Rabu, 8 Maret 2017, Yayasan Jurnal Perempuan menyelenggarakan acara Pemutaran Film Empire of Dirt dan Diskusi JP 92 Perempuan dan Kebijakan Publik dengan dukungan dari Kedutaan Besar Kanada untuk Indonesia dan Timor Leste dan Ford Foundation di Balai Sarwono, Jakarta. Acara ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional 2017. Diskusi JP 92 Perempuan dan Kebijakan Publik menghadirkan Rahma Iryanti (Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan BAPPENAS), Yulianti Muthmainnah (Penulis JP 92 dan Dosen Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka), Atnike Sigiro (Manajer Program Forum Asia) sebagai pembicara dan Anita Dhewy (Pemred Jurnal Perempuan) sebagai moderator. Rahma Iryanti membuka diskusi ini dengan memberikan pengantar bahwa kesetaraan gender merupakan isu pembangunan yang memiliki nilai tersendiri, yang menurutnya dapat memperkuat kemampuan negara untuk berkembang dalam aktivitas ekonomi, mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk. Lebih jauh Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan BAPPENAS itu menekankan bahwa pembangunan ekonomi akan membuka banyak jalan untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam jangka panjang. Menurutnya dibutuhkan langkah-langkah dan strategi untuk menangani ketidaksetaraan yang masih mengakar. Rahma Iraynti menguraikan beberapa persoalan mendasar seperti Angka Kematian Ibu (AKI), angka melahirkan di usia remaja, proporsi perempuan di parlemen, proporsi perempuan usia 25 tahun yang berpendidikan rendah dan menengah, dan partisipasi angkatan kerja perempuan usia 15 tahun yang berdasarkan data merupakan komponen yang memengaruhi tingginya Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Indonesia. “Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asean, sejak tahun 2008 hingga 2014, IKG Indonesia masih cukup tinggi, jadi kita masih ketinggalan jauh jika dibandingkan Singapura, Malaysia dan Vietnam misalnya”, ungkap Rahma. Dalam sesi diskusi ini, Rahma menampilkan data-data yang menurutnya bisa dijadikan indikator untuk melihat capaian kesetaraan gender di Indonesia. Pertama, data mengenai tingkat pendidikan perempuan di Indonesia yang menurutnya tidak ada kenaikan selama 5 tahun terakhir dan gap antara pelajar laki-laki dan perempuan untuk jenjang pendidikan di perguruan tinggi masih sangat besar. Kedua, di bidang kesehatan terdapat peningkatan usia harapan hidup perempuan, lebih tinggi daripada laki-laki. Ketiga, di bidang ketenagakerjaan yaitu salah satunya diukur dengan Tingkat Partisipasi Angkatan kerja (TPAK). Rahma memaparkan bahwa masih ada kesenjangan TPAK laki-laki dan perempuan yaitu 51% perempuan dan 82% laki-laki di tahun 2015. Menurutnya gap tersebut cukup besar sehingga perlu ada upaya untuk mendorong perempuan agar ke depan dapat mengakses sumber daya produktif. Keempat, tenaga profesional perempuan meningkat selama 5 tahun, dari 44% menjadi 46%. Lebih jauh Rahma mengungkapkan bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO sehingga harusnya sudah tidak ada lagi diskriminasi di pasar kerja. “Dalam segi hukum, Indonesia telah meratifikasi konvensi ILO dan kita juga sudah punya undang-undang ketenagakerjaan, saya pikir negara sudah cukup berperan secara hukum”, ungkapnya. Selanjutnya Rahma menjelaskan mengenai kebijakan apa saja yang telah dilakukan pemerintah guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang menurutnya akan memengaruhi peningkatan kesetaraan gender di Indonesia. Rahma mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi juga oleh partisipasi angkatan kerja perempuan di pasar kerja dan peningkatan pendapatan perempuan. Sehingga pertumbuhan ekonomi akan memperluas kesempatan kerja yang akan memengaruhi investasi keluarga di bidang pendidikan dan kesehatan. Ia menyebutkan beberapa program pemerintah guna membuka akses seluas-luasnya terhadap sumber daya, misalnya pembangunan infrastruktur, sanitasi, pendidikan, kesehatan dan kebijakan pasar tenaga kerja. Di bidang pendidikan pemerintah sudah memiliki program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan program beasiswa anak di jenjang SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi untuk 40% penduduk yang berpendapatan rendah, di bidang kesehatan sudah ada fasilitas (Kartu Indonesia Sehat). Meski demikian ada beberapa hal yang perlu diperbaiki menurut Rahma yaitu mengenai UU Ketenagakerjaan yang menurutnya masih membuat pasar tenaga kerja mengeluarkan kebijakan yang dikriminatif, contohnya pemecatan kepada tenaga kerja perempuan lebih diprioritaskan jika perusahaan bangkrut, kemudian kebijakan lembur yang jarang diberikan kepada tenaga kerja perempuan. Sehingga menurut Rahma ke depan pemerintah perlu memberikan dorongan berupa kebijakan publik agar perempuan dan laki-laki dapat mengakses sumber daya produktif dengan setara. (Andi Misbahul Pratiwi) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |