ICJR (Institute for Criminal Justice Reform), PKBI, dan Aliansi Nasional Reformasi KUHP bekerja sama dengan Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila dan Ikatan Alumni Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila mengadakan seminar dengan tema besar “Mendorong Restorative Justice dalam Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia: Menggali Pemikiran Prof. Mardjono Reksodiputro, S.H., M.A. dalam Pembaruan Hukum Pidana Indonesia” pada Rabu (17/7). Diskusi sesi kedua seminar ini mengangkat topik “Mencegah Korban Berulang: Melihat Aspek Kesehatan Masyarakat dalam RKUHP”. Diskusi sesi kedua ini menghadirkan Sundoyo, S.H., M.K.M., M.Hum. (Kepala Biro Hukum Dan Organisasi Kementerian Kesehatan), Dr. Santi Kusumaningrum (Direktur PUSKAPA), Dr. Yusuf Shofie, S.H., M.H. (Akademisi Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasila), dan Aditia Taslim (Direktur Eksekutif Rumah Cemara) sebagai pembicara, dan Dr. Atnike Nova Sigiro (Direktur Jurnal Perempuan) sebagai moderator. Diskusi dimulai dengan pemaparan Sundoyo mengenai pembentukan regulasi dalam perspektif kesehatan. Menurutnya, pembangunan kesehatan harus diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan gender dan nondiskriminatif, dan norma-norma agama. Ia juga memaparkan bahwa regulasi mengenai kesehatan perlu memperhatikan beberapa aspek, yaitu (1) kebutuhan masyarakat akan tenaga kesehatan; (2) pendayagunaan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat; (3) perlindungan kepada masyarakat dalam menerima penyelenggaraan upaya kesehatan; (4) mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan upaya kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan; dan (5) memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan tenaga kesehatan. Dilanjut Aditia Taslim sebagai pembicara kedua, ia memaparkan pengalamannya mengenai HIV/AIDS dan akses kesehatan. Ia menyayangkan kegagalan negara dalam menyediakan perlindungan kesehatan terhadap warga negaranya. Berdasarkan laporan yang Rumah Cemara terima dari anggota komunitas dan masyarakat—bahwa ada waria yang meninggal setiap minggunya karena HIV/AIDS, lebih tepatnya disebabkan akses kesehatan bagi mereka yang belum memadai. Padahal, kesehatan yang merupakan hak warga negara harusnya bisa diakses oleh semua kalangan, tapi nyatanya tidak. “Berdasarkan pengalaman saya, mereka yang rentan (terkena HIV/AIDS) justru adalah mereka yang sering dikucilkan, dikriminalkan, dan dipinggirkan sehingga sulit mendapatkan akses layanan kesehatan yang berkeadilan,” ungkapnya saat membahas sulitnya akses kesehatan HIV/AIDS bagi kelompok marginal. Begitu banyak waria, pengguna narkoba, pekerja seks komersial, gay, dan kelompok lainnya yang enggan datang melakukan pemeriksaan HIV/AIDS ke puskesmas atau rumah sakit karena alasan eksternal. Salah satunya tak lain karena stigma yang melekat pada mereka membuat mereka selalu “dihakimi” di awal proses pemeriksaan kesehatan. Kesehatan adalah hak asasi manusia, sangat penting untuk bisa diakses oleh semua kalangan. Namun, karena kebijakan yang diambil menerapkan asas mayoritas yang mana apa yang dianggap baik oleh banyak orang, hal ini tentu menyebabkan ketimpangan dimana kepentingan kelompok rentan (minoritas) selalu terpinggirkan. Kelompok minoritas inilah yang seharusnya juga difasilitasi. Santi menekankan, “Bukan hanya niat baik yang perlu diperhatikan dalam membuat hukum, tapi juga dampak yang akan ditimbulkan ke depannya”. Sebagai pembicara terakhir, Yusuf Shofie membahas bagaimana menjamin prinsip kesetaraan dalam proses pembaruan hukum pidana di Indonesia dengan fokus perlindungan terhadap perempuan konsumen. Pengalamannya dalam bidang advokasi perempuan konsumen membuatnya mengerti betapa pentingnya perlindungan terhadap mereka. Kepentingan konsumen yang perlu dikedepankan adalah perlindungan dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanan serta tersedianya upaya ganti yang efektif (right to redress). Ia pun menambahkan bahwa diperlukan pemahaman mengenai keadilan gender untuk bisa menganalisisnya dalam hukum yang akan diterapkan. (Shera Ferrawati) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |