Jumat (15/11/24) yang lalu, Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa), bekerja sama dengan Komnas Perempuan dan Delegasi Uni Eropa, dan International Society of Sustainability Professionals (ISSP), mengadakan konferensi pers di Ke:kini Ruang Bersama, Jakarta. Konferensi pers ini dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda dan menyambut Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP), Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa). Acara yang mengusung tema “Lindungi Semua, Penuhi Hak Korban, Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan” ini menyoroti urgensi menciptakan lingkungan kerja yang aman dan inklusif bagi perempuan. Berdasarkan laporan Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2023, tercatat 289.111 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan korban terbesar berasal dari kelompok usia 18-24 tahun.
"Kampanye NyataNyala ini menggerakkan generasi muda untuk memahami, peduli, dan bertindak demi menghentikan kekerasan terhadap perempuan, khususnya di tempat kerja," ujar Sita Supomo, Direktur Eksekutif IKa. Ia menambahkan bahwa dukungan dari seluruh elemen masyarakat, termasuk dunia usaha, sangat dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan kerja yang bebas kekerasan. Kampanye ini berfokus pada edukasi dan penggalangan dukungan publik melalui Pundi Perempuan, sebuah program yang telah membantu lebih dari 2.481 korban kekerasan melalui 173 organisasi pengada layanan di seluruh Indonesia. Komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad, menyampaikan pentingnya sinergi antara organisasi masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha dalam menangani fenomena gunung es kekerasan berbasis gender. "Meningkatnya laporan kasus menunjukkan bahwa korban semakin berani melapor. Ini adalah perkembangan positif, namun kerja kolaborasi harus terus diperkuat," ungkapnya. Dalam sesi tanya jawab, seorang peserta mengangkat isu tentang kurangnya representasi perempuan di Komisi VIII DPR RI 2024 yang dinilai menghambat penyelesaian isu kekerasan berbasis gender. Pertanyaan ini mendapat tanggapan dari Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad. "Hal ini sangat disayangkan karena kurangnya representasi perempuan berarti berkurangnya perspektif gender dalam kebijakan parlemen. Ini menjadi tantangan serius untuk menciptakan regulasi yang benar-benar adil," ujar Fuad. Pernyataan ini diperkuat oleh Sita Supomo, yang menegaskan pentingnya mendorong perubahan pola pikir di parlemen. “Kita harus mendesak bapak-bapak di DPR untuk benar-benar memahami dan mengatasi isu gender. Perubahan hanya bisa terjadi jika ada keberanian untuk mendorong kebijakan berbasis keadilan gender," jelasnya. Doty Damayanti dari ISSP menambahkan bahwa seluruh elemen masyarakat, termasuk dunia usaha dan profesional muda, harus lebih sadar dan terlibat aktif. "Kita harus lebih peka terhadap isu gender di setiap aspek kehidupan, termasuk dalam kebijakan publik. Kesadaran ini adalah langkah awal untuk perubahan besar," katanya. Selain di tingkat kebijakan, tantangan juga muncul di lapangan. Di daerah terpencil, misalnya, banyak korban kekerasan yang kesulitan mengakses layanan pengaduan dan bantuan. Program seperti Pundi Perempuan, yang menyediakan dukungan kepada Women’s Crisis Center (WCC) di berbagai wilayah Indonesia, menjadi sangat penting. Namun, pendanaan masih menjadi kendala besar. "Kekerasan terhadap perempuan bukan hanya tanggung jawab individu, melainkan tantangan sistemik yang harus diselesaikan melalui kerja kolaborasi," ungkap Doty. Upaya ini mencakup dukungan dari sektor swasta, pemerintah, dan masyarakat untuk memastikan layanan yang lebih luas dan berkesinambungan. Kampanye NyataNyala juga menyoroti pentingnya peran generasi muda dalam menghapus kekerasan berbasis gender. Kampanye ini mengajak anak muda untuk aktif mendukung korban melalui donasi dan pendidikan kritis terkait bentuk-bentuk kekerasan. Acara ini ditutup dengan komitmen untuk memperjuangkan keadilan gender di berbagai sektor, termasuk dunia kerja dan kebijakan publik. Gerakan ini tidak hanya mencegah kekerasan, tetapi juga membangun solidaritas untuk mendukung para penyintas. Dengan kolaborasi lintas sektor, kampanye NyataNyala diharapkan menjadi langkah konkret menuju masyarakat yang lebih adil, setara, dan bebas dari kekerasan. (Gloria Sarah Saragih) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
January 2025
Categories |