Peringatan Pemicu: tulisan mengandung tindakan kekerasan seksual. Oleh: Alya Fathinah Cermin berukuran 180x60 menampilkan sosok perempuan yang sedang bersiap. Perempuan bernama Gayatri itu memperhatikan baju dengan lengan ¾ berwarna putih dan rok coklat muda bawah lutut yang dikenakannya. Ia membolak-balikkan badannya, melihat kembali pakaian yang dikenakannya sembari memperhatikan rambutnya yang dikuncir kuda. Kemudian, ia juga mengambil tas ransel favoritnya untuk dicocokkan. Lima menit berlalu, Gayatri masih berdiri di tempat dan melakukan hal yang sama. Merasa pakaiannya tidak menutupi memar yang ada di tangannya, ia pun mengambil kardigan lengan panjang senada dengan warna roknya sebelum akhirnya membawa sepotong roti dan pergi kuliah.
Setelah berpamitan kepada ibunya, Gayatri berjalan kaki menyusuri gang sepanjang 800 meter dan terus berjalan hingga berhenti ketika sampai di stasiun. Sama seperti biasanya, kondisi stasiun pada pagi hari ramai oleh penumpang dengan segala aktivitasnya. Suara pengumuman kedatangan kereta KRL Commuter Line saling bersahutan. Meskipun harus rela berdesakan, tetapi Gayatri berhasil merangsek masuk ke kereta tujuannya. Ia pun kembali memutar lagu melalui earphone-nya sembari menikmati perjalanan yang penuh sesak itu. Tiba-tiba ada sesuatu yang menyita perhatiannya. Ia melihat laki-laki paruh baya yang tidak jauh dari tempatnya berdiri menempelkan badannya kepada perempuan berjilbab biru di dekat pintu. Perempuan itu terlihat tidak nyaman, bahkan sudah beberapa kali mencoba mengubah posisi berdirinya. Akan tetapi, kondisi gerbong yang padat penumpang membuat dirinya tidak bisa berkutik sehingga laki-laki itu tetap melancarkan aksinya. Nahas, orang-orang di sekitar perempuan itu lebih memedulikan kepentingan mereka masing-masing. Gayatri bingung harus melakukan apa. Ia ingin sekali menolong perempuan itu, tapi tidak tahu bagaimana caranya. Hingga akhirnya, kesempatan untuk menolong itu datang ketika kereta berhenti di stasiun berikutnya. Beberapa penumpang turun, tetapi lelaki paruh baya itu masih berdiri di tempat yang sama. "Hai, kita ketemu di sini," ujar Gayatri sembari menarik tangan perempuan itu ke dekat tempatnya berdiri. Perempuan itu tersentak kaget, tetapi langsung memberikan respons, "hai, enggak nyangka, ya, kita ketemu di sini. Kamu mau ke kampus?" jawab perempuan itu sembari berpindah ke tempat kosong dekat Gayatri. Melihat keakraban Gayatri dan perempuan itu, lelaki paruh baya tadi berjalan, berpindah ke gerbong lain. Perempuan itu mengembuskan napas, meskipun Gayatri menyadari bahwa raut wajahnya masih terlihat tidak baik-baik saja. Gayatri pun mengusap punggung perempuan itu. “Gimana perasaan kamu sekarang? Ada yang bisa aku lakukan buat ngebantu kamu?” tanya Gayatri. Perempuan itu tidak langsung menjawab, melainkan memeluk tubuh Gayatri. "Aku senang kamu membantu aku. Makasih, ya," bisik perempuan itu lalu menguatkan pelukannya. Namun, Gayatri melepaskan pelukan itu secara perlahan. "Sama-sama, tapi maaf banget aku enggak terbiasa dipeluk orang lain secara tiba-tiba," jawab Gayatri. "Oh, maaf tiba-tiba peluk kamu,” jawab perempuan itu sambil melepaskan pelukannya, “kenalin nama aku Aqila, namamu siapa?" lanjut perempuan itu sambil mengulurkan tangannya. "Gayatri," jawab Gayatri singkat sembari menyambut uluran tangan Aqila. Jabat tangan keduanya tidak berlangsung lama karena Gayatri langsung memejamkan matanya, terlihat pusing dengan napas yang berubah menjadi tidak teratur. "Gayatri, kamu baik-baik aja?" tanya Aqila. "Eh, baik kok cuma tiba-tiba pusing aja. Aku harus turun di stasiun berikutnya, kamu bakal turun di mana, nih?" kata Gayatri. "Wah, sama dong, kampusku juga berhenti di stasiun itu. Kamu belum sarapan kali, ya? Gimana kalau kita sarapan bareng aja? Setahuku, ketoprak di depan stasiun enak," ajak Aqila yang bersambut anggukan dari Gayatri. Kereta pun berhenti di stasiun berikutnya. Gayatri dan Aqila turun dari kereta kemudian berjalan bersama menuju tukang ketoprak. Keduanya pun memesan menu yang sama, ketoprak ditambah telur ceplok dengan tingkat pedas sedang. Gayatri dan Aqila mengobrol banyak hal, ternyata mereka berkuliah di kampus dan fakultas yang sama. Namun, Gayatri lebih tua dua tahun dibanding Aqila. "Gayatri, Gayatri sudah aku cari ke mana-mana, ternyata kamu ada di sini," ujar seorang laki-laki seumuran mereka dengan sedikit berteriak. Merasa namanya dipanggil, Gayatri menoleh dan menghampiri sumber suara, meninggalkan sepiring ketoprak yang sedang dimakannya. Ia melihat sosok laki-laki yang sebenarnya tidak ingin ia temui. "Bisa enggak sehari aja enggak usah teriak sama manggil nama aku kenceng kaya gitu," tegas Gayatri dengan sedikit kesal. Laki-laki itu bukan berubah menjadi lebih lembut, tetapi justru terlihat lebih kesal. "Oh, sekarang udah berani ngelawan, ya?" bentak laki-laki itu sambil memegang tangan Gayatri. Beberapa orang yang sedang makan ketoprak sekilas memperhatikan keduanya sedangkan Aqila merasa familiar dengan wajah laki-laki itu, hingga memutuskan untuk menghampiri. "Halo, Kak Raja!" sapa Aqila kepada laki-laki itu dengan sopan. Raja melepaskan genggaman pada tangan Gayatri yang disambut embusan napas lega dari Gayatri. "Hai, Aqila ya, kalau enggak salah? Lagi sarapan, nih?" jawab Raja dengan ramah. "Iya, betul, Kak. Kakak sengaja mau ke kampus bareng Kak Gayatri?" "Iya, kamu tahu aja, nih. Yuk, Gayatri, kita otw kampus, kelasnya sebentar lagi. Aqila, kita duluan, ya," kata Raja. "Eh, sebentar aku bayar dulu makanannya," kata Gayatri, menghampiri penjual ketoprak. Sementara, Raja mengobrol dengan Aqila. Entah apa yang diobrolkan, tetapi keduanya terlihat akrab. "Kami pamit, ya, Aqila. See you soon!" sambung Gayatri, meninggalkan Aqila dan ketopraknya yang tersisa setengah lagi. Raja dan Gayatri berjalan menuju tempat parkir, mendatangi sepeda motor yang akan dikendarai oleh Raja. "Kok kamu enggak bilang sih tadi ada adik tingkat kita di situ? Kamu sengaja ya, mau ngejelekin aku di depan dia?" ucap Raja dengan nada tingginya di tengah perjalanan. "Ya kan aku juga enggak tahu kalau Aqila ternyata kenal sama kamu. Kamu kebiasaan dateng-dateng suka marah." "Secara logika, enggak mungkin mahasiswa baru enggak tahu ketua BEM Fakultasnya. Jadi, menurut kamu salah aku, gitu? Harusnya kamu bilang atau kasih kode kek ada orang yang kenal sama aku. Kalau citra aku jelek gimana? Kamu mau tanggung jawab?" sambung Raja tidak mau kalah. Gayatri memilih tidak melanjutkan percakapan itu. Memulai pagi dengan berdebat sudah pasti menurunkan mood-nya. Raja pun mengendarai sepeda motornya dengan kencang, tanda suasana hatinya sedang tidak bagus. Setibanya di depan kelas, Haura menghampiri Gayatri kemudian menariknya menjauh dari teman-temannya yang lain. "Lo kok dateng bareng si Raja, sih?" bisik Haura. "Ya gimana lagi, tadi dia nyamperin ke stasiun," jawab Gayatri. "Lo kan bisa nolak," kata Haura sembari mengangkat lengan kardigan Gayatri, "tuh kan tangan lo memar." Gayatri menurunkan lengan kardigannya, "udah bukan karena dia kok, lo santai aja, oke?" sambung Gayatri, mencoba menenangkan sahabat satu-satunya itu. Haura mendengus kesal oleh jawaban Gayatri. Ia tahu betul sahabatnya berada dalam hubungan yang tidak sehat, tetapi sayangnya berbagai nasihat Haura belum Gayatri dengarkan. Mereka pun masuk ke dalam kelas. Hari itu, Gayatri dan teman-temannya melaksanakan tiga mata kuliah sehingga berkuliah sampai sore. Setelah selesai berkuliah, sebagian besar dari mereka kerja kelompok untuk menyelesaikan tugas yang dikumpulkan lusa. "Tri, kelompok lo katanya kerja kelompok di kosan Raja, ya? Hati-hati. Gue udah titip ke temen sekelompok lo biar jagain lo dari laki-laki jahat itu. Kalau ada apa-apa, lo wajib telepon gue," bisik Haura sambil memperlihatkan nomornya yang sudah ada masuk kontak darurat HP Gayatri. Kemudian, Haura menghampiri rombongan teman sekelompoknya sebelum akhirnya Raja mendatangi Gayatri. Gayatri, Raja, dan empat teman lainnya berjalan sambil mengobrol. Mereka hendak pergi ke arah parkiran motor. "Gayatri dibonceng sama gue aja, ya," ujar Raja. Gayatri menyesali teman-temannya tidak ada yang membantah ucapannya itu. Dengan terpaksa, Gayatri pun mengikuti perkataan Raja. Jarak kampus ke kosan Raja tidak terlalu jauh, tetapi Gayatri merasa Raja sengaja mengendarai motornya dengan lambat sehingga teman-temannya jauh berada di depan mereka. Di tengah perjalanan, tangan kiri Raja menarik tangan Gayatri untuk memeluknya dari belakang. Gayatri sudah menolaknya berulang kali, tetapi Raja terus menariknya. "Tangan kamu kok enggak bisa diem? Udah, ya, sekarang kaya gini, aku udah lama enggak dipeluk pacar aku," kata Raja sambil kembali menarik tangan Gayatri. Gayatri hanya bisa menurut daripada keselamatannya dipertaruhkan. Setelah itu, Raja juga mengelus-ngelus tangan Gayatri. Sesampainya di kosan Raja, keenam mahasiswa itu fokus berdiskusi untuk tugas kelompok mereka sambil diselingi mengobrol dan tak lupa mengisi perut dengan makanan. Di depan teman-temannya, perilaku maupun perkataan Raja ke Gayatri tidak aneh-aneh sehingga teman-temannya tidak menaruh kecurigaan. Akhirnya, mereka selesai mengerjakan tugas kelompok sekitar pukul 10 malam. "Tri, lo mau dianterin gue aja enggak? Kayla kosannya di sebelah. Kebetulan kosan gue juga deket stasiun jadi bisa sekalian," Sultan menawarkan Gayatri. "Iya bener, gue tinggal jalan kaki aja kok, deket," sambung Kayla. Raja mendengar percakapan itu, "eh Gayatri cewek gue, gue nanti yang anterin dia. Kalian pulang aja sana," ujar Raja sedikit marah. Lagi-lagi Gayatri hanya bisa diam, tetapi ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Setelah teman-temannya pulang, Gayatri sudah berdiri di depan pintu kamar Raja. Ia juga sudah menggunakan sepatunya agar Raja segera mengantarkannya ke stasiun. "Mau ke mana sih, kok cepet-cepet pengen pulang? Biasanya juga tidur di sini," bisik Raja, bernada menggoda. Gayatri tidak menjawab ucapan Raja, ia melanjutkan panggilan videonya dengan Haura. Keduanya mengobrol tugas kelompok yang tadi dikerjakan. Namun, Gayatri memberikan isyarat butuh bantuan dengan mengangkat empat jarinya kemudian menutup dan membukanya secara bergantian. “Kamu teleponan sama siapa, sih? Matiin dong, ini kesempatan berdua kita loh,” kata Raja. Gayatri berpura-pura sudah melakukan panggilan tersebut sedangkan Haura mematikan suara panggilannya, “aku mau pulang, cepet anterin aku atau aku pake ojol aja ini." Raja menarik tangan Gayatri. Namun, kali ini Gayatri mencoba mempertahankan posisi. Keduanya saling menarik sambil sesekali mengeluarkan suara. Sama seperti biasanya, Raja tidak peduli dengan tangan Gayatri yang memerah akibat ditarik olehnya. Sayangnya, tenaga Raja jauh lebih kuat. Gayatri pun terseret masuk ke kamar Raja. Setelah itu, Raja langsung mengunci kamarnya. "Rileks aja, ya," ujar Raja memberikan aba-aba. “Aku enggak mau, ya,” jawab Gayatri. Kalimat Gayatri tidak Raja dengar. Raja justru melampiaskan hasratnya. Ia memulainya dengan mencium kening, mengelus pipi Gayatri sampai akhirnya mencium bibir dan lehernya. Gayatri berusaha memberontak, tetapi tidak berdaya. Raja juga menyingkirkan handphone yang sedari tadi dipegang Gayatri. Handphone yang sebenarnya masih tersambung panggilan video dengan Haura sehingga Haura bisa merekamnya untuk dijadikan barang bukti. Lama-kelamaan Gayatri meneteskan air matanya. Raja menyadari air mata itu, kemudian mengusapnya dan tetap melanjutkan tindakan tak senonohnya. Tangan Raja mulai meraba anggota tubuh yang lain, melepaskan baju yang dipakainya sembari berusaha melepaskan kardigan yang dikenakan Gayatri. Namun, di saat yang bersamaan, tiba-tiba terdengar suara ketukan pada pintu kamar Raja. Awalnya Raja tidak menggubris suara tersebut karena menganggap bukan kamarnya yang diketuk. Akan tetapi, suara ketukannya semakin lama justru semakin kencang. Raja mendengus kesal sebab untuk pertama kalinya ada orang yang mengganggu. Ketika pintu terbuka, semua orang kaget. Orang yang berada di luar kamar kaget melihat Raja bertelanjang dada dengan wajah Gayatri yang sembab. Mereka juga melihat tangan Gayatri yang memar. Sementara, Raja dan Gayatri kaget melihat cukup banyak orang di depannya. Mereka melihat ada teman-temannya yang tadi kerja kelompok ditambah teman sejurusan yang lain, pengurus organisasinya Raja, dan beberapa adik tingkat yang satu kosan dengannya. Selain itu, beberapa penghuni kosan juga terlihat mengintip dari balik tirai jendelanya. "Gila, ya, lo kagak ada kapoknya nyakitin sahabat gue," kata Haura dengan nada tinggi. Kemudian, ia memberikan jaket untuk Gayatri, juga masuk ke kamar Raja untuk mengambil handphone Gayatri. "Sekarang udah banyak saksi. Kita putus. Tolong jangan ngancem-ngancem lagi," Gayatri mengucapkan kalimatnya dengan bergetar. Raja hanya menunduk, tidak memberikan respons, tetapi tidak memperlihatkan wajah penyesalan. Gayatri didampingi Haura berjalan menuju kamar adik tingkatnya. Sesampainya di sana, tangis Gayatri pecah, sang pemilik kamar langsung memberikan minum dan tisu kemudian meninggalkan keduanya. Sementara, Raja tetap berada di kamarnya lalu mengobrol dengan teman laki-laki sejurusannya dan pengurus organisasi yang dibawahinya. Tangis Gayatri berlangsung cukup lama. Memorinya kembali mengingat berbagai kejadian tak mengenakan yang disesalinya. "Ma..ka..sih ya u..dah se..la..me..tin a..ku," ujar Gayatri dengan terbata-bata. "Kembali kasih, Tri. Lo hari ini keren, udah berani ngelawan dan gunain strategi. Semoga mantan lo dapet hukuman, deh. Janji sama gue, jangan pernah balikan sama tuh cowok," jawab Haura. Gayatri hanya mengangguk, "eh tapi menurut lo kejadian ini malu-maluin enggak, sih? Gue takut juga kalau videonya kesebar." "Percaya deh enggak malu-maluin sama sekali. Kita udah lakuin hal yang bener kok. Masalah video yang jadi senjata Raja, gue yakin kalau udah banyak saksi dia enggak akan berkutik. Gue juga udah minta sama cowok-cowok biar video itu dihapus pas mereka mediasi," jawab Haura. Keduanya kembali berpelukan. Lalu Gayatri keluar dari kamar itu, sekitar tujuh orang menyambut kedatangan Gayatri. "Terima kasih ya, teman-teman sudah mau datang. Maaf mengganggu waktu malam kalian," ujar Gayatri. Perkataannya disambut dengan berpelukan ramai-ramai. Salah satu di antara mereka menghampiri Gayatri kemudian mengucapkan. "Kak Gayatri hari ini keren," ujar perempuan itu sambil memberikan selembar sticky notes bertuliskan 'kalau 10 menit enggak keluar, gedor aja please'! "Aqila! Kita ketemu lagi! Ternyata kamu baca kode dari aku. Makasih, ya." "Iya dari awal rombongan kakak datang buat kerja kelompok aku udah curiga, jadi aku pantau apalagi ada cekcok pas tinggal kalian berdua. Terus pas pintunya ketutup, aku sengaja lewat dan nemuin kertas ini," ungkap Aqila. "Okai, makasih, ya. Aku sama temen-temen pamit dulu, ya! Kalian jaga diri dan kesehatan." Gayatri, Haura, dan dua teman sejurusannya pergi. Malam ini Gayatri menginap di kosannya Haura. Sejak kejadian itu, Raja kehilangan tahtanya. Diberhentikan secara tidak hormat dari posisinya dalam organisasi, mendapat sanksi sosial dari teman-temannya hingga mendapatkan sanksi akademik berupa skorsing. Haura setia menemani Gayatri untuk proses pelaporan ke kampus maupun pergi bersama ke psikolog. Terkait kondisi Gayatri, ia sudah jauh lebih baik setelah mendapatkan perawatan psikologis serta banyaknya dukungan kepadanya. Bahkan, Gayatri kemudian aktif memberikan edukasi melalui media sosial terkait pencegahan maupun penanganan kekerasan. Kisah Gayatri hanya salah satu dari sekian banyak kisah hubungan pacaran yang toksik. Racunnya mungkin tidak terasa karena terlalu mencintai pasangan kita, tetapi memberikan dampak yang sangat besar. Kekerasan bukanlah hal yang bisa dinormalisasi apalagi jika dilakukan oleh pasangan yang berada dekat dengan kita. Jangan takut untuk bersuara, merencanakan strategi, dan melaporkan segala bentuk kekerasan! *** Alya Fathinah, lahir pada tahun 2001. Sejak kecil senang menulis, meskipun bentuk tulisannya berbeda-beda. Hingga akhirnya berkecimpung menulis dalam bidang jurnalistik dan saat ini sedang menempuh gelar sarjana komunikasi di Universitas Padjajaran, Bandung. Senang mengobrol dan bisa dikontak di [email protected]. Comments are closed.
|
AuthorKumpulan Cerpen Archives
October 2024
Categories |