Sebelum Palestina Bebas, Tidak Ada Perempuan yang Benar-benar Bebas: Sebuah Refleksi dari KCIF 20248/7/2024
LETSS Talk bekerjasama dengan Konde.co melakukan Special Plenary Session: A Consortium for Plural and Inclusive Indonesian Feminism pada the 2nd Annual Kartini Conference on Indonesian Feminism (KCIF 2024) lalu. Sesi ini berlangsung pada Jumat, (28/6/2024). Tema dari konsorsium ini adalah "The Occupied Palestine and Feminist Movements" yang mengundang Loren Lybarger Ph.D. (Ohio University), Nada Tayem (University of Pennsylvania), Dina M. Siddiqi, Ph.D. (New York University), dan Intan Paramadhita, Ph.D. (Sekolah Pemikiran Perempuan). Sesi ini dimoderatori oleh Riri Khariroh, M.A. (Nihadul Qulub Indonesia Foundation). Loren Lybarger sebagai pembicara pertama menjelaskan tentang sejarah Konflik Palestina dan Israel. Ia menjelaskan bagaimana populasi Israel berkembang dari tahun ke tahun, sementara populasi Palestina berkurang. Terdapat banyak sekali aturan diskriminatif yang diderita warga Palestina di Israel. Hal-hal tersebutlah yang menyebabkan banyak gerakan ektrimis terjadi sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintahan Israel.
Pembicara kedua, Nada Tayem, menjelaskan bagaimana lebih dari 10.000 perempuan telah terbunuh dan lebih dari 6.000 ibu terkena dampaknya. Bahkan, lebih dari 1 juta perempuan Palestina di Gaza tidak memiliki akses kepada makanan dan pengobatan. Kondisinya sangat tidak manusiawi, dan di Gaza perempuan merupakan pelaku kerja perawatan utama, dan saat ini mereka hidup dengan terancam. Nada juga menjelaskan tentang ekofeminisme dalam konteks Palestina. Dina M. Siddiqi sebagai pembicara ketiga juga menjelaskan bagaimana isu Palestina juga merupakan isu feminis, dan masyarakat global juga harus menganggap isu ini sebagai isu feminis. Sebanyak 80 persen sekolah dihancurkan, rumah sakit dihancurkan, dan rumah ibadah juga dihancurkan. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa mereka mengecam tindakan Israel, tapi tidak melakukan hal lebih. Pembunuhan anak-anak juga terjadi di Gaza, dengan kelaparan dan kurangnya akses kepada kesehatan. Secara aktif, dunia menolak hal ini sebagai genosida, dan sebagai feminis penolakan itu harus dikecam, sebab kejahatan yang dilakukan Israel sudah masuk dalam kategori genosida. Di negara-negara beraliran liberal seperti Amerika pun beberapa orang yang bersuara tentang Palestina ditangkap karena dituduh melakukan aksi antisemitisme. Di sini, narasi menjadi penting, karena narasi yang terbaik akan dianggap menang. Apa yang bisa dilakukan sebagai feminis? Kita harus melakukan perlawanan terhadap sisitem Postkolonial dan Neokolonial yang mendukung Israel. Kenapa feminis harus peduli pada genosida di Palestina? Sebab isu Israel-Palestina merupakan isu feminis, dan feminis harus melawan bersama. Palestina juga memiliki gerakan kolektif feminis yang melawan. Selama Palestina tidak bebas, maka perempuan juga tidak bebas, karena interkonektivitas antara pembebasan perempuan Palestina dan pembebasan perempuan di belahan dunia lainnya. Intan Paramadita sebagai pembicara terakhir mengatakan bahwa konteks feminisme di Indonesia sangat unik. Karena berbeda dengan di luar negeri dimana orang yang vokal tentang isu Palestina bisa dipenjara, di Indonesia dukungan terhadap Palestina adalah diskusi yang umum. Palestina adalah simbol dari perjuangan muslim secara global yang didukung di Indonesia. Di sini, solidaritas menjadi penting, karena solidaritas menjadi simbol dukungan kepada Palestina. Namun, solidaritas tersebut harus diikuti oleh aksi, agar tidak menjadi simbol saja. Karena perlawanan ini bukan hanya terhadap Israel semata, tapi pada sistem kapitalisme global yang masih melakukan kolonialisme di mana-mana. Isu Palestina merupakan isu feminis, karena sampai seluruh perempuan di Palestina bebas, maka tidak ada perempuan di dunia yang benar-benar bebas. Kita harus menggunakan solidaritas feminis global untuk melawan sistem liberal kapitalistik yang menjajah, termasuk di Palestina. Before Palestine is free, no women will be free. (Dian Aditya Ning Lestari) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |