Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025
Warta Feminis

Praktik Tradisi Perbudakan di Sumba Timur: Upaya Mengungkap dan Memutus Rantai Eksploitasi Manusia

2/12/2024

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
     Pada Jumat (29/11/2024) telah dilaksanakan diskusi kritis bertajuk “Tinjauan Kritis Tentang Perbudakan di Sumba Timur” dalam rangka memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) yang berlangsung di Gedung IASTH Lantai 5, Universitas Indonesia (UI) Salemba, Jakarta Pusat. Acara ini diinisiasi oleh Program Studi Kajian Gender Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI, Klaster Riset Perempuan, Generasi Muda, Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial SKSG UI, bekerja sama dengan Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi Indonesia (PERUATI) Sumba.

     Acara diskusi ini dihadiri oleh akademisi, aktivis, media, dan perwakilan lembaga pemerintah, termasuk para pembicara dalam diskusi ini, yakni Rainy Maryke Hutabarat (Komisioner Komnas Perempuan), Ai Maryati Solihah (Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia–KPAI), Pdt. Herlina Ratu Kenya, MAPT. (Ketua PERUATI Sumba), dan Mia Siscawati, Ph.D. (Ketua Program Studi Kajian Gender SKSG UI). Diskusi ini bertujuan untuk menyuarakan pengalaman ketidakadilan yang terjadi di Sumba Timur, membedah tradisi sistem perbudakan tradisional di Sumba Timur yang masih terjadi, menyebarluaskan bahwa praktik perbudakan tradisional sebagai tindakan pelanggaran HAM, hak asasi perempuan, dan merupakan bagian dari isu besar ketidaksetaraan gender yang harus disadari oleh semua pihak agar mendapat perhatian untuk di atasi, serta mengeksplorasi rekomendasi untuk memutus siklus atau sistem perbudakan.

     Direktur SKSG UI, Dr. Athor Subroto, dalam sambutannya menekankan bahwa situasi ini sangat mengkhawatirkan, karena praktik perbudakan masih terjadi di era modern saat ini. SKSG UI sangat mendukung upaya aktivisme ini melalui mahasiswa, baik dalam bentuk penelitian, kajian, maupun aktivitas lainnya. Athor berharap diskusi ini dapat menjadi langkah awal untuk membangun masyarakat yang lebih egaliter.

     Pdt. Herlina Ratu Kenya menjelaskan bahwa sistem perbudakan di Sumba Timur berakar pada praktik tradisi dalam struktur sosial masyarakat yang terbagi menjadi tiga golongan yakni kaum Maramba (kaum bangsawan), Kabihu (kaum merdeka), dan Ata (kaum hamba atau budak). Sistem ini diwariskan turun-temurun, perempuan dalam kaum hamba atau budak (Ata) menjadi korban utama dan paling rentan mengalami kekerasan berlapis. Perempuan Ata mengalami eksploitasi seksual, fisik, psikis, pembatasan akses pendidikan, kontrol penuh atas tubuh, seksualitas, dan reproduksi keturunan oleh tuannya (Maramba). Perempuan Ata tidak hanya mengalami eksploitasi dari Maramba saja, tetapi juga dari sesama hamba atau Ata, yakni hamba laki-laki.

     Menurut Pdt. Herlina, sistem ini adalah warisan sejarah peperangan antarkampung yang menyebabkan pihak kalah menjadi budak. Namun, hingga kini, budaya ini tetap hidup melalui legitimasi tradisi yang melanggengkan ketidakadilan melalui relasi kuasa antara kelompok bangsawan dan budak.

     Perempuan Ata pun tidak tinggal diam, mereka juga pernah melakukan perlawanan personal, “Ada perempuan Ata di Sumba Timur, meminum ramuan tradisional untuk mengeringkan rahimnya. Hal ini bertujuan agar ia tidak lagi melahirkan generasi penerus budak, ini adalah salah satu bentuk perlawanan perempuan,” jelas Pdt. Herlina.

     Dimensi Kekerasan Berlapis yang dialami perempuan Ata juga diuraikan oleh Rainy Maryke Hutabarat dari Komnas Perempuan, yakni terkait tantangan geografis dan budaya yang memperkuat siklus perbudakan. Anak-anak dari kasta Ata sering dijadikan komoditas yang diperjualbelikan. Mereka menjadi korban kekerasan seksual dan eksploitasi reproduksi, sebuah praktik yang melanggar HAM. Tubuh mereka dipandang sebagai alat produksi manusia untuk melanggengkan sistem perbudakan. Rainy juga menyoroti kebutuhan mendesak akan dokumentasi dan data yang akurat untuk mendorong langkah hukum dan kebijakan perlindungan.

     Rainy juga menjelaskan bahwa eksploitasi sebagai Ata berlangsung seumur hidup dan bergenerasi di bawah kendali penuh tuannya. Seorang Ata seumur hidup berada dalam penguasaan Maramba sebagai properti termasuk dengan anak-anaknya. Selain itu terdapat situasi perdagangan anak perempuan, yakni ketika kaum bangsawan menjual budak mereka atau Ata pa’kei (hamba yang di-belis) hal ini juga belum diakui oleh negara. Praktik ini sangat berbahaya dan merugikan perempuan karena berpotensi berlaku seumur hidup.

     Langgengnya praktik perbudakan disebabkan oleh beberapa faktor seperti, pemerintah yang tidak melakukan tindakan proaktif untuk menghapus perbudakan di Sumba Timur dan berlindung di balik tidak adanya pengaduan. Akses pelaporan ata atas pelanggaran HAM atau kekerasan berbasis gender hampir tidak ada karena hidup dalam penguasaan, ketidaktahuan, dan ketakutan. Struktur sosial feodal yang diwariskan sebagai budaya dinormalisasi karena melekat dalam adat Marapu, kontroversi ini disinyalir juga karena di dalam pejabat  pemerintah sendiri juga terdapat kaum Maramba. Kondisi demikian membuat pemerintah tidak bertindak tegas dalam menghapus praktik perbudakan.

     Praktik perbudakan dalam kerangka konvensi menentang penyiksaan dan identifikasi hak-hak dasar telah melanggar hak bebas dari perlakuan diskriminasi (Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945), hak atas keadilan dan pemulihan (rekomendasi umum CEDAW Pasal 33), hak atas otonomi tubuh, hak atas pendidikan dan hak untuk mengembangkan diri (UUD Pasal 28C), hak atas kerja layak dan upah kayak (UUD RI Pasal 27 ayat (2)), hak sosial politik dalam hal ini berorganisasi dan berserikat (Pasal 28E ayat (3) UUD 1945), dan hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak milknya (UU HAM Pasal 29) dan Pasal 30 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta pelindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.

     Ai Maryati Solihah dari KPAI memaparkan eksploitasi anak khususnya dalam konteks sistem perbudakan yang melibatkan kerja paksa hingga eksploitasi seksual. Kondisi anak-anak dalam sistem perbudakan di Sumba Timur sangat memprihatinkan. Karena mereka tidak memiliki akta lahir, akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan yang juga tidak didapatkan. Ketimpangan ini memperparah siklus eksploitasi dan merenggut peluang bagi anak-anak untuk keluar dari situasi perbudakan. Maryati menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menuntaskan eksploitasi pada perempuan dan anak serta menghapus tradisi perbudakan.

     Mia Siscawati menekankan pentingnya penelitian berbasis pendekatan interseksionalitas untuk memahami dimensi kompleks dari masalah ini. Penelitian yang melibatkan suara korban yang dinilai penting untuk mendorong perubahan sosial yang inklusif. Mia juga menerangkan mengenai perspektif antropologi feminis dan feminisme poskolonial untuk memahami dan memerangi perbudakan.

     Mia menekankan pentingnya menjadikan perempuan Ata sebagai subjek penelitian yang memiliki agensi, sekaligus penting untuk mengkritisi tradisi yang selama ini dianggap sah oleh masyarakat, serta perlunya metode penelitian yang sensitif, reflektif, dan interseksionalitas untuk memastikan pendekatan yang berperspektif perempuan, tidak menyinggung, dan merugikan subjek.

     Diskusi ini juga menghasilkan beberapa rekomendasi strategis, di antaranya seperti mendorong edukasi berbasis HAM untuk semua lapisan masyarakat. Kemudian, dukungan suara dan advokasi kolektif dari aktivis, akademisi, lembaga agama (gereja), Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Masyarakat Sipil, dan tentunya pemerintah sangat penting bagi para korban untuk memastikan perubahan sosial dan memutus sistem perbudakan yang membelenggu kaum Ata.

     Pemerintah pusat dan daerah harus segera melakukan dokumentasi dan pendataan komprehensif tentang situasi kondisi perbudakan di Sumba Timur. Pemerintah juga perlu menyediakan akses pelaporan dengan mekanisme perlindungan yang diinformasikan secara luas kepada warga. Selain itu penting membuat kebijakan afirmasi untuk memastikan akses pendidikan dan kemandirian ekonomi bagi warga yang rentan mengalami eksploitasi dan kekerasan terkait posisi sosialnya sebagai hamba. DPR RI juga perlu untuk mengintegrasikan larangan praktik tradisional yang diskriminatif dan berpotensi berbahaya terhadap perempuan masuk dalam RUU Masyarakat Hukum Adat.
​

     Acara ini diakhiri dengan seruan untuk melanjutkan dan mendorong penelitian dan advokasi, serta mendesak pemerintah agar mengambil langkah konkret dalam menghapus sistem perbudakan di Sumba Timur secara permanen. (Putu Gadis Arvia Puspa)

Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    June 2025
    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025