![]() Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meluncurkan Catatan Tahunan (CATAHU) 2024 dengan tema "Menata Data, Menajamkan Arah: Refleksi Pendokumentasian dan Tren Kasus Kekerasan terhadap Perempuan 2024”. Acara ini dilaksanakan pada (17/3/2025) secara hybrid dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, serta akademisi. Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, dalam sambutannya menjelaskan bahwa CATAHU 2024 telah menghimpun data dari 83 lembaga, 34 di antaranya adalah lembaga yang bekerja di tingkat nasional. Selain itu cakupan informasi data di dapatkan dari 21 provinsi. Data menunjukkan bahwa sekurangnya ada 445.502 pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan di tahun 2024, atau naik sebesar hampir 10% pelaporan kasus dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan juga tampak pada pelaporan kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, yaitu sebanyak 330.097 kasus atau naik lebih 14% dibandingkan tahun 2023. Sementara pelaporan terbanyak masih tentang kekerasan di ranah personal. Andy memberikan catatan bahwa kenaikan kasus kekerasan seksual meningkat lebih 50% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 3.166 kasus. Ini menunjukkan bahwa upaya untuk memastikan implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) perlu menjadi perhatian serius semua pihak, termasuk memastikan percepatan penerbitan 3 aturan pelaksana UU TPKS. Selain itu, penting juga untuk memastikan adanya tata kelola data yang baik dalam menangani kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di Indonesia. Tata kelola data yang kuat merupakan fondasi dalam menyusun kebijakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Dengan sistem dokumentasi yang lebih akurat, dan kita bisa menyusun strategi yang lebih efektif. Lebih lanjut, Komisioner Subkomisi Pendidikan, Alimatul Qibtiyah, menunjukan data umum, yakni jumlah pengaduan yang diterima langsung oleh Komnas Perempuan sedikit mengalami penurunan sebesar 4,48%, dengan total 4.178 kasus atau rata-rata 16 pengaduan per hari dibanding tahun sebelumnya dengan total kasus 4.374 kasus. Sementara itu di Tahun 2024, Komnas Perempuan telah menerbitkan 573 Surat Rujukan kasus, 9 Rujukan Ulang, serta 235 Surat Penyikapan. Surat Penyikapan tersebut terdiri atas 155 Surat Klarifikasi, 36 Surat Rekomendasi, dan 29 Surat Pemantauan. Komisioner Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan, Theresia Iswarini, menyoroti tren kekerasan berbasis gender yang terjadi di ranah negara. Selama tahun 2024 terdapat 95 kasus kekerasan berbasis gender di ranah negara, dengan DKI Jakarta masih menjadi provinsi dengan jumlah laporan tertinggi, yakni 23 kasus, disusul oleh Jawa Barat dan Sumatera Utara. Kasus perempuan berkonflik dengan hukum (PBH) menjadi kategori terbanyak dengan 29 kasus, sementara kasus kekerasan terhadap perempuan pembela hak asasi manusia (PPHAM) meningkat menjadi 9 kasus dibandingkan tahun sebelumnya. Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Chadidjah Salampessy, menyoroti tantangan yang dihadapi perempuan dalam dunia politik. Budaya patriarki dan diskriminasi berbasis gender masih menjadi hambatan bagi perempuan dalam politik. Mereka rentan menghadapi ancaman, intimidasi, serta kekerasan selama kontestasi politik. Olivia menegaskan bahwa diperlukan mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender dalam setiap tahapan pemilu untuk memastikan partisipasi politik perempuan yang lebih aman dan setara. Komisioner Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan, Satyawanti Mashudi, dalam sesi kesimpulan dan rekomendasi CATAHU 2024, menyoroti tingginya angka kekerasan seksual meskipun UU TPKS telah disahkan dua tahun lalu. Komnas Perempuan mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan tiga peraturan pelaksana UU TPKS dan meminta DPR RI serta Presiden RI untuk mendukung Komnas Perempuan dalam pengembangan sinergi database kekerasan terhadap perempuan. Menurutnya, regulasi yang lebih jelas dan sistem pendataan yang lebih baik sangat diperlukan untuk menangani kasus kekerasan secara lebih efektif. Dalam peluncuran CATAHU tahun 2024, hadir pula sejumlah penanggap, termasuk Sri Mulyati dari Sapa Institute/I Protect Now, Irjen Pol. (Purn) Desy Andriani selaku Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Kombes Pol. Rita W. Wibowo yang menjabat sebagai Kasubdit I Direktur Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta Pidana Perdagangan Orang (PPO) Bareskrim Polri, serta Siti Yunia Mazdafa dari Savy Amira. Komnas Perempuan berharap data dalam CATAHU 2024 tidak hanya menjadi angka statistik, tetapi juga menjadi dasar kebijakan dan aksi nyata untuk mewujudkan masyarakat yang bebas dari kekerasan terhadap perempuan. (Ajeng Ratna Komala)
Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
April 2025
Categories |