Jurnal Perempuan
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025
Warta Feminis

Aktivis Perempuan dan HAM Tolak Penyangkalan Sejarah Perkosaan Massal 1998 oleh Fadli Zon

16/6/2025

 
PictureDok. Jurnal Perempuan
     Pada Jumat (13/6/2025) pada Konferensi Pers “Kami Perempuan Indonesia: Menolak Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon”, sejumlah aktivis perempuan dan pegiat HAM mengecam pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut kasus perkosaan massal terhadap perempuan Tionghoa pada Mei 1998 sebagai hoaks atau rumor belaka. Pernyataan dari politikus tersebut keluar pada kegiatan Real Talk with Uni Lubis pada Senin (8/6/2025). Pernyataan ini sangat melukai para korban perkosaan massal 1998 dan seluruh perempuan Indonesia, dan sekaligus berupaya “mencuci” kejahatan HAM era Orde Baru.

     ​Konferensi pers dimoderatori oleh Mike Verawati (Koalisi Perempuan Indonesia) dan diisi oleh pernyataan dari Ita Fatia Nadia, Kamala Chandra Kirana, Andy Yentriyani, Jaleswari Pramodhawardani, Sulistyowati Irianto, Julia Suryakusuma, Mia Siscawati, dan Usman Hamid. Kritik dilontarkan secara keras oleh tokoh-tokoh terkait yang menilai pernyataan tersebut sebagai bentuk pengingkaran atas sejarah dan penderitaan korban perkosaan massal.

     Dibuka oleh Ita F. Nadia, peneliti dan penulis sejarah perempuan, yang menyatakan bahwa pernyataan Fadli Zon menyalahi fakta sejarah yang telah tercatat secara resmi dan akademik. Ia mengutip buku Sejarah Indonesia Jilid 6 yang menyebut secara spesifik bahwa pada pergolakan politik Mei 1998 telah terjadi perkosaan massal terhadap perempuan Tionghoa di berbagai kota di Indonesia, seperti Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya, dan Solo.

     Sosok yang turut mendampingi korban perkosaan massal itu juga menambahkan, dokumen dan laporan dari Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), dimana ia juga menjadi bagian dari tim tersebut, juga telah mengonfirmasi adanya kekerasan seksual. Bahkan, Keputusan Presiden (Keppres.) No. 181/1998 yang dikeluarkan Presiden Habibie juga mengakui tragedi itu. Keppres tersebut kemudian menjadi dasar pendirian Komnas Perempuan. "Pernyataan Fadli Zon adalah bentuk pengingkaran atas kebenaran dan keputusan negara sendiri," tegasnya.

     Data dan fakta mengenai kekerasan seksual dalam kerusuhan 1998 sudah tersedia dan telah diverifikasi, tetapi terus disangkal. Hal ini disoroti oleh Kamala Chandrakirana (aktivis feminis) sebagai budaya penyangkalan (culture of denial) yang masih kuat di kalangan aparat negara hingga saat ini.

     Pernyataan seorang menteri bahwa tragedi tersebut adalah kebohongan mencerminkan posisi negara yang tidak berpihak pada kebenaran. Kamala menegaskan, menyatakan mendukung gerakan perempuan tetapi di satu sisi tetap menyangkal perkosaan 1998 adalah hal yang kontradiktif. Fadli Zon justru menunjukkan pengingkaran atas sejarah perjuangan perempuan.

     Usman Hamid (Amnesty International Indonesia) menyebut pernyataan Fadli Zon sebagai “kekeliruan fatal” yang merusak kredibilitasnya sebagai pejabat publik. Menurutnya, jika pemerintah ingin menyelesaikan tragedi tersebut, seharusnya merujuk pada Komnas HAM sebagai otoritas pencari kebenaran, bukan menyangkal tragedi yang telah didokumentasikan.

     Usman juga menyerukan agar delapan rekomendasi dari TGPF ditindaklanjuti oleh Presiden, DPR, dan lembaga negara lainnya. Salah satunya ada penyelidikan mendalam terkait detail dari perkosaan tersebut untuk membongkar otak intelektual dan pihak-pihak mana saja yang dilibatkan. Sayangnya, selain Komnas HAM, belum ada lembaga negara lain yang melanjutkan penyelidikan dengan serius. Pengadilan HAM seharusnya segera digelar, bukan disangkal.

     Sudah bukan rahasia lagi bahwa perkosaan massal 1998 menyasar kelompok tertentu. Mayoritas korbannya berasal dari kelompok triple minority, yakni perempuan, etnis Tionghoa, dan kelompok ekonomi menengah ke bawah. Menanggapi fakta ini, Sulistyowati Irianto (akademisi dan dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia) memang ditargetkan dan sistematis. Tujuannya untuk melemahkan agensi perempuan dan menghalau perlawanan masyarakat sipil.

     Profesor Sulis juga menekankan kekejaman dari tindakan pemerkosaan yang dilakukan saat itu, yaitu menggunakan benda tajam dan tumpul untuk menyiksa bagian sensitif tubuh perempuan. Ahli antropologi hukum tersebut memperingatkan bahwa jika bangsa ini terus menyangkal bukti yang telah tercatat dalam laporan resmi, karya ilmiah, hingga catatan PBB, Indonesia bisa dipandang sebagai negara anti sains.

     Segala penyangkalan dari Fadli Zon justru terkesan berusaha menggembosi fakta sejarah Mei 1998. Padahal, penulisan sejarah yang jujur adalah syarat penting untuk pembelajaran nasional.

     Andy Yentriyani (Ketua Komnas Perempuan periode 2020-2025) menambahkan, dari hasil penelusuran terhadap para penyintas, banyak korban masih mengalami kesulitan hidup akibat stigma dan trauma. Banyak di antara mereka yang memutuskan untuk menetap di luar negeri karena masih terbayang-bayang ketakutan yang tidak disembuhkan negara.

     Bahkan keluarga dan lingkungan korban ada yang menyalahkan perempuan sebagai pihak yang bersalah atas perkosaan. “Jika negara terus menyangkal, peristiwa serupa sangat mungkin terulang,” ujarnya.

     Julia Suryakusuma, seorang aktivis perempuan dan penulis, menilai bahwa era reformasi kini justru telah berubah menjadi fase deformasi. Pernyataan itu bersumber dari banyaknya kemunduran yang dialami oleh negara ini. Ia menyebut bahwa apa yang dilakukan Fadli Zon adalah salah satunya—bagian dari strategi sistematis penghapusan sejarah dan penundukan perempuan sebagai simbol penundukan rakyat.

     Penyangkalan atas kekerasan seksual dalam sejarah bukan sekadar kesalahan politik, tetapi bentuk agresi yang disengaja. Penulis “Ibuisme Negara” ini juga menegaskan bahwa di banyak negara, pemerkosaan digunakan sebagai strategi perang yang terencana. Penghapusan sejarah perempuan pun adalah praktik yang berulang dari era kolonial hingga reformasi dan tengah berusaha dilakukan lagi melalui penghapusan fakta perkosaan 1998.

     Jaleswari Pramodhawardani (Kepala LAB 45) turut mengecam pernyataan Fadli Zon. Aktivis dan birokrat itu menyebut pernyataan Fadli Zon mengingkari kebijakan negara, mengabaikan bukti konkret kekerasan seksual yang masif dan sistematis selama kerusuhan 1998, serta menyangkal ratusan penelitian ilmiah yang kredibel.

     Menurut Jaleswari, pernyataan itu juga mencederai suara korban, serta mengabaikan kesaksian dan riset akademik yang telah menegaskan pola kekerasan yang terstruktur. Ujaran Fadli Zon bukan sekadar salah bicara, melainkan penyangkalan atas penderitaan manusia yang sangat nyata.

     Sebagai penutup, akademisi dan Ketua Kajian Gender SKSG Universitas Indonesia, Mia Siscawati, turut menyayangkan bahwa Fadli Zon mengabaikan kerja-kerja akademik yang telah dilakukan selama bertahun-tahun terkait kekerasan seksual 1998. Ia menegaskan bahwa bahkan di Google Scholar terdapat banyak jurnal, disertasi, dan publikasi ilmiah yang membuktikan kejahatan tersebut.

     Mia menilai pernyataan Fadli tidak hanya berpotensi memecah belah, tetapi juga mengancam kebebasan akademik. Jika pembelokan sejarah ini dibiarkan, maka akan muncul ketakutan di kalangan akademisi dan berisiko membatasi kajian ilmiah yang kritis di masa depan. (Nada Salsabila)


Comments are closed.
    Jurnal Perempuan
    ​
    terindeks di:
    Picture

    Archives

    June 2025
    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    July 2024
    June 2024
    May 2024
    April 2024
    March 2024
    February 2024
    January 2024
    December 2023
    November 2023
    October 2023
    September 2023
    August 2023
    July 2023
    June 2023
    May 2023
    April 2023
    March 2023
    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    April 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    September 2021
    August 2021
    July 2021
    June 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    October 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    June 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    February 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    October 2018
    September 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Yayasan Jurnal Perempuan| Alamanda Tower, 25th Floor | Jl. T.B. Simatupang Kav. 23-24 Jakarta 12430 | Telp. +62 21 2965 7992 Fax. +62 21 2927 7888 | [email protected]
  • TENTANG KAMI
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • Demo Suara Ibu Peduli
    • Rilis JP
  • Jurnal Perempuan
    • Indonesian Feminist Journal
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Podcast JP
    • Radio JP
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • International Friends of JP
    • Blog SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen/Puisi Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Category
    • Daftar Toko Buku
  • Toeti Heraty Scholarship
    • Biodata Penerima Beasiswa 2022
    • Biodata Penerima Beasiswa 2023
    • Biodata Penerima Beasiswa 2024
    • Biodata Penerima Beasiswa 2025