![]() Muslimah Reformis berkolaborasi dengan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menyelenggarakan diskusi daring bertajuk “Menghentikan Kekerasan Online dan Cyber Bullying: Bersama Melawan KBGO”, pada Minggu (19/1/2025) melalui siaran langsung akun Instagram @muslimahreformisfoundation. Diskusi ini menghadirkan Nabila Saputri selaku Tim Pemantauan dan Penanganan Kasus KBGO SAFEnet sebagai narasumber. Diskusi ini bertujuan mengungkap dan memahami pola-pola Kekerasan Berbasis Gender Online (KGBO) dan cyber bullying yang kian masif dialami perempuan, laki-laki, dan anak-anak. Sebagai pembuka, Nabila menyampaikan bahwa dalam rentang bulan Januari–September 2024, terjadi 1482 kasus KBGO. “Bentuknya bermacam-macam, salah satu yang paling banyak adalah penyebaran konten seksual tanpa izin atau revenge porn,” ucap Nabila.
Hal tersebut, menurut Nabila, sangat mengkhawatirkan terutama jika menimpa anak-anak. Ia menjelaskan bahwa dalam konteks KBGO, anak-anak rentan terhadap bentuk-bentuk manipulasi video atau deep fakes. “Sosialisasi mengenai perlindungan anak dan bagaimana anak juga bisa mengetahui mengenai kekerasan di dunia online itu masih belum ada,” jelas Nabila. Bagi Nabila, penting untuk melakukan sosialisasi mengenai bahaya di dunia digital kepada anak. Pasalnya, di kondisi hari ini, adanya pembelajaran jarak jauh, forum-forum diskusi online memungkinkan anak untuk menggunakan gawai setiap saat. Sementara itu, bagi Nabila, platform digital hanyalah alat. Oleh karena itu, penting untuk membuat regulasi dan pengawasan sebab KGBO yang terjadi di dalamnya umumnya terstruktur dan sistematis. Lebih lanjut, Nabila memberikan saran terkait pengawasan aktivitas media sosial anak, salah satunya melalui Google. Google sendiri, menurut Nabila, menghadirkan fitur yang memungkinan akun anak di bawah 13 tahun untuk dipantau dan dibatasi oleh orang tua. Namun, sayangnya, belum banyak orang tua yang mengetahui dan melakukan hal ini. Terkait pendampingan penyintas KBGO, Nabila cukup menyayangkan dengan adanya kultur mengungkapan kasus di media massa tanpa adanya persetujuan penyintas atau yang biasa disebut spill the tea. “Sebagai orang terdekat korban seminimalnya kita dapat mendengarkan dan mendukung korban dulu,” ucap Nabila. Mengungkapkan kasus kekerasan seksual orang lain di internet sangat rentan terhadap kerahasiaan identitas korban. Selain itu, tindakan tersebut juga membuka peluang adanya victim blaming. Ini akan sangat merugikan dan tidak memberikan pemenuhan yang semestinya pada penyintas. Kemudian, Nabila menjelaskan bahwa salah satu cara untuk meminimalisir komentar buruk di media sosial dapat dilakukan dengan filter keyword. Adapan, platform yang telah menerapkan ini, salah satunya adalah Instagram. Selain itu, Nabila juga menjelaskan bahwa SAFEnet dapat menerima aduan dan advokasi terkait KGBO dan serangan digital. “Teman-teman bisa melakukan aduan ke SAFEnet karena kami juga bagian dari community legal,” jelas Nabila. Di akhir diskusi, Nabila juga mengungkapkan bahwa pada 2024 salah satu kasus yang menjadi perhatian SAFEnet adalah creepshot atau pengambilan gambar dan video secara diam-diam. Sayangnya, menurut Nabila, dalam kasus tersebut institusi yang terlibat di dalamnya justru lebih menekankan pada unsur pornografi alih-alih pemenuhan hak korban. (Michelle Gabriela Momole) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
February 2025
Categories |