Sabtu, 15 Juli 2017 bertempat di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudjiastuti, Menteri KKP menjadi pembicara kunci dalam acara halal bihalal Ikatan Alumni Universitas Indonesia. Sesuai dengan tema yang diangkat yaitu “Kedaulatan Maritim”, Susi memaparkan sejumlah persoalan dan juga capaian-capaian penting KKP selama dirinya menjadi bagian dari Kabinet Kerja Jokowi. Susi menjelaskan bahwa misi KKP adalah menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia dan menjadikan laut sebagai masa depan bangsa. Menurut Susi, misi ini sangat realistis bila bersandar pada kondisi geografis Indonesia, namun jika melihat capaian yang dimiliki Indonesia pada awal dirinya bergabung dengan KKP, sesungguhnya Indonesia masih sangat jauh untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Pada saat itu, neraca pedagangan Indonesia hanya menempati posisi ke-3 di Asia Tenggara, peringkat tersebut tidaklah merefleksikan fakta bahwa luas laut Indonesia terluas ke-2 di dunia. Susi menjabarkan sejumlah persoalan yang dihadapi oleh kamaritiman Indonesia, pertama menurunnya rumah tangga nelayan. Berdasarkan sensus 2003 hingga 2013 diketahui bahwa jumlah rumah tangga nelayan berkurang dari 1.600.000 menjadi 800.000 rumah tangga. Kedua, 115 Eksportir tutup. Ketiga, impor Indonesia berada di angka yang sangat tinggi dan keempat maraknya illegal fishing. Sebagai respons terhadap maraknya aksi illegal fishing, Susi mempromosikan dan menerapkan UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. UU tersebut mengamanatkan bahwa Indonesia berhak menenggelamkan kapal yang melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di laut Indonesia. Tidak hanya itu, Susi juga mengeluarkan Permen KP (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan) Nomor 56/PERMEN-KP/2014 tentang Moratorium Perizinan Usaha Perikanan Tangkap, Permen KP Nomor 57/PERMEN-KP/2014 yang mengatur soal larangan transshipment dan Permen KP 58/PERMEN-KP/2014 tentang Disiplin PNS. Penerapan aturan-aturan ini dirasa perlu demi menghasilkan efek jera dan keefektifannya cukup tinggi meskipun belum 100%. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan dalam beberapa aspek, pertama nilai tukar nelayan yang awalnya 104 naik menjadi 110, kedua, nilai tukar usaha perikanan naik dari 102 menjadi 120. Dengan kata lain, saat ini usaha perikanan adalah usaha yang sangat menguntungkan. Ketiga, stok ikan Indonesia meningkat dari 6,5 juta ton menjadi 12,5 juta ton. Keempat, konsumsi ikan nasional meningkat dari 36 kg menjadi 43,6 kg. Kelima, ekspor Indonesia naik 5% dan impor turun 70%. Susi menambahkan bahwa ini adalah pertama kalinya neraca perdagangan ikan Indonesia menempati posisi pertama di Asia Tenggara. Susi melihat bahwa pengelolaan dan penjagaan terhadap laut Indonesia tidak hanya memberi dampak pada peningkatan komoditas perikanan, hal ini berkaitan pula dengan komoditas lain seperti BBM. Pertamina surplus 37% solar, ternyata ini berkaitan dengan kapal-kapal illegal fishing yang ada di Indonesia. Kapal-kapal tersebut tidak pulang ke negaranya untuk mengisi bahan bakar melainkan mengisi bahan bakar di Indonesia dan bahkan mengonsumsi BBM bersubsidi. Kebijakan penenggelaman kapal ini menuai sejumlah penolakan, bahkan beberapa investor asing menolak untuk berinvestasi bila penenggelaman tetap diberlakukan di laut Indonesia. Susi menjelaskan bahwa aturan tersebut bisa saja tidak diterapkan, namun persoalannya apakah Indonesia mampu melindungi laut seluas itu dari pihak-pihak tidak bertanggung jawab, mengingat telah banyak negara-negara Asia yang melakukan moratorium penangkapan ikan. Untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia dan demi mengawal laut masa depan bangsa, maka penting bagi KKP menjalankan tiga pilar yaitu kedaulatan, kesejahteraan dan keberlanjutan. (Abby Gina) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |