
Di mata Toeti, sesuatu yang mendasari feminisme adalah gugatan rasa keadilan. "Namun siapa yang menjamin hidup ini adil? Kita harus mendudukkan keadilan dalam konteks yang luas. Hidup belum tentu adil, tapi kita harus perjuangkan keadilan itu," ujarnya. Gugatan itu bahkan sudah berlangsung sejak berabad-abad lampau meskipun tidak diberi label feminisme, namun secara esensi sama, yaitu memprotes ketidakadilan. Contoh yang disebutkan adalah gugatan seorang perempuan bernama Floria yang dianggap sebagai penggoda Santo Agustinus, padahal Floria dan anaknyalah yang ditelantarkan. Suara perempuan seperti Floria tidak boleh dibungkam meskipun harus berhadapan dengan otoritas yang dianggap suci sekalipun.
Di masa sekarang, bandul feminisme sudah sedemikian rupa berayun mengikuti perubahan yang terus terjadi. Dalam konteks sosial-politik Indonesia, Guru Besar Filsafat FIB UI ini mencermati adanya kontradiksi perjuangan perempuan dengan maraknya perda-perda diskriminatif perempuan di berbagai daerah. Di sisi lain, dalam dunia sastra telah tumbuh gebrakan para penulis perempuan kontemporer yang menghadirkan tema berani mengenai tubuh dan eksistensinya sebagai perempuan. Termasuk di dalamnya pilihan akan orientasi seksual yang selama ini dianggap tabu. Jurnal Perempuan sendiri telah hadir merekam berbagai peristiwa tersebut dengan pendalaman perspektif feminisme, sebuah pendekatan yang menjadi ciri khas JP. Di akhir sambutan, Prof. Toeti mengucapkan: "Usia 18 tahun sudah cukup panjang. Selamat ulang tahun untuk kita semua, semakin berkembang semakin mendekati sasaran dan tujuan JP". (Nataresmi)