Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025
Warta Feminis

Menghadang Kekerasan Berbasis Gender Online: Mewujudkan Ruang Digital Aman dan Setara di Era Society 5.0

10/12/2024

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
     Pada Senin (9/12/2024) lalu, telah diselenggarakan diskusi publik bertajuk “Kekerasan Berbasis Gender Online di Era Society 5.0, Menjaga Ruang Digital yang Aman dan Inklusif”.  Kegiatan ini diinisiasi oleh Sekretariat Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia bersama tim Sekretariat Nasional Koalisi Perempuan Indonesia, dengan dukungan dari Yayasan Perempuan Sehat Indonesia melalui program Generation Gender.

     Diskusi di awali dengan sambutan dari Mike Verawati, perwakilan dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi tantangan kekerasan berbasis gender online (KBGO) di era digital. Acara ini menghadirkan tiga narasumber kompeten di bidangnya: Ratna Susianawati (Deputi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak–KPPPA), Riska Amelia (Koordinator Nasional Program Literasi Digital–Komdigi), dan Nenden Sekar Arum (Direktur Eksekutif SAFEnet). Diskusi ini menjadi wadah penting untuk menggali perspektif lintas institusi mengenai langkah-langkah konkret mewujudkan ruang digital yang aman, inklusif, dan bebas dari kekerasan berbasis gender.
​
     Dalam rangka memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP), Deputi KPPPA, Ratna Susianawati, mengingatkan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi tantangan besar dalam pembangunan nasional. Isu ini semakin kompleks dengan maraknya KBGO, yang meningkat seiring pesatnya perkembangan teknologi digital.
Picture
Dok. Jurnal Perempuan
     Ratna menjelaskan bahwa perempuan dan anak merupakan dua per tiga dari populasi Indonesia. Data menunjukkan, jumlah anak-anak di Indonesia mencakup sekitar 32,03%, sementara penduduk perempuan dan laki-laki masing-masing sebesar 49,92% dan 50,08%. Dengan proporsi yang signifikan ini, perempuan dan anak memiliki peran strategis dalam pembangunan bangsa. "Namun, besarnya jumlah ini justru menjadikan mereka kelompok rentan yang sering menjadi korban berbagai bentuk kekerasan," ungkapnya.

     Pemerintah telah menunjukkan komitmen kuat untuk melindungi perempuan dan anak, baik melalui kerangka global maupun nasional. Komitmen global tercermin dalam ratifikasi CEDAW (1984), Beijing Platform for Action (1995), Resolusi DK PBB 1325 (2000), serta tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 dengan prinsip inklusif "No One Left Behind". Di tingkat nasional, kebijakan tersebut diimplementasikan melalui UUD 1945, Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG), serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, yang menekankan ketahanan sosial, budaya, dan ekologi.

     Menurut Ratna, pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) berbasis gender menjadi prioritas dalam menghadapi era teknologi yang terus berkembang. "Perempuan harus menjadi agen perubahan, bukan hanya sebagai penonton dalam perkembangan teknologi, tetapi juga sebagai pelaku utama transformasi," tegasnya.

     Data dari Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) memberikan gambaran mengenai tren kekerasan. Pada tahun 2016, 1 dari 3 perempuan (33,4%) dilaporkan mengalami kekerasan fisik. Angka ini menurun menjadi 1 dari 4 perempuan (26,1%) pada tahun 2021, dan terus menurun menjadi 24,1% pada 2024. Penurunan ini menunjukkan bahwa target RPJMN 2020-2024 turut mendorong perubahan.

     Namun, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tetap menjadi tantangan utama, dengan sekitar 73,3% korbannya adalah perempuan. Di sisi lain, KBGO mengalami peningkatan signifikan, terutama di kalangan perempuan berusia 25-40 tahun. Hal ini menunjukkan perlunya perhatian lebih terhadap ancaman di ruang digital.

Ratna menekankan pentingnya implementasi UU TPKS di tingkat lokal. “Kita harus memastikan kebijakan ini benar-benar terlaksana di lapangan. Pendekatan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat menjadi kunci,” ujarnya. Selain itu, literasi digital juga dianggap penting untuk mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi dampak teknologi.

     Pendekatan berbasis kolaborasi atau pentahelix melibatkan pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia usaha, dan media, dianggap efektif untuk mencegah kekerasan. Literasi digital, pendidikan berbasis gender, serta kampanye kesadaran masyarakat harus terus digalakkan. Keluarga juga berperan penting sebagai benteng utama dalam melindungi perempuan dan anak dari berbagai ancaman.

     “Momentum 16 HAKTP ini adalah refleksi bersama. Kita harus saling berkomitmen untuk menghadirkan solusi nyata. Dengan kerja sama yang baik, pembangunan berbasis kesetaraan gender tidak hanya menjadi cita-cita, tetapi juga kenyataan yang bisa kita wujudkan bersama,” pungkasnya.

     Selanjutnya  dalam upaya menciptakan ruang digital yang aman dan inklusif, Riska Amelia dari Komdigi menyampaikan perjalanan dan tantangan literasi digital di Indonesia. Program ini telah berjalan sejak tahun 2012, dimulai dengan sosialisasi dan bimbingan teknis yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Nasional Literasi Digital pada tahun 2017. Pada tahun 2021, literasi digital ditetapkan sebagai program nasional oleh Presiden Joko Widodo.

     Riska menjelaskan bahwa literasi digital Komdigi tidak hanya berfokus pada peningkatan kesadaran masyarakat, tetapi juga merespons tantangan baru yang muncul, seperti penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam kasus KBGO.
“Di era di mana 79,05% penduduk Indonesia aktif menggunakan internet dan 49,9% menggunakan media sosial, edukasi literasi digital menjadi sangat krusial. Internet menjadi motif utama masyarakat dalam mencari informasi, sehingga pengetahuan tentang penggunaannya secara aman dan bijak sangat penting,” ungkap Riska.

     Indeks literasi digital nasional Indonesia saat ini masih berada di bawah kategori baik, sehingga menjadi pekerjaan besar bagi Komdigi untuk menjangkau 270 juta lebih penduduk Indonesia, terutama mereka yang sudah terpapar internet. Komdigi juga menunjukkan catatan konten negatif di ruang digital yang telah diblokir sejak 2018, termasuk 12.547 konten hoaks, 4.519 konten negatif, 1.213.988 konten pornografi, dan 183 pengaduan terkait pinjaman online ilegal.

     Terkait kasus KBGO, data dari SAFEnet Indonesia pada triwulan pertama tahun 2024 mencatat adanya 480 kasus. Kelompok usia paling rentan adalah 18-25 tahun (sebanyak 57% dari seluruh kasus), diikuti oleh anak-anak di bawah usia 18 tahun (16% dari seluruh kasus). Bentuk-bentuk KBGO yang umum terjadi meliputi: Non-consensual Intimate Image (NCII) atau penyebaran konten pribadi tanpa persetujuan, cyber grooming atau upaya manipulasi secara online untuk mengeksploitasi korban, cyber hacking, cyber harassment, cyber stalking, dan lainnya. Banyak kasus ini dilakukan oleh pelaku yang memiliki hubungan personal dengan korban, seperti teman, pacar, atau mantan pacar, yang mengingatkan kita akan pentingnya edukasi dan literasi digital.

     Literasi digital menjadi bagian penting dari kurikulum pendidikan nasional, mencakup tiga sektor utama: Pendidikan Formal dari tingkat PAUD hingga perguruan tinggi, sektor pemerintah dengan melibatkan TNI, Polri, ASN, dokter, dan tenaga profesional lainnya, serta kelompok masyarakat termasuk perempuan, difabel, lansia, dan kelompok keagamaan, termasuk masyarakat di pedesaan.

     Selanjutnya, Riska Amelia menegaskan bahwa literasi digital adalah fondasi penting untuk menghadapi tantangan ruang digital di Indonesia. “Dengan pendekatan yang inklusif dan kolaborasi lintas sektor, kita bisa menciptakan ruang digital yang tidak hanya aman, tetapi juga menjadi alat pemberdayaan bagi semua, terutama perempuan,” ujarnya.
Gerakan literasi digital yang komprehensif ini diharapkan mampu melindungi masyarakat dari ancaman di dunia maya, serta mendorong transformasi digital yang beretika dan bertanggung jawab. Dengan upaya bersama, ruang digital yang aman dan setara bagi seluruh masyarakat Indonesia bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan.

     Nenden Sekar Arum dalam sesinya menyoroti situasi terkini mengenai kekerasan yang difasilitasi teknologi di Indonesia. SAFEnet, yang berfokus pada isu Hak Asasi Manusia (HAM) digital, menegaskan pentingnya memastikan hak atas akses internet, kebebasan berekspresi, dan rasa aman di ruang digital bagi semua orang, terutama perempuan dan anak-anak.

     Menurut data SAFEnet dari Januari hingga Oktober 2024, terdapat 1.544 laporan kasus KBGO yang masuk ke platform mereka, mengalami peningkatan 50% dibandingkan tahun 2023. Jenis-jenis KBGO yang paling sering terjadi meliputi: ancaman penyebaran konten intim, pemerasan digital, manipulasi gambar/video, hingga ancaman menggunakan rekaman video seksual. Mayoritas korban KBGO adalah anak muda dan anak-anak, kelompok yang sangat rentan karena kurangnya literasi digital dan kesadaran tentang keamanan di ruang digital.

     Indonesia memiliki sejumlah regulasi yang dapat digunakan untuk menangani KBGO, yaitu UU TPKS yang mengatur berbagai bentuk kekerasan seksual, termasuk berbasis elektronik dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang memuat aturan tentang pelanggaran hukum di dunia digital.

     Namun, Nenden mengungkapkan bahwa implementasi regulasi ini masih jauh dari optimal. Salah satu tantangan terbesar adalah kurangnya pengetahuan dan sensitivitas aparat penegak hukum, terutama kepolisian. Banyak petugas yang belum memahami bahwa KBGO adalah bentuk kekerasan serius.

     “Polisi sering kali menganggap KBGO tidak separah kekerasan fisik, sehingga laporan korban tidak ditindaklanjuti secara serius,” ungkap Nenden. Hal ini mengakibatkan banyak korban kehilangan kepercayaan pada sistem hukum dan memilih untuk tidak melaporkan kasus mereka.

     Nenden menekankan perlunya perubahan paradigma dan kebijakan yang mendukung perlindungan korban KBGO. Selain itu, SAFEnet juga menyoroti fenomena teknologi sebagai alat kekerasan yang semakin kompleks seiring perkembangan zaman. “KBGO bukan hanya soal teknologi, tetapi bagaimana teknologi menjadi alat kontrol, manipulasi, dan eksploitasi oleh pelaku terhadap korban,” jelas Nenden.

     Kekerasan berbasis teknologi, seperti peretasan akun, cyber stalking hingga penyebaran informasi palsu untuk merusak reputasi korban, sering kali meninggalkan dampak psikologis yang serius. Dampak ini diperburuk oleh lemahnya perlindungan hukum dan stigma sosial terhadap korban.

     Meskipun tantangan besar masih menghadang, Nenden optimis bahwa perubahan bisa diwujudkan melalui sinergi berbagai pihak. “Semua pihak harus berkolaborasi—pemerintah, penegak hukum, masyarakat sipil, media, hingga korban sendiri. Kita membutuhkan kebijakan yang tidak hanya melindungi, tetapi juga memberdayakan korban KBGO,” pungkasnya.

     ​Diskusi tentang KBGO ini menjadi pengingat bahwa ruang digital harus menjadi tempat yang aman bagi semua orang, terutama kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak. Dengan komitmen bersama, Indonesia dapat bergerak menuju ruang digital yang lebih aman dan bebas dari kekerasan berbasis gender. (Try Suriani Loit Tualaka)


Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    June 2025
    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025