Tahun Ketiga Toeti Heraty Scholarship: Mendukung Pembaruan Pendidikan yang Berkeadilan Gender2/8/2024
Pada Rabu (31/7/2024) acara peluncuran dan diskusi publik Toeti Heraty Scholarship (THS) Angkatan Ketiga Tahun 2024 diselenggarakan secara daring melalui platform Zoom Meeting dan Live Streaming YouTube Video Jurnal Perempuan. Acara ini dihadiri oleh Ketua Yayasan Toeti Heraty Rooseeno yakni Migni M. Noerhadi, Direktur Eksekutif Yayasan Jurnal Perempaun yakni Abby Gina Boang Manalu, Dewan Pengawas Yayasan Jurnal Perempuan yakni Darwin C. Noerhadi, Tokoh Feminis Indonesia sekaligus Pendiri Yayasan Jurnal Perempuan yakni Gadis Arivia, dan dipandu oleh Koordinator Toeti Heraty Scholarship 2024 yakni Ayom Mratita Purbandani. Kegiatan ini juga dihadiri oleh berbagai tokoh pendidikan, aktivis perempuan, anggota dewan yayasan, akademisi, Sahabat Jurnal Perempuan, dan 10 penerima beasiswa THS 2024 yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, program studi, dan latar belakang aktivisme. Acara ini bertujuan untuk menyoroti pentingnya dukungan terhadap pendidikan tinggi bagi perempuan dan minoritas gender, serta mempromosikan nilai-nilai feminisme dan aktivisme gender dalam konteks pendidikan. Peluncuran program beasiswa ini juga menandai langkah penting dalam mendorong keterlibatan perempuan di dunia pendidikan tinggi, yang sering kali masih menghadapi berbagai hambatan struktural dan kultural. Dalam sambutannya, Abby Gina menerangkan bahwa hadirnya THS 2024 dalam mendukung pendidikan formal utamanya pada pendidikan tinggi dapat menjadi salah satu cara untuk membebaskan perempuan dari penindasan struktural, memungkinkan mereka untuk menentukan nasib sendiri dengan lebih otonom, bisa lebih terlibat dalam dunia publik, dan mendorong kesetaraan gender di Indonesia. Abby Gina juga menambahkan bahwa hingga hari ini hambatan keterlibatan perempuan dalam pendidikan, khususnya pendidikan tinggi masih banyak kita rasakan, sehingga sangat relevan untuk kita bicarakan dan berinvestasi pada pendidikan tinggi perempuan. Meskipun sudah banyak upaya yang dilakukan dalam mendorong perempuan meraih pendidikan tinggi, masih ada tantangan bagi perempuan yang hidup di tengah masyarakat yang patriarki, masih banyak pandangan-pandangan misoginis bahwa perempuan memiliki kapasitas yang lebih rendah dari pada laki-laki dalam keterlibatan di dalam ilmu pengetahuan. Selain itu, ada juga peran atau kerja perawatan yang hanya dilekatkan kepada perempuan sehingga satu dan lain hal mempengaruhi bagaimana perempuan terlibat secara utuh di dunia pendidikan tinggi. Para penerima beasiswa juga diberikan kesempatan untuk berbagi pengalaman mereka. Mereka menceritakan perjalanan panjang yang mereka lalui untuk meraih beasiswa ini, termasuk tantangan dan hambatan yang dihadapi. Salah satu penerima, Try Suriani, mengungkapkan, “Dukungan yang kami terima melalui beasiswa ini sangat berarti. Ini bukan hanya soal bantuan finansial, tetapi juga pengakuan atas usaha dan ketekunan kami dalam memperjuangkan pendidikan tinggi dan kesetaraan gender.” Pesan yang disampaikan oleh para penerima menegaskan bahwa beasiswa ini merupakan langkah cemerlang menuju perubahan yang lebih besar dalam kehidupan mereka dan masyarakat sekitar.
Program beasiswa THS tidak hanya memberikan dukungan finansial, tetapi juga berfungsi sebagai pengakuan terhadap usaha dan perjuangan perempuan dalam mencapai pendidikan tinggi. Melalui beasiswa ini, para penerima diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang memberdayakan perempuan lainnya untuk mengejar impian mereka. Dalam sesi diskusi publik, Gadis Arivia sebagai pemateri menegaskan, “Pendidikan adalah hak setiap individu, dan kita harus memastikan bahwa tidak ada satu pun yang terpinggirkan dalam proses ini,” ujarnya. Dalam diskusi tersebut, pentingnya inklusi gender dalam pendidikan juga menjadi topik yang krusial. Para panelis membahas bagaimana pendidikan harus bebas dari bias gender dan stereotip, serta pentingnya representasi perempuan dalam kurikulum. “Kita perlu menciptakan suasana belajar yang aman dan inklusif di dalam kelas, di mana setiap siswa merasa dihargai dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi,” tambah Gadis Arivia. Hal ini sejalan dengan upaya untuk menghilangkan stereotip negatif yang sering kali melekat pada perempuan dalam konteks pendidikan. Gadis Arivia mengajak audiens bersama-sama menyoroti beragam masalah pendidikan tinggi di Indonesia, seperti kekerasan seksual, biaya pendidikan yang sangat mahal, hierarki dalam pendidikan, putus sekolah, ketimpangan kelas dalam dunia pendidikan, yang berpengaruh pada laporan menurunnya posisi Indonesia dalam sistem pendidikan yang dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA), kemudian laporan tentang skandal guru besar yang dibahas oleh media Tempo, adanya jurnal predator yang dilakukan oleh guru besar, sampai politisi yang diberikan predikat guru besar tanpa kontribusi pada ilmu pengetahuan. Gadis Arivia menerangkan terkait kontribusi perspektif feminis yang bisa menumbuhkan atau menguatkan dunia pendidikan. Perspektif feminis melihat 4 poin dalam analisa gender seperti, melihat pencapaian keberhasilan berdasarkan gender baik berdasarkan kuantitas maupun yang dilihat pengalaman berdasarkan gender, kemudian sosialisasi gender, serta pembentukkan identitas gender. Banyak perempuan yang berprestasi di sekolah tetapi di dunia kerja mereka adalah yang paling banyak tertinggal. Artinya pendidikan saja tidak cukup, berbeda dengan laki-laki. Hal tersebut menjadi penting untuk melihat pencapaian maupun keberhasilan. Pengalaman berdasarkan gender adalah penting, misalnya terkait pengontrolan perilaku dan tubuh perempuan, ekspektasi perempuan terkait moral, juga kekerasan dan pelecehan seksual. Sosialisasi gender melihat bahwa perempuan kurang memiliki kebebasan di sekolah, perempuan lebih dikontrol oleh orang tua dan guru, yang mengakibatkan adanya keterbatasan pilihan terhadap pemberdayaan perempuan. Terakhir, pembentukan identitas gender seperti sekolah yang mendukung identitas tradisional feminin, pemaksaan seragam sekolah berbasis agama tertentu, hingga mengawasi perilaku seksual siswi. Gadis Arivia juga menambahkan berdasarkan survei wawancara yang dilakukan Setara Institute (2023), terdapat indikasi peningkatan jumlah pelajar yang intoleransi yang mana berdampak pada pembentukan identitas gender. Gadis Arivia menyoroti terkait keterbelakangan sistem pengajaran, kurikulum, dan silabus di institusi pendidikan Indonesia. Kemudian memberikan rekomendasi situs terkait “Gender Justice in Teaching” untuk mengingat kelompok-kelompok yang teropresi. Lalu “Gender Bias Test” untuk melihat kecenderungan melihat bias-bias gender di dalam kelas sehingga murid merasa aman berada di kelas tersebut. Di dalam kurikulum dan silabus sekolah seharusnya juga mengikutsertakan pembelajaran terkait inklusivitas hingga stereotip gender, sehingga sebagai tenaga pendidik dan murid bisa kritis menyuarakan kebutuhan dan perspektifnya. Pendekatan transformatif dalam pendidikan ditekankan, di mana pendidikan tidak hanya dilihat sebagai transfer pengetahuan, tetapi juga sebagai proses yang memperhatikan kebutuhan individu dan menciptakan kesetaraan. Kepedulian pendidikan dalam hal ini pendidikan moral seharusnya dapat mengajarkan bagaimana kita dapat bersikap bebas untuk berekspresi dan menggunting keterkungkungan untuk bisa melihat persoalan secara jernih dan tepat. Kepedulian pendidikan menjadi penting untuk melihat persoalan gender, ras, kelas, seksualitas, kompleksitas relasi maskulinitas dan feminitas, toxic masculinity di perguruan tinggi, dan berbagai kondisi yang mengakibatkan banyaknya pelecehan seksual di sekolah. Pendidikan feminis menekankan selain memperhatikan empat poin penting tadi, tetapi juga harus memperhatikan bagaimana kita mengembalikan kepedulian di dalam pendidikan kita. Ketika kepedulian hadir dalam pendidikan, maka demokrasi yang sehat juga hadir di dalam negara. Pemaparan Gadis Arivia dalam diskusi publik memberikan wawasan mendalam tentang pentingnya pendidikan tinggi bagi perempuan sebagai bagian dari upaya memperjuangkan kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Pesan ini diharapkan dapat menginspirasi lebih banyak pihak untuk terlibat dalam upaya mewujudkan pendidikan yang inklusif dan berkeadilan gender. (Putu Gadis Arvia) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |