Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025
Warta Feminis

Pembukaan APKS  oleh Komnas Perempuan: Pentingnya Keterlibatan Lintas Sektor dalam Penghapusan Kekerasan Seksual

9/10/2024

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
     Pada Senin (7/10/2024) lalu, Komnas Perempuan melangsungkan Kuliah Umum sebagai penanda Pembukaan dan Pelatihan Penghapusan Kekerasan Seksual Bagi Aparat Penegak Hukum, Pengada Layanan dan Pendamping dengan Perspektif HAMBG dan SPPT-PKKTP. Kuliah umum pembuka ini dilaksanakan secara daring dengan tujuan meningkatkan kesadaran mengenai kekerasan seksual yang lebih luas. Andy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan melalui wakilnya, Olivia Chadidjah Salampessy, menyampaikan bahwa harapan dilaksanakannya pelatihan adalah untuk merefleksikan pengadaptasian Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) selama menjelang 3 tahun disahkan, baik dari tingkat penegak hukum, lembaga pelayanan, yang diselenggarakan oleh pemerintah atau lembaga masyarakat.

     Komnas Perempuan menginisiasi Akademi Penghapusan Kekerasan Seksual (APKS) dengan tujuan membangun kesepahaman dan menguatkan perspektif dan keterampilan dari semua pemangku keterampilan dalam UU TPKS. APKS ini diharapkan menjadi ruang belajar bagi semua dalam memahami situasi korban kekerasan seksual dari sudut pandang penegak hukum, pemberi layanan, serta pendamping korban, baik dari tingkat pemerintah dan masyarakat guna memastikan korban mendapatkan hak-haknya. Salah satu tujuan dari pelatihan ini untuk mendorong tanggung jawab negara dan partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dengan kerja sama yang inklusif.
 
     Gagasan mengenai kegiatan APKS telah dilakukan dari setahun lalu bersama jejaring masyarakat sipil. Tahun ini, APKS akan melakukan pendalaman pada isu penyiksaan seksual dan memfokuskan kepada Aparat Penegak Hukum (APH), lembaga penyedia layanan, serta pendamping korban dari 5 wilayah, antara lain: Sumatera Utara, Jawa Barat, Bali, Sulawesi Tengah, dan Maluku. Kegiatan pelatihan APKS akan berlangsung mulai dari 7 Oktober secara online hingga dilaksanakan secara offline di Hotel Royal Kuningan Jakarta, pada 16-21 Oktober 2024.
 
     Kegiatan pembukaan pelatihan dibuka dengan dua sesi kuliah umum yang disampaikan oleh Sri Nurherwati, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) periode 2024-2029, dan Azriana, seorang pegiat HAM dan pengacara perempuan.
 
     Sri Nurherwati menekankan pentingnya UU TPKS dalam melindungi korban kekerasan seksual, khususnya terkait kasus perkosaan. Menurutnya, pengkategorian perkosaan sebagai kejahatan kesusilaan dalam undang-undang sebelumnya sering menempatkan korban dan pelaku dalam posisi yang seolah-olah setara, sehingga memicu reviktimisasi atau pengulangan trauma bagi korban.
 
     "UU TPKS tidak hanya terkait nilai kesusilaan dan keagamaan, tetapi juga melihat realitas kekerasan seksual sebagai akibat dari ketimpangan relasi kuasa," ujar Nurherwati. Ia menegaskan bahwa UU ini hadir untuk mengatasi tumpang tindih regulasi, melengkapi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sebelumnya belum mengakomodasi pola relasi kuasa dalam kasus-kasus kekerasan seksual. UU TPKS memiliki filosofi untuk memudahkan korban dalam melaporkan kekerasan seksual, dengan jangkauan mulai dari pencegahan hingga pemulihan korban. Nurherwati juga menggarisbawahi pentingnya kerja sama lintas sektor, termasuk antara sektor pendidikan dan hukum, dalam memberikan pelayanan maksimal kepada korban.
 
     Menanggapi pertanyaan dari peserta, seperti Godefridus Samderubun dari Papua yang menyoroti praktik penyelesaian kasus kekerasan seksual secara adat, Nurherwati menegaskan bahwa kekerasan seksual adalah tindak pidana yang harus diselesaikan melalui jalur hukum, bukan adat. “Kita harus berani memegang teguh UU TPKS sebagai dasar penyelesaian hukum,” ujarnya.
 
     Pada sesi kedua, Azriana membahas lebih mendalam mengenai sejarah lahirnya UU TPKS, yang dipicu oleh tingginya angka kekerasan seksual di Indonesia. Data Komnas Perempuan mencatat sebanyak 49.729 kasus kekerasan seksual terjadi sepanjang 2012–2021, baik di ranah privat, publik, maupun negara.
 
     “Kekerasan seksual adalah kekerasan berbasis gender yang berakar pada konstruksi sosial yang merendahkan martabat manusia,” jelas Azriana. UU TPKS hadir sebagai upaya hukum untuk mengatasi hal tersebut dengan menjadikan pelanggaran terhadap tubuh dan seksualitas sebagai tindak pidana yang harus dilindungi oleh negara.
 
     Dari perspektif HAM, UU TPKS telah membawa berbagai terobosan penting, seperti memberikan hak bagi korban untuk mendapatkan akses informasi dan perlindungan sejak sebelum, selama, dan setelah proses peradilan. Ini adalah langkah maju dibandingkan dengan sistem perlindungan sebelumnya, di mana korban hanya dapat menerima hak-haknya setelah ada putusan pengadilan.
 
     Salah satu terobosan penting dari UU TPKS adalah perluasan alat bukti dalam kasus kekerasan seksual, yang kini mencakup rekaman medis dan psikologis, serta keterangan saksi korban yang dianggap sah hingga di persidangan. “UU TPKS memudahkan korban untuk mendapatkan keadilan dengan memperluas alat bukti dan mempercepat proses hukum,” tegasnya.
 
     UU TPKS juga mengamanatkan keterlibatan aktif seluruh elemen masyarakat dalam upaya pencegahan kekerasan seksual, yang sejalan dengan prinsip perlindungan HAM. Selain itu, UU ini mengatur bahwa tindakan menghalangi atau tidak membawa kasus kekerasan seksual ke peradilan dapat dihukum, sehingga diharapkan mampu mengatasi praktik-praktik diskriminatif yang masih terjadi di masyarakat.
 
     Kegiatan ini menunjukkan komitmen kuat dari Komnas Perempuan dan berbagai pihak untuk memastikan penegakan UU TPKS yang berlandaskan pada perspektif gender dan HAM, serta mewujudkan sistem perlindungan yang lebih baik bagi korban kekerasan seksual di Indonesia. (Gloria Sarah Saragih)

Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    June 2025
    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025