Rabu, 7 Maret 2018, bertempat di Kantor Komnas Perempuan Menteng, Jakarta Pusat, Komnas Perempuan mengadakan acara Peluncuran CATAHU 2018. CATAHU (Catatan Tahunan) merupakan gambaran atas kasus kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan di Indonesia. CATAHU sudah dilakukan sejak tahun 2001. Akan tetapi, setiap tahun jumlah kekerasan seksual cenderung meningkat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Indonesia tidak memiliki ruang aman yang cukup untuk perempuan. CATAHU 2018 memperlihatkan kenaikan jumlah kekerasan seksual yang cukup signifikan. Tahun 2018 CATAHU Komnas Perempuan mencatat setidaknya 348.446 kekerasan dialami oleh perempuan. Pengelompokan jenis kekerasan dibagi menjadi 3 kelompok, pertama kekerasan di ranah personal atau privat, kedua kekerasan publik atau komunitas dan terakhir kekerasan di ranah negara atau kekerasan yang dilakukan oleh aparatur negara. Di ranah personal, kekerasan terhadap istri menduduki peringkat tertinggi yaitu sebanyak 5.167 dari 9.609 kasus, diikuti kekerasan terhadap anak sebanyak 2.227 kasus, kemudian kekerasan dalam pacaran sebanyak 1.873 kasus, dan sisanya sebanyak 342 adalah kasus kekerasan yang dialami oleh Pekerja Rumah Tangga. Kekerasan di lingkup personal terbilang meningkat setiap tahun, terutama kekerasan terhadap istri yang setiap tahun berada pada posisi pertama. Akan tetapi, fakta mengerikan kita jumpai ketika melihat data pelaku. Tahun 2018 CATAHU menunjukkan bahwa kasus inses adalah kasus yang mencuat dengan jumlah 1.210 dari 2.979 kasus kekerasan seksual dalam lingkup personal. Kekerasan ini notabene dilakukan oleh ayah kandung dengan total 425 kasus dan diikuti oleh paman sebanyak 322 kasus. Mariana Amiruddin, Komisioner Komnas Perempuan menyatakan, “Kekerasan seksual dengan bentuk inses paling banyak dilaporkan ke LSM dan mungkin tidak mengherankan jika kekerasan di ranah personal dilakukan oleh kekasih, tetapi data juga menunjukkan bahwa kekerasan berbentuk inses dilakukan oleh ayah kandung.” Selanjutnya, untuk kekerasan di ranah publik atau komunitas tercatat setidaknya ada 3.528 kasus yang dilaporkan yang notabene dilakukan oleh teman dan tetangga. Yang terakhir adalah kekerasan di ranah negara terdapat 247 kasus. Bentuk dan pola kekerasan seksual semakin berkembang setiap tahunnya. Tahun ini Komnas Perempuan memberi perhatian pada kasus kekerasan siber atau kekerasan berbasis media yang memojokkan perempuan dengan gambar atau video yang tersebar luas. Tidak jarang foto atau video dijadikan bahan untuk mengancam sampai akhirnya terjadi penyebaran di media sosial. Thaufiek Zulbahary, Komisioner Komnas Perempuan menyatakan, “Kekerasan terhadap perempuan semakin meluas, tetapi penanganan kekerasan terhadap perempuan sangatlah lamban. Ruang aman perempuan tergerus dimana pun baik di kendaraan, di dunia nyata, di media sosial, di luar negeri yang dialami oleh buruh migran dan dimanapun.” Thaufiek menegaskan bahwa kekerasan berbasis media sosial bukan hanya berbentuk penyebaran gambar yang dilakukan perorangan, tetapi juga bisa dilakukan oleh komunitas seperti yang dilakukan oleh ayopoligami.com dan nikahsirri.com yang bisa dimaknai sebagai prostitusi berkedok agama. Belum terselesaikannya kasus kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan yang terjadi di dunia nyata, dan kemudian merambah di dunia maya, membuat perempuan tidak memiliki ruang aman sama sekali. Meningkatnya jumlah kekerasan seksual yang dilaporkan dan semakin berkembangnya pola dan bentuk kekerasan seksual, maka menjadi tugas kita semua untuk tetap mengawal dan mendorong pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. (Iqraa Runi) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |