Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
Warta Feminis

KAFFE Maret 2025: Musdah Mulia Bicara soal Keadilan Gender dan Penafsiran Ulang Hak Perempuan dalam Islam

27/3/2025

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
     ​Mengapa pentingnya kita membangun keadilan gender di dalam Islam? Islam sering diinterpretasikan secara beragam, terutama terkait peran dan hak perempuan. Karena hal itu, ketidakadilan terhadap perempuan sejatinya bukan berasal dari Islam, tetapi dari tafsir agama yang bias patriarki. Dengan tafsir yang berperspektif gender, Islam dapat membebaskan perempuan dari penindasan. Narasi tersebut menjadi pemantik kelas KAFFE Maret 2025 bertajuk “Kedilan gender dalam perspektif Islam: Menafsirkan ulang peran dan hak perempuan”, yang diampu oleh Prof. Dr. Musdah Mulia, M.A. (Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta). Diskusi telah dilangsungkan secara daring pada Rabu (19/3/2025).

     ​Musdah mengawali diskusi dengan menenkankan bahwa Islam itu adalah Al-Qur’an, Kitab Suci yang dimulai dengan kata Iqra (Ik-ro). Iqra tidak hanya bermakna tentang membaca, tetapi tentang memperkuat literasi. Jadi diskusi yang dilakukan bersama KAFFE adalah bagian dari kerja-kerja memperkuat literasi, dan membangun peradaban yang lebih baik.
​
     ​Jika membaca seluruh ayat-ayat Al-Qur’an, hampir sebagaian besar isunya mengarah pada penegakan keadilan. Jadi agama itu datang untuk menegakkan keadilan, dan jika kita mempelajari fungsi agama, maka terdapat 3 fungsi diantaranya: 1) Fungsi liberasi, bagaimana agama itu datang untuk membebaskan manusia dari kebodohan, keterbelakangan, kedzoliman, dan ketidakadilan; 2) Humanisasi, bagaimana agama itu datang untuk lebih memanusiakan manusia dengan mengedepankan prinsip penghormatan terhadap manusia dan kemanusiaan; 3) Fungsi Transedental, supaya kita hidup bukan hanya mengejar hal-hal yang sifatnya material, tetapi juga keilahian. Untuk sampai kepada hal tersebut, kita harus mempebaiki sikap kita yaitu berakhlakul karimah yang mengedepankan hal yang menyenangkan dan membahagiakan sesama manusia.

     ​Penting bagi kita untuk mempelajari prinsip-prinsp keadilan gender di dalam Islam. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan penafsiran ulang, karena penafsiran arus utama di dalam masyarakat kita yang sangat bias dengan nilai-nilai patriarkal.

     ​Mengapa penafiran yang bias patriarki dapat terjadi? Karena ketika Rasulullah Nabi Muhammad SAW datang, ia hadir utuk memberikan perubahan yang sangat radikal bagi masyarakat Jahilliyah. Hadis-hadis yang beliau sampaikan menekankan pentingnya menghargai sesama, menjadikan ajarannya tampak sangat progresif di zamannya. Namun, setelah wafatnya Rasulullah, para pengikutnya melanjutkan upaya menafsirkan Al-Qur'an. Dalam menafsirkan isu-isu yang berkaitan dengan relasi gender, mereka tidak terlepas dari pengaruh budaya, tradisi, serta sistem hukum yang berlaku pada masa itu.
​
     ​Salah satu ayat Al-Qur’an yang di tafsirkan dengan tidak menggunakan perspektif keadialn gender yaitu tentang larangan Tabbaruj (berbuat tidak etis). Tafsir dalam satu ayat di dalam Al-Quran yang membawa implikasi yang besar sekali dalam kehidupan masyarakat hingga saat ini.
Picture
Dok. Jurnal Perempuan
     ​​Banyak mufassir yang kemudian hanya menerjemahkan bahwa “janganlah kamu (perempuan) keluar rumah”. Padahal di situ hanya dikatakan, jangan kamu keluar rumah kalau kamu tujuannya itu adalah berbuat onar. Lalu, hal tersebut memberikan implikasi yang luas sekali. Terutama narasi yang mekang perempuan untuk tetap di dalam rumah. Di dalam beberapa negara seperti Sudan, Afganistan, dan Yaman, yang memiliki aturan perempuan tidak boleh keluar rumah kecuali bersama mahram. Hal tersebut juga berimplikasi kepada perempuan yang tidak bisa mengakses pendidikan, dan pekerjaan di ruang publik.
​
     ​Jadi, mengapa perlu bagi kita untuk memlakukan penafsiran yang berkeadilan gender? Musdah menjelaskan bahwa karena kita harus mewujudkan akhlakul karimah. Jika kita membiarkan penafsiran-penasfsiran (bias patriarki) yang ada di dalam masyarakat, seperti suami boleh memukul istri atau anggota keluarganya, maka itu bukan bentuk dari berakhlak karimah.  Akhlakul karimah merupakan tujuan akhir dari beragama.
Picture
Dok. Jurnal Perempuan
     ​Selain itu, adanya upaya untuk mewujudkan tujuan agama yaitu menciptakan kedamaian, kemaslahatan, dan kebahagiaan bagi semua. Supaya penghargaan terdapa sesama itu menjadi patokan dalam setiap perilaku kita, tanpa memandang warna kulit, jenis kelamin, dan gendernya. Penting bagi kita untuk membangun kultur atau budaya baru. Kita perlu merekonstruksi budaya yang lebih egalitarian, yang memandang semua orang itu setara.​Hal ini tidak mudah, tetapi kita bisa mulai melakukannya dengan melakukan penididikan di dalam keluarga.

     ​Musdah menjelaskan konsep Tauhid dalam Islam yang menegaskan kesetaraan manusia di hadapan Allah swt. Ia menekankan bahwa Islam, melalui prinsip Tauhid, membela kelompok-kelompok minoritas yang tertindas. Rasulullah secara langsung memberikan perlindungan kepada kelompok Al-Mustadafin—mereka yang rentan, tertindas, dan termarginalkan. Kehadiran Islam bertujuan untuk menghapus sekat-sekat sosial, mengangkat derajat kelompok yang terpinggirkan, serta memberikan perlindungan, termasuk bagi perempuan, terutama budak perempuan yang dahulu tidak dihargai dalam masyarakat.

     ​Pemahaman Tauhid ini berimplikasi pada penolakan Islam terhadap segala bentuk diskriminasi, eksploitasi, kekerasan, serta pelecehan terhadap hak dan martabat manusia, tanpa alasan apa pun. Sayangnya, konsep Tauhid dalam perspektif ini jarang disampaikan dalam Majelis Taklim. Padahal, jika terus diperkenalkan kepada umat Islam, pola pikir masyarakat yang selama ini hierarkis dapat berubah.

     ​Oleh karena itu, penting bagi kita untuk meningkatkan literasi agama dengan membaca dan memahami kembali ayat-ayat suci, termasuk terjemahan perintah-perintah agama. Melalui proses Iqra (membaca dan berliterasi), kita dapat memperkuat pemahaman keagamaan dan melawan berbagai bentuk ketidakadilan gender dalam masyarakat, demi terwujudnya tatanan sosial yang berkeadaban sesuai dengan nilai-nilai Islam. ​(Ajeng Ratna Komala)

Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024