
Maria menjelaskan dari aspek teologis Alquran menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari saripati tanah. Proses penciptaan/pertumbuhan janin dimulai dengan pertemuan sperma dan ovum (nuthfah), yang kemudian menjadi segumpal darah (alaqah), lalu segumpal daging (mudghah), dan menjadi tulang belulang yang terbungkus daging atau menjadi bentuk lain, yang ditafsirkan juga sebagai fase ditiupkannya roh. Sementara di dalam Hadis juga disebutkan proses pembuahan berlangsung selama tujuh hari. Hadis juga secara rinci menyebutkan proses setelah ovum dan sperma bertemu berupa nuthfah berlangsung selama 40 hari, kemudian menjadi segumpal darah dalam waktu yang sama yakni 40 hari dan kemudian menjadi segumpal daging, juga dalam waktu yang sama. Sesudah itu malaikat diutus untuk meniupkan roh ke dalamnya dan diutus untuk melakukan empat kalimat, yaitu mencatat rezekinya, usianya, amal perbuatannya dan celaka atau bahagianya.
Lebih jauh Maria mengemukakan bahwa kontroversi di dalam fikih tentang boleh dan tidaknya aborsi terkait dengan interpretasi tentang roh, yakni waktu roh ditiupkan. Sampai sekarang kontroversi ini masih berlangsung karena hal ini terkait dengan keyakinan. Ada yang meyakini bahwa proses kehidupan dimulai sejak roh ditiupkan namun ada juga kelompok ulama yang meyakini bahwa kehidupan sesungguhnya sudah dimulai sejak proses konsepsi, sehingga sejak saat itu tidak boleh diganggu atau dirusak. Mengenai fase sesudah penyawaan (ba’da nafkhi al-ruh) ulama fikih memiliki pandangan yang sama yakni sepakat melarang aborsi kecuali dalam kondisi darurat yang mengancam nyawa ibunya. Sementara terkait fase sebelum penyawaan (qabla nafkhi al-ruh), ulama fikih mempunyai pendapat yang beragam atau kontroversial, ada yang membolehkan dan ada yang melarang.
Maria juga menyatakan bahwa perubahan hukum Islam dapat dilakukan seiring terjadinya perubahan zaman, tempat, kondisi, niat dan adat/tradisi. Landasan perubahan ini merujuk pada tujuan pembentukan hukum Islam itu sendiri yakni untuk mewujudkan kemaslahatan umum, kaidah-kaidah fikih yang relevan dan pendekatan fikih yang kontekstual. Karena itu menurut Maria, hasil kajian sosial, studi lapangan dan pandangan Islam untuk menyelamatkan ibu serta bahaya aborsi tidak aman dapat dijadikan dasar untuk merumuskan kebijakan aborsi yang aman. Aman dari sisi agama artinya dilakukan dengan mengambil risiko yang sekecil mungkin, untuk menghindari bahaya dan/atau kondisi darurat, sebelum nafkhi al-ruh/kehamilan berusia 8 minggu (42 hari). (Anita Dhewy)