
Perbandingan jumlah kasus kekerasan di ruang privat jauh lebih tinggi dibanding dengan yang terjadi di ruang publik, yakni tiga berbanding satu. Menurut data yang dikeluarkan oleh Komnas Perempuan pada tahun 2014, jumlah kekerasan di ranah privat 8.626 kasus (sebagian besar korbannya adalah perempuan) dan di ruang publik sebanyak 3.860 kasus dan paling banyak adalah kasus kekerasan seksual.
Dalam orasinya, Jejer Wadon, JPPAS dan elemen mahasiswa menyerukan keprihatinan atas kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak, khususnya kekerasan seksual yang merupakan kejahatan kemanusiaan. Aksi tersebut menyuarakan beberapa tuntutan yakni, 1) Usut tuntas kasus kekerasan seksual, 2) Tegakkan supremasi hukum dan keberpihakan pada korban, 3) Desak pemerintah daerah untuk memberikan perlindungan dan layanan kepada perempuan dan anak korban kekerasan seksual, 4) Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Seruan juga disampaikan oleh Haryati Panca Putri, Ketua JPPAS, terkait dengan pasangan calon walikota dan wakil walikota, pemimpin daerah yang akan terpilih, untuk memenuhi hak-hak perempuan—termasuk dengan mengusut tuntas kasus kekerasan seksual terduga Raja Solo. Dalam wawancaranya kepada Jurnal Perempuan, Fitri Junanto yang tergabung dalam JPPAS mengatakan bahwa saat ini lembaganya, SPEK-HAM, telah berjejaring dengan lembaga lain melakukan advokasi agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan—yang saat ini masuk di Prolegnas DPR RI—agar segera disahkan. (Astuti Parengkuh)