
Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sambutan dari Direktur Eksekutif Yayasan Jurnal Perempuan, Dr. Atnike Nova Sigiro. Dalam sambutannya Atnike mengapresiasi Departemen Sejarah UGM yang anggota civitas akademianya telah berkontribusi dalam penerbitan JP 98 Perempuan dan Kebangsaan sebagai penulis. Namun dalam konteks yang sama, Atnike juga mengkritisi bahwa banyaknya penulis dari pulau Jawa menunjukkan masih ada kesenjangan produksi pengetahuan, khususnya dalam bidang sejarah--yang selama ini masih berpusat di Jawa dan berpusat pada laki-laki. Atnike menjelaskan bahwa tema perempuan dan kebangsaan dipilih sebagai upaya untuk memproduksi pengetahuan dan catatan sejarah yang berperspektif feminis dan beragam.
Lebih jauh, Atnike menjelaskan bahwa banyak sekali tokoh perempuan yang kerap kali luput dalam catatan sejarah sehingga namanya kurang dikenal oleh masyarakat. Ia memberikan contoh, bahwa pada umumnya masyarakat mengenal Ki Hajar Dewantara sebagai bapak pendidikan nasional, tokoh pergerakan Sekolah Taman Siswa dan sosok yang berjuang menolak feodalisme dan kolonialisme, namun masyarakat tidak mengenal Nyi Hajar Dewantara (istri Ki Hajar Dewantara) yang bernama asli RA. Sutartinah. Padahal Nyi Hajar Dewantara juga turut mendirikan dan memimpin Taman Siswa, khususnya setelah Ki Hajar Dewantara meninggal. Atnike mengungkapkan bahwa Nyi Hajar Dewantara tak hanya berjuang mewujudkan ide-ide nasionalisme melalui pendidikan sekolah di masa pra kemerdekaan Indonesia tetapi juga memperjuangkan pendidikan bagi kaum perempuan.
"Itulah mengapa pandangan feminis kerap mengkritik sejarah sebagai his-tory, bukan her-story atau bahkan our-story", tutur Atnike. Ia menjelaskan bahwa hanya sedikit atau bahkan hampir tidak ada kehadiran perempuan dan aspirasi perempuan dalam catatan sejarah Indonesia menjadi sebuah negara-bangsa. Menurutnya, persoalan kebangsaan hari ini dapat dilihat dalam kaitannya dengan tegangan politik identitas, yang menurut Atnike dalam ketegangan tersebut, tubuh perempuan kerap menjadi arena pertarungan. Baginya, hal tersebut terjadi karena masyarakat lupa bahwa di masa lalu kaum perempuan pernah terlibat dalam upaya-upaya memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan. Dengan demikian, ia berharap terbitan JP 98 dapat menjadi media untuk memberi ruang bagi sejarah perempuan dan menjadi penghubung isu kebangsaan dengan persoalan yang hari ini dihadapi oleh bangsa Indonesia.
Setelah sambutan dari Direktur Eksekutif Yayasan Jurnal Perempuan, acara dilanjutkan dengan diskusi yang terdiri dari dua sesi. Diskusi sesi pertama yang bertema "Perempuan dalam Sejarah Awal Kebangsaan" menghadirkan Siti Utami Dewi (Alumnus S2 Ilmu Sejarah UGM), Mutiah Amini (Dosen di Departemen Sejarah UGM), Andi Achdian (Masyarakat Sejarah Indonesia) sebagai pembicara dan Andi Misbahul Pratiwi (Redaksi Jurnal Perempuan) sebagai moderator. Kemudian diskusi sesi kedua yang bertema "Sejarah Perempuan dan Tantangan Kebangsaan Saat Ini" menghadirkan Iqraa Runi Aprillia (Redaksi Jurnal Perempuan), Meike Lusye Karolus (Peneliti di Pusat Studi Sosial Asia Tenggara UGM), Galuh Ambar Sasi (Alumnus S2 Ilmu Sejarah UGM) sebagai pembicara dan Makrus Ali (Alumnus S2 Ilmu Sejarah UGM) sebagai moderator. Diskusi berlangsung interaktif dari pukul 9 pagi hingga 3 sore dan dihadiri oleh berbagai kalangan. (Andi Misbahul Pratiwi)