Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
Warta Feminis

KAFFE April 2025: Menguak Bias dan Kekerasan Berbasis Gender di Media dengan Analisis Wacara Kritis

21/4/2025

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
     ​Berbicara perihal media, tidak luput dengan pembahasan mengenai kekerasan berbasis gender yang kerap dialami oleh perempuan. Pasalnya, media kerap menjadi alat untuk melanggengkan relasi kuasa dan budaya patriarki yang menimbulkan berbagai ketimpangan, diskriminasi, dan kekerasan terhadap perempuan. Beragam konten dan narasi di media melekatkan perempuan dengan stereotip gender yang bertolak belakang dengan pengalaman perempuan itu sendiri. Merespons hal tersebut, Jurnal Perempuan mengangkat tema diskusi pada KAFFE April 2025 berjudul ”Kekerasan Berbasis Gender dalam Media: Analisis Wacana Kritis atas Representasi Perempuan dalam Pemberitaan dan Budaya” yang diampu oleh Dr. Haryatmoko, SJ (Anggota AIPI Komisi Kebudayaan). Diskusi tersebut diselenggarakan secara daring pada Rabu (16/4/2025).

     Pada awal diskusi, Haryatmoko memaparkan penjelasan mengenai kekerasan simbolis yang merupakan kekerasan berupa dominasi serta pemaksaan yang seringkali tidak disadari oleh korban. Kekerasan semacam ini mengakar dalam budaya serta kebiasaan, sehingga dianggap wajar dan dinormalisasi. Padahal, kekerasan simbolis membungkam realitas mengenai hubungan kekuasaan yang menjalankan siasatnya melalui bahasa, simbol, dan representasi. Haryatmoko menjelaskan bahwa setidaknya terdapat empat komponen yang menjadi kunci dari kekerasan simbolis, yaitu 1) kekerasan tersebut diterima tanpa disadari; 2) bekerja melalui habitus; 3) diperkuat oleh modal simbolik; dan 4) dilaksanakan melalui institusi.

     Lebih lanjut, Haryatmoko menyatakan bahwa kekerasan simbolis inilah yang membuka peluang terjadinya kekerasan secara psikologis dan fisik. Kondisi yang mewajarkan hierarki gender, membuat tindakan kekerasan yang dilakukan secara verbal maupun fisik dimengerti sebagai kodrat atau tradisi. Alhasil, kekerasan bukan dilihat sebagai suatu permasalahan, tetapi sebagai upaya untuk mendisiplinkan atau memenuhi peran sosial yang disandarkan pada gender tertentu.

     Selain itu, kekerasan simbolis memungkinkan terjadinya pembungkaman serta legitimasi terhadap suatu kekerasan. Dalam hal ini, Haryatmoko memberikan contoh berupa ketimpangan relasi antara suami-istri. Apabila istri disodorkan dengan pandangan yang mengharuskannya patuh terhadap suami, maka ketika istri tersebut mendapatkan kekerasan, baik secara psikis ataupun fisik, akan dianggap sebagai suatu hal yang wajar. Mirisnya, segala bentuk kekerasan tersebut berulang dan dikokohkan melalui budaya dan institusi.

     ​Dalam keterhubungan antara kekerasan simbolis dengan media, Haryatmoko menekankan bahwa narasi dan representasi yang berkembang di media akan mempengaruhi realitas, inilah yang disebut sebagai mediated social reality. Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan media untuk menyebarkan dan membentuk kepercayaan, norma, serta nilai dalam sosial masyarakat. Haryatmoko juga mengajak peserta kelas KAFFE untuk melihat berbagai kekerasan simbolis berbasis gender di media serta pengaruhnya terhadap realitas melalui sebuah tabel.
Picture
Dok. Jurnal Perempuan
     Dalam tabel tersebut, terlihat bahwa pengaruh kekerasan simbolis berbasis gender yang dibangun oleh media sangat merugikan dan merendahkan perempuan. Media cenderung membahasakan perempuan dengan narasi-narasi yang menghakimi perempuan secara sepihak, seperti “cewek genit” atau “cewek baperan”. Berbagai film atau sinetron di media merepresentasikan perempuan sebagai sosok yang materialistik, emosional, dan menggantungkan kehidupannya pada laki-laki. Selain itu, media juga memvisualkan standar kecantikan perempuan yang jauh dari realitas keragaman identitas perempuan itu sendiri.

     Banyak konten yang diproduksi oleh media memuat bahasa yang menyesatkan, menyalahkan, serta merendahkan perempuan. Misalnya, pada judul berita “Gadis Seksi Tewas Mengenaskan karena Main Cinta Terlarang”. Dari judul yang semacam itu, dapat dilihat bahwa ketimbang mencantumkan substansi, media kerapkali lebih menyoroti tubuh dan urusan personal perempuan. Selain itu, pemberitaan media tidak transparan terhadap tindak kekerasan, misalnya headline berita “Tragis! Suami Tega Bunuh Istri karena Cinta”. Hal tersebut menunjukkan bahwa kekerasan seakan-akan disebabkan oleh perasan cinta yang berlebihan, bukan karena adanya relasi kuasa yang timpang.

     Dari penjelasan tersebut, Haryatmoko menggarisbawahi pada pentingnya melakukan analisis wacana kritis terhadap pemakaian bahasa. Sebab, menurut Haryatmoko, bahasa bukan sekadar alat untuk berkomunikasi, tetapi juga merupakan instrumen kekuasaan. Bahasa dapat dikonstruksi sekaligus mengkonstruksi, sehingga satu peristiwa dapat memunculkan makna yang beragam. Oleh sebab itu, menjadi kritis merupakan hal yang vital dalam memberikan pemaknaan terhadap sesuatu. Kritis yang dimaksud dalam hal ini yaitu menyadari permasalahan yang ada untuk kemudian menganalisis sebab, akibat, serta menemukan cara untuk melawannya.

     Dalam kaitannya terhadap hal tersebut, Haryatmoko menawarkan pemikiran Norman Fairclough dalam melakukan analisis wacana kritis. Terdapat empat langkah yang ditawarkan, yaitu 1) berfokus pada ‘ketidakberesan sosial’ dari faktor semiotiknya; 2) mengidentifikasi berbagai kendala untuk menyelesaikan ‘ketidakberesan sosial’; 3) meninjau kebutuhan struktur sosial terhadap ketidakberesan sosial tersebut; 4) menemukan langkah-langkah yang mungkin dilakukan untuk menyelesaikan berbagai kendala tersebut.

     Pada akhir diskusi, Haryatmoko menekankan kembali terkait pentingnya mengimplementasikan analisis wacana kritis dalam memandang sesuatu. Haryatmoko juga menghimbau kepada para peserta agar dapat terus menyosialisasikan analisis wacana kritis kepada khalayak yang lebih luas. Harapan tersebut disampaikan Haryatmoko dengan harapan supaya kekerasan simbolis tidak terulang dan dapat dicegah.

     ​Dari diskusi KAFFE tersebut, peserta dapat berefleksi bahwa krusial untuk bersikap terbuka dan menyadari  berbagai persoalan berbasis gender di media. Selain itu, mampu untuk menerapkan analisis wacana kritis ke dalam kehidupan sehari-hari guna mencegah terjadinya segala bentuk kekerasan berbasis gender. (Jihan Nur Salsabila)
​

Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024