinan sangat signifikan selain kasus inses dan eksploitasi seksual. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 258 menetapkan hukuman penjara untuk tindakan perkosaan berkisar antara 4-12 tahun. "Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.” Hukuman yang lebih berat dikenakan di dalam pasal 286-288 untuk kasus-kasus perkosaan yang lebih berat. Ada masalah di sini soal kata “bersetubuh” yang tidak secara langsung menyebut perkosaan, meskipun demikian di dalam UU Kekerasan Domestik No.23/2004 (pasal 8, 46, 47, dan 53) secara jelas menyebut perkosaan atau pemaksaan hubungan seksual dan dapat dihukum.
Hal lain yang menjadi masalah adalah implementasi hukum yang sangat mengecewakan. Laporan CEDAW tahun 2012 dan 2016 menyebutkan bahwa penyelesaian hukum dalam kasus perkosaan seringkali diselesaikan di luar jalur hukum dengan cara membayar ganti rugi atau pihak keluarga hanya menuntut korban untuk dinikahkan agar keluarga diselamatkan dari rasa malu. Lebih mengecewakan lagi, perkosaan dalam perkawinan tidak dikenal di dalam masyarakat dan dianggap bukan masalah. Kasus perkosaan dalam perkawinan dilihat sebagai kasus pribadi dan hanya perlu diselesaikan secara kekeluargaan.
Komnas Perempuan juga mencatat adanya kekerasan dalam pacaran (KDP) yang signifikan. Catahu Komnas Perempuan mendokumentasikan angka KDP sejumlah 1.873 pada tahun 2017 dan sejumlah 2.073 pada tahun 2018. Komnas Perempuan mencatat bentuk-bentuk KDP antara lain pemaksaan hubungan seks, ingkar janji nikah, kekerasan dalam bentuk cyber, kekerasan fisik dan kekerasan ekonomi (Catatan Komnas Perempuan, 2019).
Hal lain yang perlu diungkap adalah masalah pelecehan seksual. Saat ini Indonesia tidak memiliki perangkat hukum yang mengkriminalkan pelecehan seksual. Organisasi perempuan telah melaporkan persoalan pelecehan seksual di berbagai ranah terutama pelecehan seksual di kalangan pekerja migran. Sekjen SBMI (Serikat Buruh Migran Indonesia) memaparkan bahwa pekerja migran perempuan Indonesia mengalami perkosaan dan pelecehan seksual hingga depresi, bahkan ada yang sampai hari ini belum bisa pulih. (SBMI, 2018). Organisasi-organisasi lintas isu telah menyerukan pentingnya pengesahan RUU PKS yang hingga hari ini belum ada kejelasannya.
Melihat begitu besarnya persoalan kekerasan seksual di Indonesia, masih lemahnya standar hukum dan budaya hukum terkait kekerasan seksual, serta masih mengakarnya budaya patriarki di dalam masyarakat yang menimbulkan berbagai bentuk kekerasan seksual terhadap banyak kelompok, khususnya perempuan, anak, disabilitas, dan kelompok rentan lainnya, maka Jurnal Perempuan akan menerbitkan JP 109 yang mengangkat tema ‘Pencegahan kekerasan Seksual di Indonesia’.
Pembahasan
Jurnal Perempuan mendukung semua pembahasan yang berkaitan dengan masalah sebagai berikut:
- Respons dan tanggung jawab institusi dalam masalah kekerasan seksual (institusi pendidikan, institusi agama, institusi politik, lembaga pemerintahan dan komisi-komisi bentukan pemerintah).
- Regulasi tubuh perempuan di tingkat kebijakan lokal.
- Kekerasan seksual dalam kelompok marjinal dan minoritas (anak, disabilitas, minoritas seksual, pekerja rumah tangga, masyarakat adat, dan lainnya).
- Quo vadis RUU PKS?
- Kekerasan seksual di ruang publik, seperti: di dunia kerja, di dunia pendidikan, di sarana pelayan publik, dan lainnya.
- Kekerasan seksual di internet dan media sosial.
- Efektifitas Hukum di Indonesia dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan seksual.
- Kekerasan seksual di dalam keluarga dan tradisi.
- Intervensi berbasis pembuktian (evidence-based intervention) dan program pencegahan kekerasan seksual di tingkat masyarakat, komunitas, dan individual.
Keterangan Jurnal Perempuan
Jurnal Perempuan merupakan jurnal publikasi ilmiah yang terbit setiap empat bulan dengan menggunakan sistem peer review (mitra bestari). Jurnal Perempuan mengurai persoalan perempuan dengan telaah teoretis hasil penelitian dengan analisis mendalam dan menghasilkan pengetahuan baru. Perspektif JP mengutamakan analisis gender dan metodologi feminis dengan irisan kajian lain seperti filsafat, ilmu budaya, seni, sastra, bahasa, psikologi, antropologi, politik dan ekonomi.
Jurnal Perempuan telah terakreditasi secara nasional dengan No. Akreditasi:36/E/KPT/2019, peringkat SINTA 2. Semua tulisan yang dimuat di JP 109 akan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diunggah di website www.indonesianfeministjournal.org
Tenggat Waktu
Semua tulisan diharapkan masuk ke email Jurnal Perempuan selambatnya pada hari Senin, 12 Juli 2021 melalui unggahan pada: http://indonesianfeministjournal.org/index.php/IFJ/about/submissions , dengan terlebih dahulu membuat akun penulis JP. Jika mengalami kesulitan atau ada pertanyan, penulis dapat menghubungi Redaksi Jurnal Perempuan di: [email protected]
Etika & Pedoman Publikasi Ilmiah Jurnal Perempuan
1. Artikel merupakan hasil kajian dan riset yang orisinal, otentik, asli dan bukan merupakan plagiasi atas karya orang atau institusi lain. Karya belum pernah diterbitkan sebelumnya.
2. Artikel merupakan hasil penelitian, kajian, gagasan konseptual, aplikasi teori, dan ide tentang perempuan dan gender (identitas gender, orientasi seksual, LGBT) sebagai subjek kajian.
3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia, sejumlah 10-15 halaman (5000-7000 kata), diketik dengan tipe huruf Calibri ukuran 12, Justify, spasi 1, pada kertas ukuran kwarto dan atau layar Word Document dan dikumpulkan melalui alamat email pada ([email protected]).
4. Sistematika penulisan artikel disusun dengan urutan sebagai berikut: Judul komprehensif dan jelas dengan mengandung kata-kata kunci. Judul dan sub bagian dicetak tebal dan tidak boleh lebih dari 15 kata. Nama ditulis tanpa gelar, institusi, dan alamat email, dicantumkan di bawah judul. Abstrak ditulis dalam dua bahasa: Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia secara berurutan dan tidak boleh lebih dari 100-150 kata, disertai 3-5 kata kunci. Pendahuluan bersifat uraian tanpa sub bab yang memuat: latar belakang, rumusan masalah, landasan konseptual, dan metode penelitian. Metode Penelitian berisi cara pengumpulan data, metode analisis data, serta waktu dan tempat jika diperlukan. Pembahasan disajikan dalam sub bab-sub bab dengan penjudulan sesuai dalam kajian teori feminisme dan atau kajian gender seperti menjadi ciri utama JP. Penutup bersifat reflektif atas permasalahan yang dijadikan fokus penelitian/kajian/ temuan dan mengandung nilai perubahan. Daftar Pustaka yang diacu harus tertera di akhir artikel.
5. Catatan-catatan berupa referensi ditulis secara lengkap sebagai catatan tubuh (body note), sedangkan keterangan yang dirasa penting dan informatif yang tidak dapat disederhanakan ditulis sebagai Catatan Akhir (endnote).
6. Penulisan Daftar Pustaka adalah secara alfabetis dan mengacu pada sistem Harvard Style, misalnya (Arivia 2003) untuk satu pengarang, (Arivia & Candraningrum 2003) untuk dua pengarang, dan (Arivia et al. 2003) untuk empat atau lebih pengarang.
Contoh:
Arivia, G 2003, Filsafat Berperspektif Feminis, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta.
Amnesty International (AI) 2010, Left Without a Choice: Barriers to Reproductive Health in Indonesia, diakses pada 5 Maret 2016, jam 21.10 WIB,
http://www2.ohchr.org/english/bodies/cedaw/docs/ngos/AmnestyInternational_for_PSWG_en_Indonesia.pdf
Candraningrum, D (ed.) 2014, Body Memories: Goddesses of Nusantara, Rings of Fire and Narrative of Myth, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta.
Dhewy, A 2014, “Faces of Female Parliament Candidates in 2014 General Election”, Indonesian Feminist Journal, vol. 2 no. 2, h. 130-147.
“Sukinah Melawan Dunia” 2014, KOMPAS, 18 Desember, diakses 20 Desember 2014, http://nasional.kompas.com/read/2014/12/18/14020061/Sukinah.Melawan.Dunia
7. Penulis wajib melakukan revisi artikel sesuai anjuran dan review dari Dewan Redaksi dan Mitra Bestari.
8. Kepastian pemuatan diberitahukan oleh Pemimpin Redaksi dan atau Sekretaris Redaksi kepada penulis. Artikel yang tidak dimuat akan diberitahukan via email. Penulis yang tulisannya dimuat akan mendapatkan dua eksemplar JP cetak.