Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
Warta Feminis

Tapak Tilas dan Refleksi atas 40 Tahun Perjalanan CEDAW di Indonesia

16/8/2024

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
     ​Pada Senin (12/8/2024) lalu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (KPPPA) bersama UN Women menyelenggarakan kegiatan lokakarya “40 Tahun Implementasi CEDAW: Memperkuat Sinergi Perlindungan Hak Perempuan di Indonesia” secara tatap muka di Hotel Shangri-La, Jakarta, dan secara daring melalui siaran Zoom dan YouTube. Lokakarya ini dimaksudkan sebagai refleksi bagi perjalanan pra dan pasca ratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 1984.
​

     Adi Winarso dari Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) membuka lokakarya dengan mengingatkan audiens akan perjuangan ratifikasi CEDAW. Menurutnya, proses ini memerlukan langkah strategis dan harus terus dikawal untuk mengimplementasikan keadilan gender di Indonesia.
 
     Bintang Puspayoga selaku Menteri PPPA turut hadir secara virtual. Dalam pidato pembukanya, ia menyerukan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan sebagai amanat UUD 1945. Ia juga mendukung penguatan praktik-praktik baik di kalangan akar rumput untuk menghapuskan diskriminasi, tentunya dengan memaksimalkan kekuatan hukum UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). sambutan berikutnya diisi oleh Dwi Yuliawati Faiz dari UN Women, yang mempresentasikan perjalan CEDAW di Indonesia yang cukup berliku. Bahkan dalam tubuh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri, kiranya dibutuhkan dua dekade untuk mengenali adanya diskriminasi gender.
 
     Lokakarya ini menampilkan dua sesi diskusi. Pada sesi pertama, terdapat Ratna Susianawati (Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KPPA), Dhahana Putra (Direktur Jenderal HAM, Kementerian Hukum dan HAM), Indah Nuria Savitri (Direktur HAM dan Kemanusiaan, Kementerian Luar Negeri), serta Listyowati (CEDAW Working Group Indonesia).
 
     Memastikan regulasi yang ada memiliki perspektif gender adalah salah satu tujuan penting dari CEDAW, ujar Ratna kala membuka diskusi. Dalam konteks kini, kerja-kerja iklim dan ekonomi perawatan menjadi topik yang mengundang perhatian khalayak. Ratna menyatakan, untuk mendukungnya, impelementasi CEDAW harus dikukuhkan lewat berbagai aturan pelaksana yang mengikat, sehingga dapat mendorong regulasi berperspektif gender seperti yang diupayakan dalam CEDAW.
 
     Hal yang sama juga dituturkan Indah Nuria Savitri. Direktur HAM Kemenlu itu juga menyinggung implementasi CEDAW di Indonesia yang sangat panjang dan berliku. Untuk sekarang ini, isu perdamaian dan keamanan global menjadi prioritas dunia. CEDAW, dalam butir-butirnya, mendukung penguatan posisi perempuan pada dua sektor strategis ini. Menurutnya, akan sangat baik jika perempuan bisa memperkuat partisipasinya dalam bidang tersebut.
 
     Selanjutnya, Dhahana Putra menyampaikan bahwa Indonesia sudah meratifikasi delapan dari sembilan instrumen HAM internasional. Sebagai instrumen HAM internasional pertama yang diratifikasi Indonesia, CEDAW membuka jalan bagi instrumen lainnya untuk dapat diratifikasi. Catatan untuk Indonesia sekarang ini adalah memaksimalkan dampak dan kekuatan hukum dari CEDAW dan instrumen internasional lainnya.
 
     Setiap periode, CEDAW Working Group Indonesia (CWGI) membuat laporan kerja CEDAW. Hal ini disampaikan oleh Listyowati. Untuk tahun ini, Indonesia akan mengintegrasikan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) ke dalam laporan tersebut.
 
     Sebagai pengingat, Listyowati juga menekankan keterwakilan yang bermakna menjadi substansi yang harus dipertahankan dalam sistem hukum Indonesia. Perspektif dan diseminasi CEDAW di Indonesia harus digalakkan agar tujuan besar itu bisa tercapai. “40 tahun CEDAW bukan waktu yang sebentar,” tukasnya, “PR (pekerjaan rumah–red) kita adalah agar ratifikasi bisa dijalankan dengan komitmen.”
 
     Sesi kedua dilakukan setelah istirahat singkat. Kali ini, Retty Ratnawati (Komisioner Komnas Perempuan), Luluk Nur Hamidah (Anggota DPR RI 2019-2024), Boby Wahyu Hernawan (Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Kementerian Keuangan), dan Ayu Oktarini (Koordinator Nasional, Ikatan Perempuan Positif Indonesia) menjadi panelis.
 
     Retty Ratnawati berkesempatan membuka sesi dengan penjabaran mengenai masih banyaknya aturan diskriminatif terhadap perempuan. Aturan-aturan yang ada dinilai tidak komprehensif. “Melindungi, tapi tidak lengkap,” ujar Komisioner Komnas Perempuan tersebut. Beberapa praktik diskriminatif, seperti tes keperawanan dan sunat perempuan, bahkan masih mendapat pembelaan berdasarkan keyakinan dan norma masyarakat. Praktik di pengadilan pun banyak yang merugikan perempuan.
 
     Proses yang panjang dan diskriminasi terhadap upaya penghapusan kekerasan dan diskriminasi perempuan ini sayangnya masih lumrah di Indonesia. Itu jugalah yang membuat pengesahan UU TPKS menjadi sulit dan lambat dilakukan. Namun, bukan berarti tidak bisa diusahakan lewat praktik-praktik baik. “Kerja-kerja kolektif yang baik ini tidak bisa dilakukan sendirian,” kata Luluk Nur Hamidah menanggapi hal ini. Anggota DPR RI itu juga mengingatkan audiens akan pentingnya representasi perempuan. Tidak hanya di DPR RI, tapi juga di ruang publik lainnya.
 
     Menyambung komentar Luluk soal representasi, Boby Wahyu Hernawan mengutarakan upaya pemenuhan kuota perempuan di Kementerian Keuangan yang didukung penuh oleh Menteri Keuangan. Meskipun hanya terdapat tiga dari dua belas dirjen perempuan di tubuh Kementerian Keuangan. Namun, upaya representasi ini terus didorong. Dalam paparannya pula, Boby mempresentasikan kebijakan pembiayaan perubahan iklim yang responsif gender. Praktik pembiayaan ini dilakukan termasuk dalam kegiatan pasar karbon dan pemberdayaan perempuan tingkat tapak.
 
     ​Ayu Oktarini sebagai perwakilan dari Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) mengungkapkan pengalamannya sebagai Orang Dengan HIV (ODHIV). “Masih banyak masalah bagi ODHIV,” ujarnya. Masalah tersebut mencakup akses layanan yang tidak merata terutama di desa, stigma oleh tenaga kesehatan berdasarkan nilai-nilai pribadi, usia dan status pernikahan, juga kurikulum yang tidak sinergis dengan pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi. Atas hal ini, ia merekomendasikan pemenuhan layanan kesehatan perempuan yang komprehensif, utamanya pada tahap perencanaan dan persiapan kehamilan, dukungan anak dan remaja, penanganan kekerasan berbasis gender, serta pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah yang tidak bias. (Nada Salsabila)

Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024