Pada hari Senin (17/6), MAMPU mengadakan diskusi Brown Bag Lunch yang berjudul “Health For All: Isu dan Tantangan Peningkatan Akses dan Kualitas Layanan Kesehatan Bagi Perempuan Indonesia”. Diskusi yang diadakan di Kantor MAMPU, Jakarta Selatan ini dihadiri oleh tiga orang pembicara, yakni Tety Rachmawati (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan), Prof. Dr. Ascobat Gani MPH, Dr.PH (Guru Besar FKM UI), dan Timboel Siregar (Koordinator Advokasi BPJS Watch). Tety Rachmawati pada kesempatannya memaparkan materi berjudul “Isu Kesehatan Perempuan dan Hasil Analisa Beban Penyakit Indonesia Tahun 2017”. Dalam paparannya, ia menyebutkan bahwa beban penyakit (burden of disease) yang dialami perempuan adalah kanker payudara, kanker serviks, penyakit kesehatan reproduksi (seperti pada masa menstruasi, kehamilan, menyusui dll), penyakit menular seksual, HIV/AIDS, dan stres/depresi. “Sejalan dengan data WHO, kanker payudara merupakan beban penyakit perempuan tertinggi di tahun 2018, disusul dengan kanker serviks, kanker paru, kematian akibat kanker payudara, dan kematian akibat kanker serviks,” jelasnya. Lebih jauh, dr. Tety juga menjelaskan beberapa kasus penyakit kesehatan reproduksi, yang diderita perempuan. Ia menjelaskan bahwa di beberapa daerah perdesaan dan wilayah tertinggal masih melakukan proses persalinan tradisional, salah satunya metode persalinan Sukam di Papua. Proses persalinan ini melibatkan ibu yang melahirkan dalam posisi jongkok dengan tangan menggantung pada seutas tali yang dikaitkan pada atap langit-langit Sukam. Beralaskan daun-daun, seorang perempuan akan berdiri di belakang untuk menopang Ibu, sedangkan Dukun berada di depan untuk menangkap Bayi. Sukam ini merupakan sebuah rumah khusus yang bertempat jauh dari rumah si Ibu dikarenakan adanya kepercayaan untuk tidak melahirkan di dalam rumah karena dianggap kotor. “Beberapa permasalahan ditemukan pula di daerah Aceh dimana bayi yang baru lahir langsung dimandikan di sungai. Adapula bayi yang dipanasi sambil digendong ibunya di daerah Nusa Tenggara Timur dan Aceh. Selain itu, selama masa nifas, si ibu juga menggunakan ramuan tradisional dan rempah-rempah termasuk kapur barus yang dimasukan ke dalam vagina karena dianggap dapat mempercepat masa penyembuhan,” jelas dr. Tety. Ia menjelaskan bahwa hasil penelitian yang dilakukannya ini menunjukkan bahwa kesehatan neonatal dan maternal masih menjadi beban penyakit utama di Indonesia wilayah Timur. Sementara itu, Prof. Dr. Ascobat Gani menyampaikan paparan berjudul “Overview dan Isu Strategis Pembiayaan JKN”. Menurutnya, akses pelayanan kesehatan yang dijalankan dalam program JKN belum tepat sasaran. Ia menjelaskan bahwa Universal Health Coverage (UHC) menurut definisi WHO merupakan akses terhadap pelayanan kesehatan meliputi promotif, preventif, dan rehabilitatif yang diterapkan pada pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan publik. “Konsep UHC yang diutamakan oleh pemerintah hanya lah rehabilitatif atau pengobatan. Padahal, yang perlu diubah adalah perilaku masyarakat sebagai langkah preventif kesehatan,” jelas Ascobat. Kemudian, Ascobat membahas isu strategis yang krusial mengenai JKN/BPJS adalah defisit pembayaran yang menunjukkan jumlah uang yang masuk (cash inflow) lebih kecil dibandingkan uang yang dikeluarkan (cash outflow). Cash inflow ini meliputi permasalahan bahwa premi Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang ditetapkan berada dibawah nilai akturia yang semestinya Rp 33.000/bulan namun ditetapkan menjadi Rp 25.500/bulan. Adapula, kolekibilitas premi dari Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) yang diketahui meningkat pada tahun 2018, yakni sebanyak 14,2 juta peserta non-PBI menunggak iuran setelah dilayani. Permasalahan terakhir adalah tunggakan pembayaran Pemerintah Daerah (Pemda) karena anggaran yang baru bisa turun jika sudah memiliki ketetapan anggaran dan persetujuan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Sedangkan, beberapa kasus cash outflow disebabkan oleh meningkatnya kasus katastrofik dengan penggunaan JKN akses yang menyebabkan utilisasi meningkat, rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang tidak efektif sehingga rujukan non-spesialistik meningkat, penemuan tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh pihak pelayanan kesehatan seperti readmisi, upcoding, dan phantom billing, serta tawaran paket dengan keuntungan yang sangat komprehensif, menyebabkan tidak adanya cost sharing. Menurutnya, strategi yang harus dilakukan untuk menghadapi permasalahan tersebut adalah mempercepat pemerataan FKTP dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Lanjutan (FKRL) khususnya di daerah-daerah terpencil yang masih bergantung pada pemerintah. “Pemerataan FKRL dapat dilakukan dengan memberikan kemudahan lahan bagi investasi swasta, serta menyediakan tenaga spesialis melalui program Wajib Kerja Dokter Spesialis,” tutur Ascobat. Pemaparan terakhir disampaikan oleh Timboel Siregar dengan judul bahasan “Isu dan Tantangan Peningkatan Akses dan Kualitas Layanan Kesehatan”. Ia menyampaikan tiga isu terkait program JKN dalam pelaksanaan UHC, yakni melalui kepesertaan, pelayanan, dan pembiayaan. “Pemerintah tidak tepat memfokuskan pelaksanaan UHC hanya pada kepesertaan. Ada tiga dimensi UHC yang harus dilakukan, ketiganya tidak boleh jomplang,” ucap Timboel. Selanjutnya, Timboel juga memaparkan data terkait kepesertaan. Tercatat sebanyak 49 persen perempuan dan 51 persen laki-laki terdata sebagai peserta JKN. Pemerintah juga merencanakan untuk meningkatkan target per 31 Desember 2019 dengan menaikan jumlah PBI APBN dan menurunkan PBI APBD sehingga peserta rakyat miskin dapat terakomodir secara maksimal. Namun, permasalahan utama yang ditemukan dalam JKN adalah kurangnya sosialisasi JKN atas perubahan peraturan dalam Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018. Lebih lanjut, perubahan pasal tersebut juga memuat pasal yang merugikan masyarakat, seperti Pasal 54 ayat (1r) yang tidak menjamin korban akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan korban perdagangan orang. Adapula, kasus ibu hamil yang dijadikan sebagai obyek bisnis Rumah Sakit, pasien ibu hamil seringkali diarahkan untuk menjalani operasi Caesar demi keuntungan. Dengan demikian, masih banyak tantangan yang harus diselesaikan oleh pemerintah dalam memperbaiki layanan kesehatan. (Nadya Nariswari Nayadheyu) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |