“Anugerah Saparinah Sadli yang telah digagas sejak 2002 dan 2004 menemukan dan memberikan penghargaan kepada perempuan-perempuan Indonesia yang luar biasa. Anugerah ini bertujuan untuk memberikan inspirasi kepada masyarakat dan generasi penerus untuk terus bekerja demi terciptanya keadilan gender”, ungkap Rita Serena Kolibonso dalam sambutannya di acara Malam Penganugerahan Saparinah Sadli 2018 pada Jumat (24/08). Acara tersebut sekaligus merayakan ulang tahun Prof. Saparinah Sadli yang ke-92 tahun ini. Anugerah Saparinah Sadli 2018 mengangkat tema “Keteladanan Pemimpin Perempuan dalam Kebinekaan”. Tema ini dipilih karena pentingnya peran perempuan sebagai motor penggerak dan tokoh sentral dalam mewujudkan keadilan dalam kerangka kebinekaan. Rita Serena Kolibonso yang merupakan ketua panitia Anugerah Saparinah Sadli 2018 mengungkapkan bahwa Anugerah Saparinah Sadli berbeda dengan anugerah atau penghargaan sejenis di Indonesia karena tidak digagas oleh Saparinah Sadli atau keluarganya, melainkan digagas dan dilaksanakan oleh para sahabat dan murid Saparinah Sadli. Menurutnya Saparinah Sadli adalah sosok perempuan inspiratif, seorang perempuan akademisi yang kemudian menjadi pegiat keadilan gender yang gigih, tekun, toleransi, konsisten, sederhana, rendah hati, inklusif dan memiliki integritas yang tinggi. Rita dalam sambutannya juga merasa bangga bahwa para sahabat yang bergabung untuk menyelenggarakan Anugerah Saparinah Sadli bertambah dari waktu ke waktu. Dalam sambutannya Rita juga menyebutkan para penerima Anugerah Saparinah Sadli terdahulu yang adalah juga sosok perempuan inspiratif. Di tahun 2004, penerima Anugerah Saparinah Sadli ialah Maria Ulfah Anshor, seorang perempuan yang aktif dalam memperjuangkan hak reproduksi perempuan. Di tahun 2007, penghargaan diberikan kepada dua aktivis perempuan Aleta Ba’un—yang memperjuangkan hak-hak masyarakat dari perusahaan tambang NTT, dan Mutmainah Korona atas perjuangannya dalam advokasi peraturan daerah yang peka gender di Sulawesi Tengah. Tahun 2010, penghargaan diberikan kepada Nani Zumilarni atas kiprahnya mendorong pemberdayaan ekonomi perempuan kepala keluarga melalui organisasi PEKKA (Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga). Tahun 2012, penghargaan diberikan kepada aktivis perdamaian Baihajar Tualeka yang secara gigih dan konsisten menggalang kegiatan untuk memelihara perdamaian antar kelompok beragama di Ambon, Maluku. Tahun 2014, penghargaan diberikan kepada Asnaini, Kepala Desa perempuan pertama di Aceh—yang dipilih langsung oleh warga desa Pegasing, Takeon, ia berhasil mendatangkan listrik ke desanya dan mengalokasikan 50% dari dana desa untuk kehidupan perempuan. Tahun 2016, penghargaan diberikan kepada Sri Wahyuningsih, guru SMP yang mendorong arti penting guru sebagai agen perubahan dalam mencegah perkawinan anak bersama dengan Paguyuban Guru Peduli Kesehatan Reproduksi (PGB Kespro) di Kabupaten Bondowoso. Maman Suherman yang merupakan juri dan mewakili para juri Anugerah Saparinah Sadli 2018 lainnya yaitu Bonnie Triyana, Maria Ulfah Anshor, Ani Soetjipto dan Ery Seda, mengungkapkan bahwa empat tahun dalam setiap lima tahun, Indonesia menghadapi ratusan perhelatan Pilkada dan puncaknya Pileg dan Pilpres yang begitu meriah dan marak. Namun di sisi lain, tak jarang terlihat dan terdengar aksi dan narasi-narasi yang sungguh melukai telinga, mata dan hati nurani orang-orang yang peduli dengan Bhinneka Tunggal Ika negeri ini. “Sekubu tidak sekubu menjadi penentu benar-salah, setuju tidak setuju wajib menang menjadi tuntutan utama meski ekor dan sayap sayap Garuda harus dicabut satu persatu dan tinta suci putih dicengkram begitu kuat oleh kokoh kaki Garuda bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika, dikoyakkan, di cakar-cakar, bahkan diinjak, tak mau itu terus berlanjut menjadi pertimbangan utama Anugerah Saparinah Sadli”, ungkap Maman Suherman. Lebih jauh ia menegaskan bahwa, sosok yang terpilih dalam Anugerah Saparinah Sadli adalah sosok yang ramah terhadap kebinekaan dan sosok yang selalu berupaya merekatkan bukan yang meretakkan bangsa. Menurutnya, dalam kerangka berpikir yang lebih luas lagi, membicarakan sosok yang bersangkutan sekaligus membicarakan representasi persoalan yang belum beres—yang menjadi tanggung jawab kita bersama seperti persoalan keadilan gender, diskriminasi, kesempatan yang sama untuk mandiri dan sejahtera. Baginya persoalan tersebut bukan hanya persoalan perempuan, melainkan persoalan kemanusiaan. Di tahun 2018, Anugerah Saparinah Sadli diberikan kepada pejuang hak-hak perempuan nelayan, pendiri organisasi perempuan nelayan Puspita Bahari di Demak dan Sekjen Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI). Penerima anugerah tersebut ialah Masnuah, perempuan kelahiran 1974 yang gigih memperjuangkan hak-hak perempuan nelayan dan memberdayaan ekonomi perempuan nelayan. Salah satu capaiannya yang luar biasa adalah berhasil memperjuangkan hak perempuan nelayan untuk mendapatkan pengakuan profesi sebagai nelayan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP). Selain itu ia juga melakukan advokasi dan pemberdayaan untuk perempuan nelayan yang mengalami kekerasan, marginalisasi, dan penelantaraan ekonomi. Masnuah dipilih karena dedikasi dan perjuangan wujudkan keadilan gender dan kebinekaan dalam profesi di sektor perikanan di Indonesia. (Andi Misbahul Pratiwi) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |