Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
    • Booklet KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025
Warta Feminis

Luka Perempuan, Luka Bangsa: Menguak Peristiwa Kekerasan Seksual pada Mei 1998

16/7/2025

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
     Senin (14/7/2025), Lembaga Partisipasi Perempuan kembali mengadakan kegiatan Webinar dengan judul Penyangkalan Perkosaan Massal dalam Kerusuhan Mei 1998 dan Dampaknya bagi Korban. Webinar ini menghadirkan dua narasumber yaitu, Marzuki Darusman (Ketua Tim Gabungan Pencari Fakta Kerusuhan Mei 1998) dan Sondang Frishka Simanjuntak (Komisioner Komnas Perempuan Periode 2025-2030), dipandu oleh Dea Safira Basuki (aktivis feminis). Dilaksanakan secara daring via Zoom Meeting, acara ini dihadiri oleh para aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pegiat hukum, anggota Tim Gabungan Pencari Fakta kerusuhan Mei 1998, keluarga korban kekerasan seksual, dan masyarakat umum.

     Awalnya, webinar ini ditujukan untuk alumni kelas feminis yang rutin diadakan oleh Lembaga Partisipasi Perempuan setiap tahunnya. Namun untuk menyebarluaskan ingatan perihal perkosaan massal 1998, kelas dibuka untuk publik, utamanya mengincar Generasi Z dan masyarakat umum lainnya dengan harapan untuk melanjutkan estafet pengetahuan dan perjuangan gerakan perempuan, baik di skala nasional maupun internasional.

     Peristiwa Mei 1998 adalah sebuah tragedi yang tidak hanya meninggalkan luka bagi korban kekerasan seksual dan keluarganya, tetapi juga luka bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Namun hingga hari ini, luka itu seakan-akan  disangkal, dihapus dari ingatan kolektif bangsa dan suara para korban seolah-olah dibiarkan tenggelam dalam sunyi. Sebagai mantan ketua Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kerusuhan Mei 1998, Marzuki Darusman mengatakan ujaran yang dikeluarkan oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon tentang penyangkalan perkosaan massal 1998 sangat kontroversial dan mengusik seluruh lapisan masyarakat secara luas.

     Selain itu, Marzuki juga mengatakan bahwa sudah hampir kurang lebih 25 tahun peristiwa tragedi Mei 1998 berlangsung. Untuk merespons kekerasan yang terjadi, pada saat itu dibentuk TGPF, kemudian atas prakarsa aktivis-aktivis membentuk Tim Relawan untuk Kemanusiaan yang menangani akibat-akibat dari kerusuhan yang timbul pada bulan Mei. Salah satu di antaranya adalah rangkaian kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan yang pada umumnya dari latar belakang etnis Tionghoa. 

     Dokumen-dokumen yang dikumpulkan oleh Tim Relawan untuk Kemanusiaan ini kemudian diserahkan ke TGPF dan setelah itu diserahkan kepada pemerintahan Presiden Habibie yang juga mengakui dan menyatakan bahwa telah terjadi Kekerasan Seksual atau Pemerkosaan Massal pada Mei 1998. Presiden Habibie pun meminta maaf atas kejadian yang sangat mengerikan itu. Marzuki juga menyampaikan bahwa beberapa tahun terakhir ini dokumen yang telah dikumpulkan oleh TGPF kemudian juga dilaporkan ke Komnas HAM sebagai bentuk pelanggaran HAM yang berat. Dokumen tersebut akhirnya dimasukan sebagai bagian dari 12 dokumen peristiwa yang terjadi pada tahun 1998 dan diterima pada akhir tahun 2024 menjelang berakhirnya masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Namun, dari 12 dokumen tersebut, ada satu dokumen yang tidak diakui oleh Menteri Kebudayaan yakni tragedi pemerkosaan massal Mei 1998. Hal inilah yang kemudian menimbulkan amarah dari aktivis-aktivis perempuan yang tergabung dalam berbagai organisasi gerakan perempuan, bahkan masyarakat luas, atas pernyataan Menteri Kebudayaan yang disampaikan dihadapan umum. Mirisnya, Fadli Zon mengelak dan justru menganggap bahwa hal yang ia ucapkan tersebut disampaikan sebagai opini pribadi. Sampai berita ini ditulis, ia tidak menyatakan permintaan maaf.

     Tragedi Mei 1998 terjadi secara faktual dalam lingkaran wilayah Jakarta yang dilaporkan oleh TGPF dan dokumen-dokumen tersebut ada pada Pemerintah baik pada masa kepemimpinan Presiden Habibie maupun masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Kedua pemimpin negara tersebut kemudian mengakui perkosaan massal Mei 1998. Maka, janggal rasanya jika Fadli Zon sebagai Menteri Kebudayaan menolak fakta tersebut. Tragedi tersebut merupakan kenyataan yang tidak terelakkan.

     “Jadi, kalau Menteri Kebudayaan menyangkali dan meragukan peristiwa perkosaan massal Mei 1998 berarti Menteri Kebudayaan belum membaca dan perlu membaca dokumen tersebut,” tegas Marzuki.

     ​Selain itu, Marzuki juga menegaskan bahwa selama belum ada penyelesaian masalah tersebut secara tuntas, para korban kekerasan seksual Mei 1998 masih berada dalam status korban pasca-kekerasan walaupun peristiwa itu sudah berjalan lebih dari 25 tahun lalu. Penyangkalan dari negara akan sangat mengganggu kondisi psikologis para korban yang membutuhkan perawatan, pendampingan, pemulihan, dan pelindungan komprehensif. 

Picture
Dok. Jurnal Perempuan
     Sondang Frishka mengatakan setelah pernyataan Fadli Zon, kelompok Persaudaraan Wanita Tionghoa Indonesia (Perwanti) dan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) secara tegas mengatakan menolak revisi sejarah tragedi Mei 1998.

     "Kami perempuan Indonesia keturunan Tionghoa menyatakan penolakan keras terhadap segala bentuk revisi, pengaburan atau penghilangan kebenaran sejarah terkait tragedi Mei 1998. Karena tragedi ini bukan sekadar catatan masa lalu, ini adalah luka kemanusiaan. Luka kami. Luka bangsa. Sejarah bukan milik penguasa, karena mengubah sejarah adalah bentuk pengkhianatan,” kutip Frishka.

     Selain itu, Frishka juga mengatakan bahwa apa yang disampaikan oleh Fadli Zon sangat bertentangan dengan pernyataan resmi negara atas peristiwa Mei 1998, karena Presiden Habibie telah mengajukan permintaan maaf atas peristiwa kekerasan seksual terhadap perempuan keturunan Tionghoa atas tragedi Mei 1998. Berdasarkan laporan dari 22 perwakilan gerakan perempuan yang menemuinya, Presiden Habibie menyampaikan keprihatinan atas segala bentuk kekerasan yang terjadi, termasuk apa yang disampaikan dari laporan TGPF. Dari pertemuan itulah Presiden Habibie mengafirmasi bahwa apa yang disampaikan oleh para perempuan ini adalah sesuatu yang benar.

     Presiden Habibie juga mempertahankan dukungan tersebut, meskipun Wiranto—yang pada saat itu ada di sana—keberatan dan menyatakan bahwa hal ini harus dibahas dulu dalam sidang kabinet. Teknokrat itu menegaskan sikap agar negara segera mengeluarkan pernyataan maaf. “Lalu ia membentuk TGPF dan juga Komnas Perempuan,” kenang Frishka.

     Friska juga menambahkan bahwa Komnas HAM menolak pernyataan Fadli Zon yang mengatakan bahwa perkosaan massal hanyalah rumor. Selanjutnya, ia juga menegaskan bahwa Komnas Perempuan secara konsisten telah menyampaikan tuntutan pemenuhan hak korban pelanggaran HAM berat termasuk tragedi Mei 1998 ke berbagai mekanisme HAM Internasional, tutup Frishka.

     Tanggapan juga datang dari peserta diskusi. Echa Laode, salah satu perwakilan dari Arus Pelangi, juga menyampaikan rasa sakit hatinya ketika mendengar pernyataan dari Fadli Zon yang mengatakan tidak ada kasus perkosaan massal pada Mei 1998. Bagi Echa, peristiwa kerusuhan Mei 1998 adalah hal yang paling menakutkan baginya. “Tapi, Fadli Zon tidak pernah berpikir dampak terhadap ucapannya tersebut kepada anak-anak dan keluarga korban,” tukas Echa.

     “Seberapa besar ruang politik dan ruang publik yang kita miliki untuk menjaga kebenaran dan juga pertanggungjawaban? Melihat para penguasa yang telah menyangkali dan hendak menceritakan kembali kisah Mei 1998,” ujar Binny Buchori salah satu pendiri dan pengurus The PRAKARSA.

     Menutup kegiatan webinar, Marzuki mengarahkan masyarakat untuk mulai membangun kesamaan pengertian atau pemahaman mengenai tragedi 1998, agar ingatan kolektif rakyat semakin kokoh. Masyarakat juga diharapkan mampu mengambil sikap tegas terhadap pembelokan sejarah, karena penggembosan sejarah ini masih akan tetap dibahas dalam waktu lama. 

     “Kita harus terus semangat untuk melakukan tuntutan dan perlawanan ini, dan perlu diselesaikan secara hukum terhadap penyangkalan dari Menteri Kebudayaan,” ujar Marzuki. Selain itu, dukungan dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) juga penting untuk mendesak Fadli Zon meminta maaf. “Karena, kalau tidak diselesaikan oleh negara kita, suatu ketika akan diselesaikan oleh dunia. Mana yang harus dipilih? Kita selesaikan sendiri atau "dipaksa" diselesaikan oleh dunia?” tutup Marzuki.

     Di sisi lain, Frishka juga menyampaikan bahwa mari kita bersama-sama terus mengawal proyek penulisan ulang sejarah tragedi Mei 1998 oleh negara, agar tidak terjadi penyangkalan atau pembelokan sejarah lainnya. (Jeane Prescilia Pakka)
​

Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    October 2025
    September 2025
    August 2025
    July 2025
    June 2025
    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
    • Booklet KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025