Oleh: Linda Tagie
Telah ribuan tahun kami membaca kalender yang membentang pada biru langit yang ditorehkan lentik jemari rasi bintang pada setiap purnama “Langit juga bisa baomong*, asal kau tahu cara memahaminya” kata nenek sembari bangun meninggalkan alat tenunnya di bawah balai-balai Ia beranjak ke halaman depan tangan kanannya meraih anyaman kerigi** yang belum selesai di ujung kelaga rai*** dengan sigap Oka Rusmini
Mungkin tanah Bali tak punya peta leluhur di matamu atau hidup tak pernah mengajari keindahan. Daun-daun yang sering dipetik para leluhur di pinggir kali Badung tak pernah mendongengkan silsilah padamu. Aku ingat ketika kanak-kanak air kali itu bercerita banyak padaku dan leluhur duduk dekat kali menjulurkan kaki, kain mereka dibiarkan basah air kali memandikannya dengan riang aku sering berlari dengan sepeda roda tiga mengitari kali. Pohon kelapa mengajari dongeng sebuah Pura katanya, aku harus tahu silsilah tanah. Beratus tumbal telah diciptakan para pemilik tanah. Oleh: Rachmawati Ariany
Nafasku pagi ini penuh Hilang sudah semua peluh Tak ada lagi letih kesuh Segar...damai...bahagia utuh Sesaat kembali bekerja Memanen buah dari pohon dengan lebatnya Gemericik air mengalir di sungai seberang Kicauan burung bersahutan melengking Oleh: Zubaidah Djohar
Mungkin bagi kalian sungai Pinto Sa surga terindah menghempas lelah Melautkan tawa di lingkar kekasih hati Untuk Ibu Toeti Heraty
Oleh: Embun Kenyowati Ekosiwi Sehelai selendang telah hilang dalam sebuah perjalanan, selendang yang selama perjalanan melingkari badan. Ketika sehelai selendang telah hilang orang berpikir, menerka dan bertanya-tanya, siapa yang telah mengambilnya, ataukah tertinggal, atau terjatuh di mana di suatu tempat, di suatu masa Oleh Dian Paramita Sastrowardoyo Setiap kali sebuah mikrolet berlalu di hadapanku, aku tak bisa tak teringat masa kecilku. Masa-masa ketika aku mengisi siang yang terik dan sepi dengan bermain dengan bonekaku. Di dalam kamar itu.
Siang itu sama seperti hari-hari sebelumnya, aku asyik menyisir rambut Barbie, yang rambutnya kelak dipotong lagi setelah sekian kali berganti model, tanpa merasa kesepian. Selalu saja ada ‘seseorang’ yang kurasa menemaniku. Aku cukup menikmati saat-saat seperti itu. Aku rasa mbak Tri, asisten rumah tangga kami, tidak memahami apa saja yang sedang berlangsung di dalam kepalaku, termasuk ketika dia sering menemukan aku tengah berbicara sendiri dalam kesendirian. Oleh Citra Benazir
Hiruk pikuk DKI Jakarta melarut hingga usia senja Cucuran darah di tengah kerumunan yang marah tetesan keringat di tengah terik yang menyengat Karya Toeti Heraty
Aku tuntut kalian ke pengadilan, tanpa pihak yang menghakimi siapa tahu, suap-menyuap telah meluas menjulang sampai ke Hakim Tertinggi Siapa jamin, ia tak berpihak sejak semula karena dunia, semesta, pria yang punya Karya Zubaidah Djohar
“Selamat Hari Ibu, Lengan Kehidupanku!” ujar Arvin di suatu siang sepulang berlayar ilmu Sang ibu tersentak dalam binar Pantai mana yang menghantar bunyi padamu? Arvin tersenyum manis. Amat manis. Ini memang bukan Aku-nya karya Chairil Anwar. Aku versi aku. Pernah merasakan waktu kecil menggeliat di lantai pusat perbelanjaan, meraung-raung karena tidak dibelikan barang yang diinginkan? Iya itu aku. Saat itu aku berumur 6 tahun dan ingin sekali punya gaun warna merah muda yang roknya megar-megar seperti princess. Tapi mama tidak membelikan karena, selain aku punya banyak di rumah, waktu itu memang pergi ke perbelanjaan bukan untuk belanja. Namanya juga aku masih kecil, jadi yang egonya. Kalau sudah ingin sesuatu pokoknya harus dipenuhi. Tapi mama tetap tidak membelikan walaupun aku sudah nangis-nangis, meraung-raung, menggeliat di lantai. Alhasil karena malu dicuekin mama aku pun diam seribu bahasa dan berhenti menangis. Sampainya aku di rumah, suasana hati langsung berantakan.
|
AuthorKumpulan Cerpen Archives
October 2024
Categories |