Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
Warta Feminis

RUU Masyarakat Adat Versi DPR Masih Mengandung Sejumlah Persoalan

30/8/2018

 
Picture
Senin, 27 Agustus 2018 bertempat di rumah AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), Koalisi  Masyarakat Sipil Pengawal RUU Masyarakat Adat mengadakan konferensi pers tentang RUU (Rancangan Undang-Undang) Masyarakat Adat. Dalam kesempatan itu Muhammad Arman, Devi Anggraini, Khalisa Khalid dan Siti Rahma memaparkan urgensi dari RUU Masyarakat Adat.  
 
Nurul Firmansyah selaku moderator menyampaikan bahwa tema konferensi pers  tersebut adalah “Bineka adalah Keniscayaan”. Menurut Nurul tema ini menjadi relevan karena masyarakat adat merupakan pilar kebangsaan Indonesia, masyarakat adat lebih dahulu hadir sebelum lahirnya republik Indonesia, dan  masyarakat adat juga merupakan manifestasi dari keberagaman. Sehingga menurutnya, kehadiran UU (Undang-Undang) Masyarakat Adat menjadi penting dalam upaya mengakomodasi hak masyarakat adat dan menjamin kebudayaan.
 
Saat ini draft RUU Masyarakat Adat versi DPR RI sudah berada pada tahap pembahasan di Baleg (Badan Legislasi) DRP RI, namun dari segi substansi draft tersebut mengandung sejumlah persoalan karena draft RUU tersebut berpotensi menghilangkan keberadaan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat. 
 
Mengacu pada policy brief  yang telah disusun oleh koalisi, setidaknya ada 6 aspek yang perlu diperhatikan dalam membincang hak masyarakat adat yaitu;  hak atas wilayah adat, hak atas budaya spiritual, hak perempuan adat, hak anak dan pemuda adat, hak atas lingkungan hidup, hak untuk berpartisipasi. Aspek-aspek ini seharusnya menjadi perhatian dan harus hadir di dalam UU masyarakat adat.
 
Muhammad  Arman  selaku Direktur Advokasi Kebijakan Hukum dan Hak Asasi Manusia AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) menyatakan bahwa sejumlah konflik terjadi karena ketiadaan UU khusus yang mengatur tentang masyarakat adat. Setidaknya ada 127 kasus yang dihadapi oleh komunitas masyarakat adat yang berdampak pada pemenjaraan 262 orang. Arman juga mengatakan bahwa terdapat 3,2 juta masyarakat adat yang saat ini terancam hak kewarganegaraannya dan tidak dapat mengakses hak politiknya karena mereka hidup di kawasan konflik yaitu kawasan hutan dan kawasan HGU (Hak Guna Usaha). Arman menyatakan bahwa Kementerian Dalam Negeri tidak mau memberikan bukti kependudukan bila masyarakat adat masih menempati daerah konflik tersebut, padahal bukti kependudukan adalah hak warga negara.
 
Khalisah Khalid dari WALHI menyatakan persoalan lain terkait pengabaian pengetahuan masyarakat adat. Khalisa melihat bahwa masyarakat adat memiliki pengetahuan, nilai dan praktik dalam mengelola kekayaan alam dengan keragamannya. Tetapi dalam pengelolaan SDA (Sumber Daya Alam) negara menerapkan perspektif monokultur, artinya pengelolaan SDA mengacu pada satu sumber yaitu pengetahuan modern dan mengabaikan keterlibatan pengetahuan dan pengalaman masyarakat adat.  Padahal pengetahuan masyarakat adat  merupakan fondasi dari kebudayaan. Persoalan pengabaian pengetahuan masyarakat berdampak pada relasi perempuan di dalam masyarakat.

Devi Anggraini dari Perempuan AMAN dalam kesempatan tersebut mengajak para hadirin untuk berefleksi tentang dasar didirikannya negara ini. Menurut Devi semangat berdirinya Indonesia adalah semangat perlawanan terhadap penindasan dan terhadap relasi yang tidak setara. Menurutnya, sedari awal bangsa ini dibangun, sudah ada kesadaran bahwa Indonesia dibangun atas dasar kebinekaan.  Ironis bahwa dalam kebangsaan Indonesia, keragaman identitas tergerus sedemikan rupa.
 
“Kami dari Perempuan AMAN, mengikuti proses draft RUU Masyarakat Adat ini, kami sadar betul bahwa banyak masukan terkait perspektif gender yang tidak ada di dalam RUU versi DPR RI, baik di awal gagasan hingga diskusi yang telah cukup panjang di Baleg DPR RI dan AMAN,”  tutur Devi.  Bagi Devi hal kesetaraan gender penting untuk hadir dalam UU Masyarakat Adat agar dapat memastikan tiap kelompok khususnya minoritas memiliki tempat dalam masyarakat dan untuk menjamin inklusifitas. Artinya tiap kelompok seperti perempuan, anak, pemuda, lansia, disabilitas, kelompok miskin dan lainnya harus terjamin haknya untuk berpartisipasi dan menyuarakan aspirasinya sebagai bagian dari masyarakat tanpa mengalami diskriminasi. 

RUU Masyarakat Adat seharunya mengenali keberadaan perempuan adat. Menurut Devi perempuan adat mempunyai hak sebagai warga negara, hak individu perempuan adat, hak kolektif perempuan adat dan hak kolektif sebagai bagian dari masyarakat adat termasuk hak kolektif dalam aspek ekspresi budaya. Bagi Devi hak perempuan adat bersifat indivisibility yang artinya dalam satu identitas perempuan adat terdapat keterhubungan hak yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Hak kolektif perempuan adat dapat dilihat dari keseharian mereka yang erat dengan pengetahuan lokal, wilayah kelola dan otoritas.

Perempuan adat menurut Devi memiliki peran kunci dalam menjamin berlangsungnya keberadaan masyarakat adat karena mereka memiliki pengetahuan soal tenun, benih, perladangan, ritual, pengobatan, persalinan dan lain sebagainya. Berdasarkan pengetahuan-pengetahuan tersebut, perempuan mengambil peran-peran tertentu di dalam masyarakat adat. Melalui peran inilah perempuan memastikan keberadaan dan juga kemandiriannya di dalam masyarakat adat juga negara.  Ironis bahwa teradapat kebijakan negara yang alih-alih menjamin hak malah membuat rentan posisi perempuan. 

Lebih jauh, menurut Devi , peraturan Menteri Kesehatan RI yang mengatur tentang dukun beranak telah menyingkirkan dan bahkan berpotensi mengkriminalkan perempuan adat yang berperan sebagai dukun beranak. Permen  Kesehatan RI No. 97 tahun 2014 menyatakan bahwa praktik dukun beranak harus dalam pendampingan bidan, artinya bila perempuan adat yang menjalankan fungsinya sebagai dukun beranak tanpa dampingan bidan maka  ia dapat dikriminalisasi.  Peraturan semacam ini merugikan perempuan adat yang memiliki pengetahuan, mereduksi peran-peran perempuan dari masyarakat adat di tingkat kampung dan membuat perempuan tercerabut dari pelibatan.

Perempuan adat memiliki peran kunci dalam keberlangsungan masyarakat adat karena mereka adalah kelompok yang mampu merepresentasikan nilai adat, jembatan pengetahuan dan menjadi kunci untuk meneruskannya ke generasi mendatang. Perempuan Adat memiliki fungsi tidak hanya dalam kehidupan masyarakat adat tetapi juga dalam memaknai dan menjamin keberlangsungan kebinekaan sebagai identitas bangsa Indonesia. 

Muhammad Arman menekankan bahwa  UU Masyarakat Adat nantinya harus dapat menata ulang hubungan antara Masyarat Adat dengan negara, dengan mengutamakan prinsib-prinsip keadilan, transparasi, menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, perlakuan tanpa diskriminasi dan Pro lingkungan hidup. (Abby Gina)


Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024