Dalam rangka merayakan Hari Internasional Perempuan dalam Sains yang jatuh pada tanggal 11 Februari, UNDP Indonesia mengadakan seminar bertajuk “SDGs Talk 1: Women and Girls in Science, Technology, Engineering, Mathemathics”. Acara yang digelar di Jakarta Creative Hub pada 26 Februari 2019 ini mengundang para perempuan inspirasional yang bergelut dalam bidang STEM (Sains, Teknologi, Engineering, Matematika). Acara ini dibuka oleh Sophie Kemkhadze, Phd (UNDP Indonesia Deputy Resident Representative) yang menyampaikan dukungannya kepada para perempuan yang bergelut dalam dunia STEM. Menurut Sophie, partisipasi perempuan dalam bidang STEM menunjukkan adanya kesetaraan gender. Hal ini sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 5, yakni “Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan”. SDGs juga memiliki motto yang berbunyi “Leaving No One Behind”, mengartikan bahwa semua orang dapat membawa perubahan yang positif kepada dunia dan semua orang dapat menjadi agen perubahan, termasuk perempuan. Selain itu, ketimpangan gender pada kenyataannya telah merugikan komunitas global secara ekonomi. “Studi terdahulu mengatakan, jika perempuan memiliki akses dalam semua kesempatan, layaknya laki-laki, dan jika tidak ada diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, maka keuntungan yang akan diperoleh secara ekonomi dapat mencapai USD 1063”, tutur Sophie. Ia menekankan bahwa kesetaraan gender di bidang ekonomi melalui akses perempuan terhadap teknologi inovasi adalah hal yang penting. Stereotip peran perempuan yang “tabu” dalam dunia STEM menjadi salah satu faktor menciutkan nyali perempuan untuk berkecimpung di dalamnya. Hal ini dibuktikan dengan perbedaan signifikan peraih penghargaan nobel yang mayoritas laki-laki, yakni sebanyak 853 laki-laki dan 56 perempuan. Menurut Sophie, kehidupan di era revolusi 4.0 dan masa depan akan berdampingan dengan ekologi dan sains karenanya, penting bagi perempuan untuk fokus edukasi berbasis teknologi dan sains, serta membangun standar kompetitif yang lebih tinggi. Melalui inovasi teknologi, perempuan dapat melibatkan diri dalam perubahan, diskusi, bahkan menciptakan solusi. “Perempuan harus berani untuk mengambil bagian dalam dunia STEM, karena STEM membawa dunia ini kepada perubahan yang lebih baik”, tuturnya. Kemudian, acara dilanjutkan dengan sesi berbagi pengalaman yang diisi oleh Verania Andria, PhD (Renewable Energy Advisor, UNDP Indonesia), Tengku Alia Sandra (Signal Engineer, MRT Indonesia), dan Three Maskerteens (pemenang 2017 L’Oreal Girls in Science). Yenny Widjaja (Gender Specialist, UNDP Indonesia), selaku moderator, turut menyampaikan data mengani ketimpangan gender dalam STEM. Ia menyebutkan bahwa berdasarkan data UNESCO tahun 2018, dua dari sepuluh orang perempuan memilih berkarier secara profesional dalam industri STEM dan tiga dari sepuluh perempuan menjadi peneliti di bidang STEM. Badan Pusat Statistik (BPS) juga menemukan bahwa perbandingan gender dalam tingkat partisipasi pasar kerja masih didominasi oleh laki-laki sebanyak 83% dan perempuan sebanyak 55%. Selain itu, hanya sekitar 30% pekerja perempuan memiliki pekerjaan dalam industri STEM. Setelah penyampaian data tersebut, Yenny mempersilakan Verania Andria untuk berbagi pengalaman bekerja dalam bidang STEM. Memiliki latar belakang sains dengan pendidikan sarjana biologi dan pascasarjana dalam bidang mikrobiologi dan genetika, Verania kini menjadi ahli energi terbarukan. Dalam kesehariannya, ia bekerja untuk memberikan saran agar UNDP dapat berkontribusi dan meningkatkan dampak kepada masyarakat melalui pemanfaatan potensi alam. Salah satu program yang ia kerjakan adalah meningkatkan akses listrik pada desa-desa terpencil. Sebagai minoritas dalam bidang pekerjaanya, seringkali ia merasa dipandang sebelah mata. “Bekerja dalam berbagai tim proyek dan terlibat dengan kementrian, seringkali kami mengadakan meeting tersebut. Dalam meeting tersebut, saya perempuan sendiri”, ujarnya. Tak jarang pula ia dianggap sebelah mata karena ia bekerja dalam bidang sains. Tetapi, Verania terus membuktikan kemampuannya dan melawan untuk tunduk pada stereotip yang ada. Lain halnya dengan Tengku Alia Sandra. Pasalnya, menjadi engineer bukan cita-citanya sejak awal. Ketika kecil, ia bermimpi untuk menjadi dokter, namun kegagalan dalam ujian masuk perguruan tinggi negeri mengantarkan dia untuk bersekolah di Jurusan Sistem Informasi. Selepas sarjana, ia kemudian bekerja sebagai telco engineer di perusahaan Nokia Siemens selama dua tahun, kemudian pindah ke Australia. Namun sayangnya prospek kerja sebagai telco engineer di Australia, tidak mudah seperti di negara Asia. Kemudian, Alia bekerja menjadi signal engineer di sebuah perusahaan Australia bernama Jacob Engineering. Setelah pulang ke Indonesia di tahun 2017, ia mempertahankan idealisme untuk tetap menjadi signal engineer dan bekerja untuk MRT Jakarta. Saat ini, Alia mengelola departemen raw Engineering yang memiliki 6 disiplin ilmu, track, signalling, rolling stock (kereta), tempo, power, dan overheat regulation system. Ia juga menyampaikan bahwa permasalahan ketimpangan gender dalam dunia STEM bukan karena perbedaan laki-laki dan perempuan, “Satu hal yang saya ambil dari pengalaman saya, isu dari permasalahan perempuan dalam STEM bukan lah masalah gender, namun masalah mampu atau tidak. Melalui bekerja dengan ekstra keras, respek akan muncul dengan sendirinya”, ucapnya. Selanjutnya, kelompok perempuan muda bernama Three Maskerteens mendapatkan giliran untuk bercerita mengenai prestasinya. Ketiga siswi kelas 12 SMA Plus Pembangunan Jaya ini merupakan pemenang dari kompetisi L’Oreal Girls in Science di tahun 2017. Beranggotakan Ayu Sekar, Ashilla Maitsa, dan Alia Reiza, mereka berbagi pengalaman mengenai keiikutsertaan dalam pengembangan sains. Dengan tema “Social Impact”, Three Maskerteens berhasil menciptakan inovasi baru dengan membuat produk masker anti polusi. “Masker ini dibuat karena masker yang dijual dipasaran kebanyakan hanya menggunakan karbon aktif sebagai pelindungnya. Kami menawarkan masker dengan proteksi ganda, dengan pelindung dari lidah mertua, yang berfungsi untuk menyerap polutan-polutan yang ada, aromaterapi jeruk, dan arang aktif dari buah bintaro”, tutur Ashilla. Selain itu, alasan lain dari pembuatan masker ini ialah data yang menunjukkan bahwa salah satu penyebab angka kematian di tahun 2014 adalah tuberculosis (TBC), yang dapat dipicu oleh polusi, dan kecelakaan berkendara karena mengantuk. Aromaterapi jeruk yang digunakan dalam masker ini akan membantu para penggunanya menghilangkan rasa ngantuk. Desain yang dimiliki oleh masker ini pun sangat unik, selain terbuat dari kain yang dapat dicuci ulang, terdapat pula resleting di bagian depan dan sampingnya sebagai akses untuk mengganti isi dari proteksi ganda tersebut. “Ruang ini diisi dengan 3 lapisan, pertama, yang paling depan atau yang jauh dari mulut, adalah arang aktif dai buah bintaro. Kedua, ekstrak lidah mertua, dan ketiga, aromateriapi jeruk yang paling dekat denan mulut”, jelas Ayu lebih lanjut. Selain itu, nama tim yang dipilih pun menggambarkan keunikan masker ini. “Kita cari nama yang mampu mendeskripsikan kita bertiga, tapi nama itu harus juga mudah masuk ke telinga orang, catchy, dan mudah diingat. Nama Three Maskerteens diambil dari cerita anak-anak, The Three Musketeers. “Three” mengartikan 3 desain yang dibuat untuk masker ini. Kemudian, teens dipilih karena corak yang dipakai pada masker ini sesuai dengan anak muda dan tidak ketinggalan jaman,” jelas Alia. Acara ini kemudian ditutup dengan motivasi yang diberikan oleh setiap pembicara. Alia dari Three Maskerteens memotivasi para peserta yang hadir agar tidak pernah ragu dalam menjalankan setiap rencana, setiap orang harus yakin akan kemampuan dirinya. Ayu mengatakan bahwa anak-anak muda harus berani untuk memulai inovasi, “Bukan hanya untuk yang ada di sini, tetapi juga mereka yang ada di luar sana, terutama untuk anak-anak yang seumuran dengan kita, atau pun yang masih kecil. Apapun yang kita pikirin, yakini saja kalau kita bisa dan jangan pernah takut sebelum kita memulai”, ujarnya. Kemudian, Verania menyampaikan bahwa dengan jumlah laki-laki dan perempuan yang hampir sama, ia percaya potensi yang dimiliki laki-laki dan perempuan setara, “Sudah bukan zamannya lagi kalo laki-laki dan perempuan itu tidak bisa beriringan. Kita semua capable, mari kita jadikan 100% potensi laki-laki dan perempuan bisa terwujud”, tuturnya. Terakhir, Tengku menjelaskan bahwa ada dua hal yang membawa kita kepada kemajuan. “Bagi saya, ada dua hal. Kerja keras, karena saya yakin kerja keras itu tidak akan membohongi hasil. Kalau kita benar-benar menunjukkan kita siapa, dan kita mampu, pasti orang akan melihat kita. Kedua, berani akan kesempatan yang ada. Satu kesempatan yang muncul akan membawa kita kepada kesempatan lain yang mungkin dapat membawa kita menjadi lebih baik lagi”, tutup Tengku. (Nadya Nariswari Nayadheyu) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |