Jakarta (23/5) Jakarta Feminist Discussion Group (JFDG) bersama dengan Fakultas Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengadakan acara diskusi "Feminisme dan Reformasi" yang diselenggarakan di kampus UNJ Rawamangun. Acara ini bertujuan untuk memperingati #20 TahunReformasi sekaligus menghadirkan suara perempuan dalam reformasi yang selama ini tidak pernah mendapat ruang. Reformasi selama ini hanya dimaknai sebagai perjuangan para mahasiswa dan para aktivis, sedangkan gerakan perempuan tidak pernah memiliki ruang untuk mengomunikasikan sejarahnya. Padahal menurut Ita Fatia Nadia, salah satu pendiri Komnas Perempuan, reformasi bukanlah aksi satu hari, bibit-bibit reformasi sudah berjalan dalam waktu yang lama melalui perjuangan perempuan yang bergabung dengan gerakan perempuan maupun gerakan sipil. “Menjadi aktivis perempuan pada saat orde baru tidak bisa hanya fokus ke dalam sektor atau urusan perempuan saja (domestik) tetapi juga bergerak pada wilayah politik (publik) dengan menggunakan teori feminisme untuk melawan otoritarianisme dan militarianisme” tutur Ita. Kemudian, Tati Krisnawaty, aktivis perempuan menyatakan “Pada masa orde baru, KB atau keluarga berencana menjadi proyek bukan untuk mengurangi angka kelahiran. Sehingga kita melawan dengan mendobrak nilai patriarki. Tetapi gerakan itu tidak bekerja karena negara sangat otoriter perlu ada gerakan yang terorganisir tidak bisa hanya aksi spontan dan di sana solidaritas perempuan berdiri”. Lanjutnya, Ita menjelaskan bahwa banyak orang protes ketika aktivis perempuan hendak mengemukakan ide tentang isu perempuan dalam suasana politik orde baru, tetapi aktivis perempuan bersikeras bahwa dalam setiap persoalan ada isu perempuan di dalamnya. Kasus pembunuhan Marsinah seorang buruh yang dibunuh, itu bukanlah sekadar masalah buruh tetapi ada kekerasan perempuan secara sistemik. Hal ini juga terjadi pada kasus pembalakan liar dan masalah lainnya. Ruth Indiah Rahayu, Manajer Program di Institut Kajian Kritis dan Studi Pembangunan Alternatif (Inkrispena) menyatakan bahwa dalam 20 tahun pasca reformasi kekuatan perempuan belum ada yang berubah secara signifikan. Ruth mengaku saat ini tidak jarang ditemukan politik dinasti, misalnya perempuan yang masuk ke dalam politik praktis adalah mereka yang memiliki ikatan keluarga dengan para laki-laki yang ada di ranah politik praktis. Sehingga menurutnya, kuota 30% tidak dapat berjalan fungsinya yaitu untuk memecahkan masalah ketimpangan gender di berbagai aspek yang terjadi di Indonesia. (Iqraa Runi) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |