
Dalam sesi diskusi ini, Rahma menampilkan data-data yang menurutnya bisa dijadikan indikator untuk melihat capaian kesetaraan gender di Indonesia. Pertama, data mengenai tingkat pendidikan perempuan di Indonesia yang menurutnya tidak ada kenaikan selama 5 tahun terakhir dan gap antara pelajar laki-laki dan perempuan untuk jenjang pendidikan di perguruan tinggi masih sangat besar. Kedua, di bidang kesehatan terdapat peningkatan usia harapan hidup perempuan, lebih tinggi daripada laki-laki. Ketiga, di bidang ketenagakerjaan yaitu salah satunya diukur dengan Tingkat Partisipasi Angkatan kerja (TPAK). Rahma memaparkan bahwa masih ada kesenjangan TPAK laki-laki dan perempuan yaitu 51% perempuan dan 82% laki-laki di tahun 2015. Menurutnya gap tersebut cukup besar sehingga perlu ada upaya untuk mendorong perempuan agar ke depan dapat mengakses sumber daya produktif. Keempat, tenaga profesional perempuan meningkat selama 5 tahun, dari 44% menjadi 46%. Lebih jauh Rahma mengungkapkan bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO sehingga harusnya sudah tidak ada lagi diskriminasi di pasar kerja. “Dalam segi hukum, Indonesia telah meratifikasi konvensi ILO dan kita juga sudah punya undang-undang ketenagakerjaan, saya pikir negara sudah cukup berperan secara hukum”, ungkapnya.
Selanjutnya Rahma menjelaskan mengenai kebijakan apa saja yang telah dilakukan pemerintah guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang menurutnya akan memengaruhi peningkatan kesetaraan gender di Indonesia. Rahma mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi juga oleh partisipasi angkatan kerja perempuan di pasar kerja dan peningkatan pendapatan perempuan. Sehingga pertumbuhan ekonomi akan memperluas kesempatan kerja yang akan memengaruhi investasi keluarga di bidang pendidikan dan kesehatan. Ia menyebutkan beberapa program pemerintah guna membuka akses seluas-luasnya terhadap sumber daya, misalnya pembangunan infrastruktur, sanitasi, pendidikan, kesehatan dan kebijakan pasar tenaga kerja. Di bidang pendidikan pemerintah sudah memiliki program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan program beasiswa anak di jenjang SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi untuk 40% penduduk yang berpendapatan rendah, di bidang kesehatan sudah ada fasilitas (Kartu Indonesia Sehat). Meski demikian ada beberapa hal yang perlu diperbaiki menurut Rahma yaitu mengenai UU Ketenagakerjaan yang menurutnya masih membuat pasar tenaga kerja mengeluarkan kebijakan yang dikriminatif, contohnya pemecatan kepada tenaga kerja perempuan lebih diprioritaskan jika perusahaan bangkrut, kemudian kebijakan lembur yang jarang diberikan kepada tenaga kerja perempuan. Sehingga menurut Rahma ke depan pemerintah perlu memberikan dorongan berupa kebijakan publik agar perempuan dan laki-laki dapat mengakses sumber daya produktif dengan setara. (Andi Misbahul Pratiwi)