“Gejala radikalisme dan fundamentalisme merupakan reaksi terhadap perkembangan sosial dan bagian dari dinamika dalam masyarakat modern”, ungkap Ulil Abshar Abdalla dalam kelas Kajian Filsafat dan Feminisme (Kaffe) di Kantor Yayasan Jurnal Perempuan pada Jumat lalu (2/06). Lebih jauh Ulil menjelaskan bahwa radikalisme dan fundamentalisme merupakan pemahaman agama literallistik yang merupakan gejala khas perkotaan. Di perdesaan Ulil menjelaskan bahwa corak keagamaannya merupakan communitarian, yaitu masyarakat berkerumun di sekitar tokoh keagamaan yang karismatik dan menjadi rujukan bersama. Sedangkan di dalam masyarakan modern perkotaan menurut Ulil ikatan tradisional tersebut rusak dan kemudian orang-orang mulai mencari ketenangan baru, otoritas keagamaan baru yang telah sebenarnya menjadi corak kegamaan di desa. “Para otoritas baru sebagian besar ada bukan karena penguasaan hermeneutik islam yang mendalam melainkan karena faktor-faktor yang tidak berkaitan langsung dengan kepakaran tersebut”, ungkap Ulil. Terkait pernyataannya terebut Ulil menjelaskan bahwa wacana islam di perkotaan yang dipengaruhi para otoritas baru tersebut memiliki dua kemungkinan, pertama coraknya penuh dengan bahasa kemarahan atau yang kedua adalah bahasa sufisme, spiritualisme baru, mistisisme. Keduanya merupakan respons terhadap situasi politik, ekonomi, budaya dalam masyarakat perkotaan. Wacana keislamanyang dihadirkan oleh para otoritas baru tersebut menurut Ulil hadir untuk memenuhi kebutuhan masyrakat islam perkotaan yang kehilangan ‘induknya’. Lebih jauh Ulil mengungkapkan bahwa wacana keislaman semacam itu berbeda jauh dengan generasi-generasi sebelumnya yang lebih membuka dan memosisikan diri dengan eksistensi keagamaan yang berbeda. “Corak wacana keislaman yang karakter pokoknya penuh dengan bahasa kemarahan berimplikasi besar terhadap perempuan”, ungkap Ulil. Perempuan menjadi pembicaraan penting dalam wacana keislaman fundamentalisme dan radikalisme, Ulil mengungkapkan bahwa perempuan dianggap sebagai unsur penting penanda budaya, culture marker, sehingga ada konstruksi bahwa jika komunitas atau kelompok islamis tersebut kalah dalam penguasaan dan pengendalian perempuan maka seluruh bangunan perjuangan menjadi rusak. Akibatnya perbincangan publik terkait kebijakan yang menyoal perempuan dan apa yang dianggap moralitas publik menjadi sulit dilakukan. (Andi Misbahul Pratiwi) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |