Rabu (10/3/21), Chevening Indonesia & Timor Leste mengadakan webinar #BeALeader yang mengangkat topik “Mencapai Kesetaraan Gender Melalui Pendidikan. Kegiatan yang diadakan dalam rangka Hari Perempuan Internasional ini menghadirkan alumni program beasiswa Chevening yang berbagi pengalaman dan tantangan yang mereka hadapi terkait peran pendidikan yang berkontribusi pada kesetaraan gender. “Kekuatan pendidikan mampu mengubah kehidupan (the power education will transfer life)”, demikian disampaikan Miranda Thomas, Direktur Sekretariat Chevening di London. Hal tersebut juga diakui para narasumber yang bergerak di bidang yang selama ini masih didominasi laki-laki. “Seperti diketahui, bidang jurnalisme masih sangat male dominated, sarat stereotip terhadap perempuan dan masih sering ditemukan pandangan yang bias gender terhadap perempuan”, ujar Citra Dyah Prastuti, Pemimpin Redaksi Kantor Berita Radio 68 (KBR68). Citra alumni Chevening yang lulus dari School of Oriental Studies – University of London, mengungkapkan pengalamannya dalam mengelola stasiun berita di mana kepemimpinan perempuan masih sering diragukan, keputusannya dipertanyakan, dianggap emosional. Sementara itu, Livia Istania Iskandar, alumni Chevening yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berpendapat bahwa perempuan harus bekerja tiga kali lebih keras untuk berada dalam posisi strategis sebagai pemimpin. Menurutnya, ada kualitas-kualitas stereotip yang dilekatkan hanya terhadap perempuan, misalnya perempuan yang asertif cenderung dianggap agresif. Menurut Livia, pendidikan merupakan cara dalam menembus hambatan tersebut. Karenanya, menurut Livia, perempuan harus memiliki cita-cita dan mengetahui apa yang ingin dilakukan. Menurut Livia, sebagai pemimpin, perempuan bisa mengembangkan kebijakan yang pro-perempuan, yang dapat mendukung perempuan lain untuk terus berkarir. Ia menyebutkan contoh yang paling sederhana adalah penyediaan ruang laktasi atau ruang penitipan anak bagi perempuan berkeluarga yang juga bekerja. Narasumber lainnya adalah Sukma Violetta, seorang komisioner dari Komisi Yudisial Republik Indonesia. Sukma menjelaskan bahwa meskipun ketentuan-ketentuan dalam berbagai peraturan perundang-undangan telah menjamin kesetaraan, namun implementasinya masih belum sesuai dan masih terdapat banyak hambatan. Ia mencontohkan dalam ketentuan poligami, yang diketahui masyarakat secara umum adalah hanya memerlukan ijin istri pertama sebagai prasyarat. Namun menurutnya, yang tepat adalah butuh ijin pengadilan, dan hal ini sering diabaikan para pelaku poligami. Ketiga narasumber yang merupakan alumni Chevening ini menceritakan bahwa kesempatan untuk menikmati pendidikan tinggi telah memberikan bekal yang berguna mereka sebagai perempuan untuk berkembang di dalam berbagai bidang yang masih timpang gender, seperti hukum dan jurnalisme. (Dewi Komalasari) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |