Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
Warta Feminis

INFID Menyoroti Menguatnya Militerisme dan Otoritarianisme

25/3/2025

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
     International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) menggelar webinar bertajuk “The Growing of Militarism and Authoritarianism” pada Selasa (18/3/2025) secara daring melalui kanal Zoom dan YouTube INFID TV. Webinar ini merupakan bagian pertama dari serangkaian kegiatan perayaan 40 tahun INFID. Adapun, tema besar yang diangkat oleh INFID adalah “Shaping the Future of Civil Society in Indonesian and Beyond”. Tema besar ini diangkat untuk membahas berbagai isu sosiopolitik nasional dan internasional.

     Pada webinar ini, Nicky Fahrizal, peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), menyampaikan bahwa dalam reformasi militer terdapat dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus meninggalkan dwifungsi ABRI yang telah memungkinan keterlibatan TNI ke ranah sipil, politik, dan bisnis di masa Orde Baru. Kedua, militer harus tunduk kepada konstitusi sebagai hukum tertinggi yang berlaku. “Kita punya suatu pengalaman bahwa dalam masa lalu, ABRI mengatasi segala golongan yang artinya di atas konstitusi juga,” jelas Nicky.
 
     Nicky juga menjelaskan bahwa ide mengenai konstitusionalisme ini harus diperkuat saat ini. “Artinya, setiap kekuasaan yang diselenggarakan harus dikendalikan oleh hukum dan konstitusi,” tambahnya. Kemudian, Nicky juga menyampaikan mengenai tanda-tanda kembalinya militerisme.
 
     Menurutnya, tanda kembalinya militerisme antara lain: absennya keputusan atau kebijakan sipil dalam pengerahan TNI, penggunaan kapasitas TNI di luar fungsi dan kewenangan di luar undang-undang (UU), keterlibatan TNI dalam mendukung kekuasaan politik praktis, dan kurangnya kemampuan dan komitmen TNI untuk ditetapkan di bawah otoritas sipil. “Apabila ini terpenuhi semua, maka militerisme kembali,” tegasnya.
 
     Bagi Nicky, kontribusi terbesar TNI bagi pemerintahan sipil yang konstitusional dan demokratis adalah berpegang teguh pada ketentuan hukum yang mengaturnya, menghindari keterlibatan pada birokrasi sipil dan bisnis, dan tidak menjadi alat politik yang dimanfaatkan oleh elite kekuasaan. “Ini yang saya harapkan dalam revisi UU TNI, harusnya seperti ini,” ungkap Nicky.
 
     Selanjutnya, Rosita Dewi, peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), juga turut menyampaikan materi mengenai militerisme dan hak asasi manusia (HAM), secara khusus di Papua. Rosita menyebutkan bahwa konflik di Papua berakar dari marginalisasi, diskriminasi, kekerasan, pelanggaran HAM, persoalan pembangunan, dan perdebatan sejarah, serta politik. Dalam hal ini, menurut Rosita, banyak keterlibatan militer dalam konflik di Papua.
 
     Kemudian, Ikrar Nusa Bhakti, seorang pengamat politik, mengatakan bahwa awal mula keterlibatan militer dalam politik dapat dijelaskan dalam konsep The Middle Way. Menurutnya, konsep ini menjadi latar belakang kehadiran dwifungsi ABRI. Lebih lanjut, ketika Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai Kepala Staf Teritorial TNI, ia mengeluarkan paradigma baru mengenai ABRI. Paradigma ini salah satunya menyebutkan bahwa ABRI tidak lagi menduduki, tetapi memengaruhi. Menurut Ikrar, paradigma baru ini sama halnya dengan dwifungsi.
 
     Terkait revisi UU TNI, Ikrar menyoroti beberapa aspek. Pertama, menurut Ikrar, ketika usia republik semakin tua seharusnya peran militer berkurang. Kedua, beberapa keahlian khusus yang dahulu dimiliki militer untuk menguasai beberapa sektor seperti keamanan siber, kini bisa dilakukan oleh sipil. Ketiga, menurut Ikrar, revisi UU TNI adalah cara Prabowo untuk memperkuat benteng militer pada masa kekuasaannya. “Kita berharap gerakan mahasiswa itu terus terjadi dan berpusat di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Tiga daerah ini menjadi penggetar sama seperti pada 1998,” ucap Ikrar. (Michelle Gabriela Momole)

Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Radio JP
    • Podcast JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024