Kamis, 8 Maret 2018, Jurnal Perempuan bekerja sama dengan Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta mengadakan Pendidikan Publik JP 96 Feminisme dan Cinta. Pada perayaan yang didukung oleh Kedutaan Kanada dan Ford Foundation tersebut Jurnal Perempuan menggelar diskusi panel yang menampilkan empat orang pembicara. Dalam kesempatan itu, Kartika Jahja seorang musisi dan aktivis kesetaraan gender memaparkan materi tentang cinta dalam perspektif kultur pop yang bias gender. Kartika memulai penjelasannya dengan mengangkat pengalaman masa kecilnya. Di usia 10 tahun, Kartika menyatakan cintanya pada seorang anak laki-laki. Menurutnya setelah menyatakan perasaannya ia dimusuhi oleh teman-teman perempuannya karena “tidak sepantasnya” perempuan menyatakan cinta pada laki-laki. Idealnya, seorang perempuan menunggu pernyataan cinta dari laki-laki. Kartika menyatakan, “Dalam cinta, perempuan harus dikejar, ditembak, diapeli, ditraktir, diantar jemput, dilindungi, dilamar, diboyong, dinikahi, diimami dan dimadu.” Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki ekspektasi agar dalam relasi cinta dan seksual perempuan berperan sebagai objek yang pasif dan bila perempuan bertindak sebagai subjek ia dilabeli secara negatif, dipandang nista dan dianggap telah melanggar tabu. Menurut Kartika budaya pop telah memengaruhi cara kita memaknai cinta. Musik, film, siaran televisi, dan media sosial secara terus-menerus menjejalkan narasi cinta yang heteronormatif. Kultur pop tidak memberikan tempat bagi cinta yang nonheteroseksual. Budaya pop, khususnya film cenderung menunjukkan perempuan sebagai makhluk yang pasif dan tidak berdaya. Hal ini dibuktikan dengan gagasan-gagasan utama dari film-film romantis yang menekankan pada hal-hal seperti: bagaimana seorang laki-laki berjuang untuk seorang perempuan; bagaimana perempuan kehilangan dirinya demi mendapatkan cinta laki-laki; dan gagasan tentang pernikahan sebagai tujuan akhir perempuan dalam upaya mencapai hidup bahagia. Bagi Kartika budaya pop selalu menginternalisasikan bahwa menikah adalah kodrat perempuan. Kartika menunjukkan bahwa budaya pop mengomersialkan cinta. Logika periklanan mendikotomi kebutuhan laki-laki dan perempuan. Ketika pasar menargetkan perempuan sebagai konsumen sebuah produk maka tema utama dari sebuah iklan adalah cinta yang direlasikan dengan cinta romantis. Sementara itu, ketika target konsumen adalah laki-laki maka hal-hal yang berkaitan dengan seks akan dijadikan tema utama. Budaya pop berupaya menjual produk-produknya dengan mengedarkan gagasan hiperfeminisasi perempuan. Iklan-iklan menyuburkan anggapan bahwa kebahagiaan perempuan adalah ketika ia memiliki pasangan, karena ketika memiliki pasangan atau memiliki relasi cinta romantis barulah perempuan menjadi sesuatu yang berharga. Menurut Kartika media sosial meletakkan perempuan dalam posisi yang tidak diuntungkan dalam relasi cinta romantis. Hari-hari ini setidaknya ada beberapa gagasan yang memojokkan perempuan yaitu demonisasi perempuan yang menolak cinta laki-laki yang menyukainya, menyudutkan pihak perempuan dalam relasi perselingkuhan secara tidak seimbang dengan melabelinya sebagai pelakor (perebut laki orang), mengolok-olok dan merendahkan perempuan yang tidak berpasangan (jomblo shaming) dan juga glorifikasi pernikahan di usia muda. Kartika mengatakan budaya pop mendefinisikan cinta sebagai relasi antara laki-laki dan perempuan di mana perempuan adalah objek dan laki-laki adalah subjek. Cinta telah dijadikan komoditas ketika produk dipasarkan dengan menjual fantasi tentang relasi cinta romantis sebagai puncak kebahagiaan perempuan. Bagi Kartika budaya pop telah mereduksi makna dan tujuan keberadaan perempuan. Kartika terus menekankan bahwa relasi cinta romantis seperti pacaran dan pernikahan bukan tujuan akhir perempuan. Bahwa derajat perempuan tidak ditentukan dengan ada tidaknya pasangan. Kartika menutup pemaparannya dengan manyatakan, “Apapun definisimu, cintai dirimu sendiri terdahulu dan terutama, if it hurts, it’s not love". (Abby Gina) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |