Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
Warta Feminis

Kalyanamitra Mengemukakan Temuan Kekerasan Berbasis Gender pada Pemilu 2024

28/6/2024

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
     ​Pada Senin (24/6/2024), Kalyanamitra meluncurkan riset Kekerasan Berbasis Gender dalam Pemilu 2024 di Indonesia. Riset ini merangkum pantauan dari berbagai daerah di Indonesia yang mendokumentasikan bentuk-bentuk kekerasan politik maupun kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan selama pemilihan umum (Pemilu). Untuk mendiseminasikan risetnya, Kalyanamitra mengundang Mike Verawati (Koalisi Perempuan Indonesia), Pramono Ubaid Tanthowi (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia – Komnas HAM), Andi Yentriyani (Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan – Komnas Perempuan), dan Ratna Susianawati (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak – KPPPA) sebagai penanggap temuan riset.

     Laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan atau acuan dalam pembuatan kebijakan Pemilu selanjutnya. Diharapkan, terdapat upaya tegas dari pemerintah untuk mencegah keberulangan KBG selama kegiatan Pesta Demokrasi tersebut.

     Pemilu 2019 lalu menunjukkan keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) hanya mencapai angka 20,8 persen. Dibandingkan ambang batas yang diharapkan, yaitu minimum 30 persen, angka ini masih belum memuaskan. Pada Pemilu 2024 pun perempuan, baik yang aktif mencalonkan diri dalam Pemilu maupun sebagai partisipan, masih mengalami berbagai diskriminasi. Bentuk paling umumnya adalah pembatasan partisipasi, diskriminasi, hingga berbagai bentuk kekerasan.

     Melalui studi di empat wilayah di Indonesia, yaitu Aceh, Jakarta, Makassar, dan Ambon, survei ini mengungkap sembilan tipologi KBG dalam Pemilu. Bentuk-bentuk kekerasan mencakup intimidasi untuk perolehan suara, intimidasi terhadap pembela HAM, diskriminasi terhadap perempuan calon legislatif (caleg) dan petugas Pemilu, narasi seksis dan ujaran kebencian, kekerasan seksual pada masa kampanye, kekerasan dalam ranah privat, mobilisasi untuk perolehan suara, pemungutan suara yang tidak inklusif, dan beban kerja berlebihan penyelenggara Pemilu.

     Korban KBG dalam Pemilu mencakup kelompok rentan seperti perempuan berpenghasilan rendah, perempuan kepala rumah tangga, minoritas gender, penyandang disabilitas, hingga lanjut usia (lansia). Selain itu, akademisi, jurnalis, relawan, hingga kandidat perempuan pun rentan terhadap kekerasan.

     Temuan studi di Ambon menunjukkan adanya diskriminasi dan intimidasi terhadap kelompok rentan. Selain itu, pemahaman akan money politic masih sangat mengakar, sehingga masyarakat justru menantikan uang suap untuk memilih caleg maupun calon pemimpin. Sayangnya tidak ada kesadaran untuk menghentikan praktik ini.

     Sementara itu relawan riset di Sulawesi Selatan memantau terjadinya peningkatan perceraian di kalangan caleg akibat konflik keuangan rumah tangga yang disebabkan oleh tingginya ongkos politik. Pernikahan dini juga menjadi salah satu dampak transaksional Pemilu. Beberapa orang tua menikahkan anaknya dengan motif mendapatkan dukungan politik. Relawan menyatakan, sulit untuk mengadvokasikan bentuk-bentuk KBG lainnya di Sulawesi Selatan, sebab tidak ada tindakan tegas dari Badan Pengawan Pemilihan Umum (Bawaslu) terhadap laporan yang dimasukkan.

     Caleg perempuan juga masih dihadang oleh narasi tentang “perempuan itu haram untuk menjadi pemimpin ”, ujar relawan riset dari Aceh. Dalam hal ini, pemimpin agama menjadi pihak yang kerap menyebarkan narasi negatif terhadap caleg perempuan. Bahkan praktik diskriminasi terhadap mereka juga dilakukan dengan menukar nomor urut menjadi nomor-nomor kecil, sehingga caleg perempuan sulit mendapat atensi masyarakat. Diskriminasi terhadap transpuan juga terjadi di Aceh. Mereka mendapat olok-olok dan kekerasan verbal dari panitia Pemilu.

     Menanggapi hasil riset, Andy Yentriyani mengapresiasi riset ini sebagai langkah baik untuk memperbaiki sistem demokrasi. Basis data yang sudah ada ini dapat dipakai untuk membangun mekanisme cepat untuk tahun-tahun mendatang. KBG sesungguhnya sudah dimulai sejak diterbitkannya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 4 Tahun 2024. PKPU 2024 membulatkan batas minimum pencalonan perempuan ke bawah, sehingga representasi yang mungkin muncul menjadi semakin sedikit. Selain itu pula, Ratna Susianawati menggarisbawahi tidak adanya larangan bagi pelaku kekerasan terhadap anak untuk maju kembali di Pemilu, meskipun di PKPU sebelumnya larangan ini sangat tegas.

     Sosialisasi dan pendidikan politik yang kurang baik pada Pemilu 2024 lalu juga semakin merentankan perempuan. Tanpa pendidikan politik yang memadai, pemilih perempuan semakin besar bertendensi memilih calon berdasarkan sogokan maupun ajakan orang-orang terdekat, bukan berdasarkan isu yang dibawa oleh calon. “Sampai kapan perempuan tidak punya kebebasan untuk memilih berdasarkan track-record calon?” tanya Mike Verawati pada audiens.

     Upaya pemerataan akses dan pendidikan politik pada perempuan saja tidak maksimal. Hal ini mencerminkan upaya menjangkau kelompok minoritas lainnya, seperti masyarakat adat, lansia, disabilitas, dan kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Trans (LGBT) akan lebih rendah lagi. Mike menekankan, karena Pemilu 2024 sudah usai, yang dapat dilakukan kelompok masyarakat sipil adalah mempengaruhi parlemen baru untuk mengubah kebijakan politik mendatang, terutama soal KBG.

     Pemilu sangat erat dengan peran partai politik, sehingga kesadaran politik baiknya dimulai oleh kebijakan dan keberpihakan partai. Mengenai hal ini, Pramono Ubaid Tanthowi mengkritik partai politik yang kebanyakan tidak memiliki kehendak politik untuk menjamin keterwakilan perempuan dalam lingkupnya. Hal ini semakin meresahkan karena KBG bahkan dilakukan oleh anggota penyelenggara Pemilu, baik kepada masyarakat umum maupun pada sesama anggota lainnya, dan diproses tanpa sanksi yang berat.

     “Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga tidak menunjukkan upaya untuk menindak anggota penyelenggara Pemilu yang terbukti melakukan kekerasan seksual,” keluh Wakil Ketua Bidang Internal Komnas HAM ini.

     ​Menanggapi tingginya angka KBG dalam Pemilu lalu, riset ini merekomendasikan beberapa tindakan, salah satunya adalah melakukan intervensi hukum yang efektif. Reformasi hukum bagi penyelenggara Pemilu, partai politik, hingga masyarakat sipil menjadi wajib untuk menegakkan perlindungan bagi perempuan dan kelompok rentan lainnya. Tanpa dasar formal, akan sulit melakukan perubahan besar pada sistem yang sudah korup. Pemantauan dan aksi kolektif lainnya dapat dilakukan untuk mengawal hal ini. (Nada Salsabila)

Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024