Senin (4/1) Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP-RI) mengadakan Webinar yang mengangkat tema “Perempuan Berdaya Indonesia Maju, Refleksi Awal Tahun 2021: Quo Vadis Perempuan Indonesia”. Kegiatan ini bertujuan mendiskusikan kiprah perempuan dalam berbagai bidang dalam kaitannya dengan penanganan Pandemi Covid-19.
Dalam pidato pembukaan, Diah Pitaloka—Ketua Presidium KPP-RI memaparkan peran sentral perempuan dalam pemulihan di tengah krisis pandemi ini. Menurut Diah Pitaloka, perempuan masih dihadapkan pada persoalan diskriminasi dan ketidakadilan gender. Ia berharap diskusi ini dapat menilai apakah pendekatan yang lebih berperspektif feminis telah digunakan di tengah kebijakan new normal di Indonesia. Sri Mulyani, Menteri Keuangan saat ini, memaparkan dinamika yang muncul dalam pemulihan ekonomi perempuan dalam merespons Covid-19. Menurut Sri Mulyani, Covid-19 berdampak pada pelemahan ekonomi dalam jangka menengah dan jangka panjang. Hal-hal yang mengalami penurunan misalnya human capital, public investment, private investment dan produktivitas. Untuk merespons kondisi pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan khusus (extra ordinary policy), yaitu Perpu No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Diesease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi UU No. 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19; Stimulus penanganan covid-19 dan melalui program Pemulihan Ekonomi—PEN), reopening policy (pemberian stimulus ekonomi) dan recovery & reform policy (akselerasi pemulihan ekonomi melalui keberlanjutan kebijakan pemuihan ekonomi dan mendorong transformasi). Menurut Sri Mulyani, akibat diskriminasi perempuan telah mengalami dampak tidak proporsional dalam menghadapi pandemi. Sebagai salah satu contoh, karena pembagian peran/ kerja gender banyak perempuan bekerja di sektor perawatan dan kesehatan. Akibatnya mereka memiliki risiko terpapar virus lebih tinggi. Persoalan lain yang dihadapi oleh perempuan di saat pandemi adalah persoalan beban ganda dan peningkatan KDRT. Dengan demikian, Sri Mulyani menjelaskan bahwa berbagai rancangan kebijakan saat ini bertujuan untuk memberikan benefit lebih besar bagi kelompok perempuan dan memastikan inklusifitas. “Seluruh program dukungan yang dilakukan oleh pemerintah secara langsung tidak langsung, targetnya adalah perempuan. PKH (Program Keluarga Harapan), Kartu Sembako, BLT (Bantuan Langsung Tunai) Dana Desa, Bantuan beras PKH, Bantuan tunai sembako non-PKH, diskon listrik dan lain sebagainya target penerima manfaat adalah perempuan. PKH yang diberikan pada 10 juta rumah tangga, lebih dari 90% diterima oleh perempuan kepala keluarga, begitu juga bantuan terhadap UMKM yang sebagain besar dilakukan oleh perempuan”, ungkap Sri Mulyani. Menurut Sri Mulyani perempuan memiliki peran penting dalam mendorong perekonomian Indonesia. Menurut dia bila gender equality membaik maka ekonomi rumah tangga dan ekonomi negara menjadi lebih baik. Dalam webinar ini, Retno Marsudi-Menteri Luar Negeri, menyatakan tahun 2020 sebagai tahun yang berat bagi Indonesia dan bagi dunia. Ia memperkirakan bahwa di tahun 2021 persoalan pandemi masih akan mendominasi isu baik di dalam negeri maupun internasional. Retno menyatakan , saat ini fokus Kementerian Luar Negeri selain pada diplomasi kesehatan, juga dalam isu pengarusutamaan gender. Kedua isu ini penting dalam politik luar negeri karena pandemi menimbulkan kerentanan baru bagi perdamaian yang berkelanjutan. Menurut Retno, World Food Programme, pada tahun 2020 telah mengestimasi lebih dari 270 juta manusia, termasuk perempuan dan anak perempuan akan mengalami kelaparan karena kombinasi antara konflik dan pandemi. Selain itu upaya menjaga perdamaian yang berkelanjutan juga terhambat dengan adanya kebijakan lock down yang diberlakukan disejumlah negara. Narasumber terakhir, Ida Fauziyah-Menteri Ketenagakerjaan, memaparkan persoalan yang dihadapi perempuan dalam bidang ketenagakerjaan. Menurut Ida Fauziah, data BPS menunjukkan terjadinya peningkatan pengangguran yang disebabkan oleh pandemi. Berdasarkan segregasi gender, tercatat 623.407 orang perempuan kehilangan pekerjaan dikarenakan pandemi (Kemenaker dan Jamsostek 2020). Menurut Ida Fauziah situasi ini sangat memprihatinkan, sebab tanpa pandemi pun TPAK (Tingkat Partisipasi Agkatan Kerja) perempuan di Indonesia masih jauh lebih rendah daripada laki-laki. Fauziah menambahkan, dalam kondisi pandemi, perempuan pekerja mengalami sejumlah kerentanan baru seperti: risiko kehilangan dan mengalami penurunan pendapatan, baik karena PHK atau dirumahkan, beban ganda terkait perawatan rumah tangga dan tambahan beban pengasuhan dan pendidikan anak yang diseababkan oleh kebijakan lock down, serta kerentanan mengalami KDRT. Ketiga menteri perempuan dalam webinar ini menekankan pentingnya pengarusutamaan gender untuk memastikan keterlibatan perempuan dalam berbagai sektor pembangunan, terutama di dalam situasi pandemi. Sebab seperti dipaparkan oleh ketiganya, pandemi memberikan dampak pada setiap orang tetapi perempuan mengalami dampak yang tidak proporsional karena gendernya. Artinya, kebijakan-kebijakan yang ada perlu untuk memastikan hadirnya aspek perlindungan dan pemberdayaan perempuan. (Abby Gina) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |