Tahun 2024 menandakan sudah tiga tahun berlalu sejak Toeti Heraty, seorang filsuf, feminis, penyair, dan seniman Indonesia terkemuka, berpulang menuju keabadian. Salah satu pendiri dan pendukung pertama Jurnal Perempuan ini meninggalkan banyak legasi, salah satunya adalah karya bertajuk Aku dalam Budaya yang mengungkap pemikirannya akan subjektivitas manusia dalam membentuk dan mentransformasikan budaya. Untuk memperingati kepergiannya, diselenggarakan Pameran Arsip Toeti Heraty bertajuk “Aku dalam Budaya” di Cemara 6 Galeri, Jakarta Pusat, pada 14 Juni hingga 14 Juli 2024. Pameran ini dikuratori oleh Dhianita Kusuma Pertiwi dan didukung oleh berbagai lembaga, seperti Biro Oktroi Roosseni, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), Institut Kesenian Jakarta, Lontar Mediatama, Cemara 6 Galeri, dan Dewan Kesenian Jakarta.
Dalam pembukaannya pada Jumat (14/6/2024) lalu, Inda Citraninda Noerhadi (putri mendiang Toeti Heraty) menyampaikan, salah satu tujuan dari pameran ini adalah untuk mengenalkan sosok Toeti Heraty ke masyarakat luas. Tidak hanya sebagai filsuf, tapi juga sebagai seorang feminis dan penyair yang memberikan banyak sumbangsih pada bangsa. Senada dengan Inda, Dhianita juga menyampaikan ide awal pembentukan pameran ini. Selain bertepatan dengan 1000 hari wafatnya mendiang, pameran ini juga diusung untuk menelusuri jejak tulisan dan arsipnya yang tersimpan rapi. Di dalam dokumen-dokumen tersebut, terdapat banyak pemikiran penting Toeti Heraty yang terpecah-pecah dalam berbagai fragmen. Arsip-Arsip Toeti Heraty Menyimpan Kemapanan Pemikiran Perempuan Aku dalam Budaya, dipilih menjadi tema utama sebab gagasan subjektivitas aku di dalamnya menunjukkan progresivitas pemikiran Toeti Heraty yang multi dimensi dan melampaui zaman. Aku dalam Budaya sendiri awalnya adalah disertasi Toeti Heraty ketika menempuh studi doktoral di Fakultas Sastra UI (sekarang menjadi FIB UI) pada tahun 1979. Dengan karya tersebut, Toeti Heraty berhasil mengukuhkan dirinya sebagai Doktor Filsafat perempuan pertama di Indonesia. Karya tersebut diterbitkan dalam bentuk buku pada 1984 dan 2013. Dhianita mengungkapkan, dalam proses kurasi, ditemukan sebanyak 257 karya Toeti Heraty, yang terdiri dari puisi, artikel, teks pidato, korespondensi, foto, dan makalah ilmiah. Karya dan dokumen tersebut dilahirkan mulai tahun 1991 sampai dengan tahun 2021, yakni hingga akhir hayatnya. “Toeti Heraty merupakan sosok yang multidimensi,” tukas Dhianita, “Sepanjang hidupnya, ia memberikan kontribusi yang sangat bermanfaat.” Kontribusinya tersebar dalam bidang sastra, filsafat, seni, aktivisme, bahkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Hilmar Farid (Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan—Kemendikbud) yang turut hadir berharap pameran arsip ini dapat mengobati kerinduan terhadap sosok Toeti Heraty dan kedalaman pemikirannya. Kedalaman pemikiran ini yang perlu kembali digaungkan pada masyarakat, mengingat belakangan ini publik tidak acuh terhadap hal tersebut. “Toeti Heraty memberikan banyak sumbangsih bagi ilmu pengetahuan dan perjuangan keadilan,” ujar Hilmar. Mendukung Pendidikan Tinggi bagi Perempuan Indonesia Toeti Heraty adalah salah satu perempuan Indonesia yang memiliki pencapaian cemerlang di bidang akademik, meskipun pada saat itu iklim akademis Indonesia, bahkan dunia, masih sangat misoginis. Pendidikan merupakan setengah dari napasnya. Toeti Heraty meraih gelar Sarjana Muda Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 1955. Selanjutnya ia menyambung pendidikan dan meraih gelar Sarjana Psikologi Universitas Indonesia pada tahun 1962. Pada tahun 1974, setelah melanjutkan pendidikan tinggi di Rijk Universiteit, Leiden, Belanda, Toeti Heraty meraih gelar Sarjana Filsafat. Ketika kembali ke Indonesia, Toeti Heraty membangun dan mengajar di Departemen Filsafat, Fakultas Sastra UI. Berkat dedikasinya, ia dikukuhkan menjadi Guru Besar Luar Biasa pada tahun 2014. Toeti Heraty sangat peduli pada pendidikan tinggi bagi perempuan dan minoritas gender, sehingga ia berkeinginan membantu mereka menerobos penghalang cita-citanya, seperti biaya pendidikan yang kian tinggi. Berawal dari wasiat tersebut, lahirlah Beasiswa Toeti Heraty sebagai kerja sama antara Yayasan Jurnal Perempuan dan Yayasan Toeti Heraty Roosseno. Di tahun 2024, program Beasiswa Toeti Heraty sudah menginjak tahun ketiga pelaksanaannya. Terhitung sudah ada 29 pelajar tingkat S-1, S-2, dan S-3 yang mendapat manfaat pendidikan dalam tiga tahun pelaksanaan program ini. Penerima Beasiswa Toeti Heraty datang dari beragam latar belakang daerah, akademik, dan aktivisme. Harapannya, mereka dapat menjadi penerus perjuangan Toeti Heraty sebagai feminis maupun sekutu yang berkutat dalam bidang filsafat maupun keilmuan lain yang masih sangat maskulin hingga kini. Hidup dan Menghidupi Budaya Budaya pendidikan yang setara sayangnya tidak lahir begitu saja. Perlu usaha dan perjuangan yang gigih untuk menghidupi budaya tersebut. Pemikiran yang tertuang dalam karya-karya Toeti Heraty hendaknya didiseminasikan pada masyarakat agar publik dapat merenungkan relasi subjek-objek manusia dengan kebudayaannya. Demikian, subjek aku dapat bergerak bebas dalam kebudayaan. Arsip-arsip tulisan, foto, korespondensi, dan objek-objek lain yang sarat akan kenangan Toeti Heraty beserta koleksi karya seni di museumnya dapat dikunjungi oleh publik hingga 14 Juli 2024. Pemikiran Toeti Heraty merupakan warisan berharga bagi bangsa, tutur Dhianita. Memori ini hendaknya dapat membawa ingatan mengenai sosok Toeti Heraty sebagai aku yang merdeka dalam budaya. “Toeti Heraty mengajak kita untuk menjadi subjek atas aku yang hidup di dalam budaya dan aku yang menghidupi budaya,” tutup Dhianita. (Nada Salsabila) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |