Mengutip data yang dikeluarkan Unicef Indonesia pada 2015, Kanya Eka Santi, Sekretaris Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial mengungkapkan bahwa satu dari enam perempuan di Indonesia menikah sebelum berusia 18 tahun. Ini berarti terdapat 340.000 perempuan di bawah umur yang menikah tiap tahunnya dan sebanyak 50.000 dari jumlah tersebut menikah sebelum berumur 15 tahun. Mereka yang menikah pada usia muda ini hampir semuanya terpaksa berhenti dari sekolah. Data-data ini dikemukakan Kanya Eka Santi ketika menjadi pembicara dalam Diskusi Akhiri Pernikahan Anak yang digelar dalam rangka Perayaan Hari Perempuan Internasional oleh Jurnal Perempuan bekerja sama dengan Kedutaan Kanada pada Selasa (8/3) di Kemang, Jakarta. Lebih lanjut Kanya mengungkapkan, ironisnya Undang-Undang Perkawinan No 1/1974 pasal 7 ayat 1 masih mengizinkan anak perempuan menikah pada usia 16 tahun (sementara usia minimum menikah untuk laki-laki adalah 19 tahun) bahkan pada ayat kedua memungkinkan lebih muda dari 16 tahun dengan hanya meminta persetujuan pejabat setempat. Sementara di sisi lain Undang-Undang Perlindungan Anak melarang perkawinan usia anak. Pasal 1 menyatakan bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Oleh karena itu menurut Kanya pernikahan anak harus dihentikan karena memiliki dampak buruk terhadap kesehatan anak perempuan. Hal ini mengingat kehamilan pada usia remaja berisiko tiga hingga tujuh kali lipat terhadap kematian ibu dibandingkan kehamilan pada rentang usia 20-35 tahun. Kanya menjelaskan data secara global menunjukkan komplikasi kehamilan adalah penyebab kematian terbesar kedua untuk remaja perempuan usia 15-19 tahun.selain itu bayi yang dilahirkan oleh ibu berusia remaja memiliki risiko 50% lebih tinggi untuk meninggal di saat lahir. Singkatnya, kehamilan pada usia remaja memiliki dampak negatif terhadap tumbuh kembang remaja tersebut dan janin yang dikandungnya. Kanya juga mengatakan bahwa perkawinan pada usia anak berkontribusi pada pelestarian rantai kemiskinan khususnya pada perempuan. Berdasarkan data World Bank, Perempuan yang menikah pada usia anak dan terputus pendidikannya akan semakin terpuruk baik pada aspek modal sosial (kecakapan hidup, pendidikan, kesehatan termasuk kesehatan reproduksi), kepemilikan aset, dan jejaring sosial. Karena itu menurut Kanya Kementerian Sosial membangun sistem kepedulian dan kesadaran yang berkelanjutan di seluruh lapisan masyakarat (caring community). Selain itu Kemensos juga menjalankan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) untuk penguatan keluarga, berupa (1) Program Good Parenting, penguatan kemampuan keluarga dalam mengasuh anak, memenuhi hak anak dan bertanggung jawab penuh terhadap masa depan anak serta (2) Temu Penguatan Anak dan Keluarga yang memberikan muatan tentang perkawinan anak , dampak dan upaya pencegahannya, pemberian asistesi keluarga secara psikososial , ekonomis dan spiritual. Kemensos juga berupaya untuk membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang pencegahan perkawinan anak. (Anita Dhewy) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |