Kepada para demonstran yang mengenakan pakaian dalam perempuan, beha dan topeng wajah presiden dan wakil presiden kita, Jokowi dan Yusuf Kalla. Perkenalkan, nama saya Nadya Karima Melati, saya adalah mahasiswi Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Indonesia. Melalui surat terbuka ini saya ingin mengungkapkan bahwa saya sangat marah kepada kalian. Saya marah karena kalian berdemonstrasi mengkritik pemerintah yang kalian anggap tidak memenuhi janji politiknya dengan memakai beha sebagai simbol kepengecutan. Saya tersinggung, amat tersinggung. Saya tersinggung sebagai mahasiswa dan juga sebagai perempuan.
Saya pertama kali melihat berita kalian di koran Tempo pada tanggal 11 September 2015. Saya mengerti jika kalian ingin demonstrasi dan demonstrasi tersebut menjadi sarana kalian berekspresi dan mengungkapkan pendapat. Sebagai sesama mahasiswa saya tidak melarang kalian melakukan aksi demo atau berekspresi menunjukkan kekecewaan kalian terhadap pemerintah. Kalian boleh mengkritik pemerintah, kalian boleh marah pada pemerintah, kalian boleh menganggap pemerintah tidak becus tapi saya sungguh keberatan karena kalian harus menunjukkannya dengan menjadikan kelompok lain (perempuan dan transgender) sebagai kelompok yang hina dan tidak lebih baik daripada maskulinitas kalian. Surat ini tidak menunjukkan kebencian aktivis perempuan terhadap laki-laki, tetapi surat ini menunjukkan bahwa kami perempuan sudah cukup lama ditindas dan dilecehkan, kini harus pula menjadi simbol dari kepengecutan. Begitu pula para transgender, mereka sudah cukup di diskriminasi hampir sepanjang hidup demi memperjuangkan identitas dirinya. Dan kalian malah menganggap kami kelompok yang pantas untuk dijadikan hinaan. Menggunakan pakaian perempuan sebagai simbol kepengecutan pemerintah hanya membuat kalian terlihat dungu karena kalian bukan memancing simpati, sebaliknya justru amarah dari para aktivis perempuan dan pejuang kesetaraan gender. Apakah kalian tidak malu kepada rahim tempat kalian dulu bersemayam dan payudara tempat kalian menyusu pada ibu atau pacar-pacar kalian karena kalian telah dengan sengaja menganggap mereka adalah makhluk yang lemah dan pengecut seperti yang kalian asosiasikan pada pemimpin negara kita ini? Apakah amarah dan kebencian kalian pada pemerintah menutup mata kalian pada buku dan bacaan-bacaan sehingga kalian bahkan tidak paham arti dari kata misoginis? Apapun yang menjadi ketidaktahuan kalian sehingga kalian melakukan aksi yang tolol itu, saya dan banyak orang yang melihatnya sudah terlanjur emosi. Saya harap dengan munculnya banyak kritik dari berbagai pihak yang marah terhadap aksi yang kalian lakukan, kalian mau meminta maaf dan mau belajar tentang diskriminasi dan sensitivitas gender, bukan hanya berkoar-koar menjelekkan kelompok lain dan membuat jalanan macet. Terlebih kalian mahasiswa, pergunakanlah akses terhadap buku dan pengetahuan, biasakan membaca dan tidak hanya mengkritik tanpa dasar dan berdasarkan asumsi kosong saja, agar otak kalian tidak kopong ketika kelak menjabat di pemerintahan. Tumbuhkan rasa keadilan bagi seluruh manusia, bukan hanya kelompok penis kalian yang layak mendapatkan perilaku yang adil, karena kami, perempuan dan transgender juga warga negara Indonesia punya hak yang sama seperti kalian.
Totok Subiyanto Hadiusodo
17/9/2015 09:56:34 pm
Bersikap kritis itu boleh dan harus, asal sopan dan cerdas Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |