Dok. Rumah KitaB Rumah Kitab menyelenggarakan sebuah webinar bertajuk “Ketika Rumah Tak Lagi Aman: Stop Kekerasan Seksual Anak di Lingkup Keluarga” pada Kamis (12/6/2025). Acara ini digelar secara daring melalui platform Zoom dan diikuti oleh ratusan peserta dari berbagai daerah di Indonesia. Webinar ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak, khususnya yang terjadi di lingkungan keluarga sendiri. Rumah KitaB menggandeng berbagai narasumber kompeten dari kalangan pemerintah, psikolog, hingga aktivis anak dan tokoh agama. Webinar dibuka secara resmi oleh Veronica Tan, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Dalam sambutannya, Veronica menyoroti tingginya kasus kekerasan seksual terhadap anak yang pelakunya justru berasal dari lingkungan terdekat, termasuk keluarga. Ia menegaskan bahwa pemerintahan Prabowo berkomitmen kuat memperjuangkan hak-hak anak, salah satunya melalui program-program prioritas yang ditujukan bagi perlindungan dan pemberdayaan anak. Veronica juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu dalam upaya pencegahan kekerasan seksual terhadap anak. Salah satu pembicara dalam webinar ini adalah Khaluna Tahzani Rara Anggita, perwakilan dari Forum Anak Cianjur. Khaluna menyampaikan pandangan serta harapan anak-anak terhadap lingkungan yang aman dan mendukung pertumbuhan mereka. Ia menekankan pentingnya suara anak didengar dalam setiap kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan anak. Menurutnya, keterlibatan anak sebagai subjek, bukan objek, menjadi kunci dalam menciptakan ruang aman bagi mereka. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Sylvana Apituley, juga hadir sebagai narasumber dan membagikan data serta pengalamannya dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual anak. Sylvana Apituley menegaskan bahwa Indonesia saat ini berada dalam kondisi darurat kekerasan seksual terhadap anak. Ia menyuarakan prinsip zero tolerance atau tidak ada toleransi sedikit pun terhadap bentuk kekerasan terhadap anak. Kekerasan seksual bukan hanya meninggalkan luka fisik, tetapi juga menyebabkan kerusakan psikologis jangka panjang, seperti trauma, depresi, dan gangguan perkembangan mental. Sylvana menekankan bahwa sistem perlindungan anak harus diperkuat dan semua pihak harus berperan aktif dalam pencegahan. Membangun sistem perlindungan yang berpihak pada korban dan memperkuat mekanisme pelaporan yang aman dan rahasia menjadi sangat penting. KPAI, lanjutnya, terus mendorong penguatan hukum dan edukasi kepada masyarakat. Vitria Lazzarini Latief, seorang psikolog, memberikan penjelasan dari sisi psikologis tentang dampak jangka panjang kekerasan seksual terhadap anak. Ia menjelaskan tahapan terjadinya kekerasan seksual dalam lingkup keluarga yang sering kali bersifat sistematis dan berulang. Ia memaparkan lima tahapan penting: tahap engagement (keterlibatan) di mana pelaku mulai membangun kedekatan dengan anak, dilanjutkan dengan tahap sexual interaction (interaksi seksual). Setelah itu, terjadi tahap secrecy (kerahasiaan) di mana korban dipaksa bungkam. Kemudian masuk tahap disclosure (pengungkapan), dan terakhir tahap suppression (penekanan), di mana korban diintimidasi atau ditekan agar tidak melanjutkan laporan. Pengetahuan tentang tahapan ini sangat penting agar masyarakat lebih peka terhadap tanda-tanda awal kekerasan.
Trauma yang dialami korban bisa berpengaruh besar pada perkembangan emosi dan sosial mereka di masa depan. Oleh karena itu, penanganan pasca-kasus dan pendampingan psikologis sangat dibutuhkan agar anak dapat pulih dan kembali menjalani kehidupan secara normal. Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm, dari Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) dan Founder Ngaji KGI, memberikan perspektif agama dalam menanggapi isu ini. Ia menegaskan bahwa kekerasan seksual terhadap anak adalah pelanggaran serius terhadap ajaran Islam dan nilai-nilai kemanusiaan. Di akhir pemaparannya, Nur Rofiah menjelaskan bahwa dalam Islam, pengasuhan anak bukanlah hubungan satu arah. Orang tua dan anak seharusnya bekerja sama untuk mencapai kemaslahatan bersama dan saling menjadi teladan dalam proses kehidupan. Relasi ini seharusnya bersifat adil, mendidik, dan tumbuh bersama dalam cinta serta tanggung jawab. Webinar ini diakhiri dengan sesi tanya jawab interaktif yang memperlihatkan antusiasme peserta dalam membahas isu kekerasan seksual anak. Para peserta memberikan apresiasi terhadap keberanian para pembicara dalam membuka realitas yang sering disembunyikan. Rumah KitaB berharap kegiatan ini dapat menjadi langkah awal bagi masyarakat untuk lebih sadar dan responsif terhadap perlindungan anak. Melalui kolaborasi lintas sektor, rumah sebagai tempat perlindungan dapat benar-benar kembali menjadi ruang aman bagi setiap anak. (Elisabet Ardiningsih Wiko) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
October 2025
Categories |

RSS Feed